-oOo-
SETELAH siuman, lewat beberapa jam berikutnya, keadaan Daru sudah jauh lebih baik.
Namun, kendati bisa berbincang santai dengan orang-orang di sekelilingnya, Senja tak bisa mengelak fakta bahwa ekspresi dan gerak-gerik Daru sebetulnya terlihat lebih murung daripada biasanya. Kadang-kadang, bila tidak diajak berbicara, Senja akan menangkap basah Daru sedang menatap titik entah di luar sana dengan tatapan kosong. Tidak tahu sedang memikirkan apa. Barangkali tentang Hita, atau mungkin tentang masa lalu penuh kekerasan yang merampas ketenangannya.
"Mas Daru," kata Senja, ketika semua orang pamit pergi menunaikan solat atau sekadar membeli makan di kantin rumah sakit. Senja yang sedang mendapat tamu bulanan, bergiliran menemani Daru di bilik rawat sambil mengajaknya berbicara. "Waktu Mas ke kamar mandi sore ini, apa yang Mas lakuin sampai bisa jatuh begitu?"
Daru ingin beralasan singkat saja, menjawab sesepele dia terpeleset atau ceroboh. Namun, ada sesuatu dalam sorot mata Senja yang seolah tak mengizinkannya mengatakan hal itu. Barangkali gadis ini memang memiliki efek magis untuk membuatnya jujur, atau mungkin Daru sudah memercayai Senja untuk mendengar sisi dirinya yang rapuh dan berantakan.
Hanya saja, ketika Daru sudah membuka mulut, tiba-tiba semua jawaban itu lenyap ke balik lidah. Daru tidak bisa mengatakan apa pun sehingga yang dia lakukan, saat semua pertahanannya runtuh, adalah menangis.
Senja memberikan tisu pada Daru dan membiarkan pemuda itu terisak-isak pelan di atas kasur ruang rawat. Tidak ada kata-kata yang keluar untuk menghibur ataupun menghentikan tangisannya, sebab Senja tahu, yang pemuda itu butuhkan saat ini adalah ruang untuk melepaskan semuanya. Daru yang biasanya kuat, kini terlihat lemah. Daru yang biasanya bersuara tegas namun kalem, untuk pertama kalinya menangis dan menggerung seperti anak kecil. Dewandaru bukannya berubah. Hanya saja, jiwa anak-anaknya yang selama ini bersembunyi di balik cangkang dewasa, kali ini meminta untuk muncul lantaran tak kuasa menahan luka.
Bilik rawat itu melebur dengan suara isakan dan rintihan. Senja memberikan beberapa lembar tisu dan memastikan Daru merasa nyaman atas apa yang terjadi pada dirinya. Setelah beberapa saat, ketika tangisannya mereda, Senja memegang tangan Daru dengan lembut. Dia membelai buku-buku jari Daru sambil berkata hal-hal menenangkan.
"Sekarang udah lebih baik?" tanya Senja lirih.
Daru mengangguk. Matanya masih bengkak dan memerah. Ekspresi lemahnya tidak lagi disembunyikan. Di saat-saat seperti ini, entah bagaimana Daru tampak lebih muda sekaligus sangat rentan.
"Mbak," Seruan Daru nyaris berbisik. Terselip nada permohonan di dalamnya. "Usapin kepala saya, boleh?"
Senja terhenyak sebentar, tetapi dia tak menolak permohonan itu.
"Nyaman, ya, Mas?" tanya Senja seraya membelai rambut di dekat kening Daru dengan lembut.
Kelopak mata Daru mengedip pelan, seperti anak usia lima tahun yang hampir mengantuk karena dibuai dengan sentuhan. "Nyaman, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐀𝐑𝐔𝐇𝐈𝐓𝐀
General Fiction⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Reswara Hita, si bocah jail yang punya seribu cara menarik perhatian, selalu mengisi tempat spesial di hati abangnya, Dewandaru. Semuanya berjalan baik-baik saja sampai Daru mengingat rahasia penting mengenai asal-usul Hit...