3. Klarifikasi Salah Paham

370 70 14
                                    

-oOo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

SENJA harus menyiapkan diri ketika menghampiri Daru yang sedang merapikan kemasan obat di rak kaca khusus obat-obatan. Di tangan gadis itu ada dua paket makan siang yang tadi sudah mendapat izin Bu Garwita untuk diambil.

Pemuda berambut gelap itu tampak sibuk sekali sampai-sampai tak menyadari kehadiran seorang gadis di belakangnya. Senja yang pura-pura berdeham, lantas berceletuk, "Mas, disuruh makan siang sama Bu Garwita."

Daru berputar menghadap Senja. Ekspresinya nyaris tidak berubah seperti saat dia melatihnya menghafal nama-nama rokok di konter kasir depan―dingin, kaku, dan datar. Seperti patung saja.

Senja entah bagaimana harus menahan napas setiap kali pandangannya bertemu Daru. Bukan karena merasa canggung atau tersipu (untuk soal ini dia harus mengakuinya; Daru memang punya tampang oke, sesuai selera Senja―berperawakan tinggi dan ramping, rambut tebal berponi yang tampak halus, garis rahang mempesona, serta tipe wajah cemberut yang menimbulkan kesan menarik ketika ditatap lama-lama), tetapi ... sepasang mata Daru justru tampak suram, menimbulkan sentakan kewaspadaan dalam perut Senja, entah itu alarm untuk hati-hati atau aba-aba untuk memukulnya sewaktu-waktu.

Tatapan Daru merambat pada dua kotak makan siang yang dibawa Senja, dan gadis itu langsung menyerahinya satu. "Ini nasi ayam goreng dari Bu Garwita. Satu buat aku, satunya buat Mas."

"Makasih," katanya seraya mengambil nasinya.

Senja tidak menjawab (dia memang sengaja). Sebagai gantinya, gadis itu melengos pergi ke lajur bangku yang biasanya disediakan untuk makan pengunjung. Dia duduk di salah satu kursinya dan membuka nasi kotak dengan perasaan tak sabar. Monster di perutnya sudah ribut minta diisi, dan dia hampir tidak punya tenaga untuk meladeni sikap buruk Daru.

Gadis itu sudah hampir menjejalkan sendok pertamanya ke mulut ketika tahu-tahu saja kursi di sampingnya didorong mundur.

Rupanya Daru juga duduk di sampingnya, dengan tampang datar seperti biasa.

Agaknya menjadi misterius sekaligus menyebalkan adalah keahlian Daru. Dia begitu pendiam dan cenderung tak peduli dengan keadaan sekitar, bahkan sama sekali tidak terpengaruh dengan Senja yang kini berjuang membuka plastik sambalnya yang diikat terlalu kencang. Meja di hadapan mereka sampai berguncang karena gadis itu tidak bisa diam.

Saat Senja masih mengerahkan tenaga yang sia-sia untuk membukanya, mendadak saja plastik sambalnya direbut pelan oleh Daru. Senja mendongak dengan kebingungan. Dia memperhatikan Daru bangkit dari kursi, lalu membawa plastik sambalnya ke konter kasir. Kres! Pemuda itu membuka ujungnya dengan gunting―dalam hitungan detik, masalah selesai.

Daru kembali ke Senja dan memberikan sambalnya.

"Ma-makasih!" kata Senja dengan gengsi dan kelewat ketus. Dirinya kepalang malu karena barusan terlihat seperti cewek bodoh yang bertingkah konyol.

𝐃𝐀𝐑𝐔𝐇𝐈𝐓𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang