39. Merelakan Kepergian

136 27 12
                                    

-oOo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

SETELAH setuju untuk pergi menginap di rumah Bu Kasmirah, Daru menyadari bahwa Hita tidak memiliki petunjuk apa-apa atas pilihannya.

Sambil mengepak pakaian ke dalam tas ransel pink bergambar stroberi, anak itu mengoceh kepada Daru perihal antusiasmenya yang tidak dapat dibendung. Menurut asumsi polosnya, Bu Kasmirah akan membawanya jalan-jalan ke beberapa tempat yang seru, seperti bermain di waterpark dan melihat museum. Daru sedikit-sedikit menanggapi celotehan itu dengan gumaman semangat bercampur cengiran tipis.

"Mas Daru kok enggak mau ikut, sih? Kan mumpung dibayarin gratis sama Bu Kasmirah!" kata Hita selepas menarik ritsleting tasnya dengan kencang. Selanjutnya Daru mendudukkan adiknya di hadapan cermin lalu menyisir rambut Hita yang bergelombang bak seorang putri.

"Kamu kan tahu Mas habis pulang dari rumah sakit. Dokter bilang Mas harus istirahat di rumah."

Hita tidak menjawab. Daru memperhatikan refleksi adiknya di cermin. Dia melihat raut Hita berubah muram.

"Mas," kata Hita, lirih. "apa aku enggak usah berangkat aja, ya? Masa aku ninggal Mas Daru sendirian di rumah."

"Loh, gimana, sih? Kamu sebentar lagi dijemput, loh."

Hita menengok Daru yang berdiri di belakangnya. Bibir anak itu mencebik seperti mau menangis. "Tapi Mas Daru kan baru aja sembuh. Aku takut Mas kenapa-kenapa." Tangannya yang mungil melingkari perut sang abang, lalu dia menarik tubuh Daru agar bisa merengkuhnya.

"Kan di sini ada Mbak Senja, Bu Garwita, sama Pak Wira. Mereka nanti bakalan nemenin Mas."

"Kok jadinya aku egois gini, sih? Masa Mas Daru sakit, malah kutinggal pergi."

"Kamu tahu kalimat gitu dari mana, sih, hehe? Lucu banget," sang abang mencubit pelan pipi Hita, lalu mencium keningnya dengan gemas. "Udah, pokoknya Mas enggak papa. Nih buktinya, benjolnya udah hilang."

Hita menatap bekas jahitan yang sudah mengering di dekat pelipis Daru dengan cemas, lalu dia menjulurkan leher untuk mencium keningnya. Sang abang terkekeh senang setelahnya.

"Pokoknya aku benci kalau lihat Mas sakit," kata Hita dengan wajah merengus.

"Iya, iya. Sini, rambutnya belum selesai ditata."

Lalu Hita kembali dibujuk agar anteng di kursi, kemudian Daru mengepang rambutnya dengan level kemahiran yang dimiliki anak TK. Hasil kepangannya, seperti biasa, tidak memuaskan. Banyak helaian rambut yang keluar dari ikatan, apalagi jalinan kepangnya tidak sama ukurannya. Ada yang besar, ada yang kecil. Namun, Hita tidak peduli. Anak itu diam saja sambil melihat sang abang memasangkan jepit mutiara di pangkal ikatannya.

Tidak lama setelah itu, seseorang mengetuk pintu rumah. Mereka berdua pergi ke muka teras dan menyambut Bu Kasmirah yang sudah datang dengan penampilan rapi. Kali ini dia mengenakan setelan terusan berwarna putih tulang yang membalut tubuh rampingnya. Tumben sekali, riasannya lebih tipis. Betapa hebat efek riasan itu membuat raut mukanya terlihat beberapa tingkat jauh lebih ramah.

𝐃𝐀𝐑𝐔𝐇𝐈𝐓𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang