Bab 7

1.3K 250 4
                                    

Happy reading, semoga suka.

E-book sudah lengkap tersedia di Playstore dan Karyakarsa.

Luv, Carmen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,
Carmen

__________________________________________

Sudah dua hari berlalu sejak kejadian penuh bencana itu. Dan hidup Sophia tidak pernah lagi tenang sejak saat itu. Ia selalu pergi tidur dengan perasaan gelisah dan terbangun karena mimpi erotisnya tersebut.

Mimpinya selalu sama, tentang pria misterius bermata hitam kelam itu.

Pria bernama Harvey itu.

Ya, Sophia ingat nama pria itu. Ia terus memanggilnya di dalam mimpi.

Harvey... Harvey…

Hanya saja, Sophia tidak tahu apakah pria bernama Harvey ini benar-benar wujud atau hanya khayalan mabuknya saja?

Atau apakah itu Harvey yang sama yang dibawa Sophia ke kamar hotel?

Mengingat itu saja, Sophia kembali mengerang keras. Bayangkan, ia bahkan tidak tahu siapa pria yang ia bawa ke hotel bersamanya? Apakah itu Harvey? Atau Harvey Harvey yang lain? Apakah itu pria bermata hitam yang tatapannya seakan menyesatkan Sophia? Atau mungkin pria lain yang ia temui di lantai dansa? Oh Tuhan... Apa yang sudah dilakukannya?

Bukan saja ia kehilangan keperawanannya dengan pria yang bahkan tidak ia kenal, Sophia bahkan tidak ingat pria yang mana dan lebih parahnya, Sophia tidak ingat tentang kejadian di kamar hotel itu. Hanya kilasan ingatan, bagaimana ia berciuman dengan seorang pria, bagaimana ia meminta pria itu menelanjanginya, bagaimana ia meminta pada pria itu untuk bercinta dengannya.

Fuck!

Sophia bahkan tidak tahu apakah pria itu mengenakan pengaman ataukah tidak?

Memikirkan itu saja, Sophia tidak bisa tidur. Ia cemas. Bagaimana kalau ia sampai hamil? Apa yang harus dilakukannya?

Kau tidak seharusnya menyentuh minuman saat hatimu kacau, Sophia. Lihatlah apa yang terjadi padamu sekarang.

Sophia bersumpah jika ia bisa melewati bencana ini tanpa kerusakan apapun, jika ia tidak hamil, jika semuanya baik-baik saja, ia akan melupakan apa yang terjadi malam itu dan selamanya tidak akan pernah menyentuh minuman beralkohol lagi.

Bukan itu saja masalah yang harus ia urus. Masih ada Noah yang terus menghubunginya. Sophia juga sudah lelah menghindar jadi ia memutuskan untuk menerima panggilan pria itu hari ini. Dan mengatakan dengan cukup jelas bahwa ia tidak ingin memiliki hubungan apa-apa lagi dengan pria itu.

“Dengarkan penjelasanku dulu.”

Really? Penjelasan seperti apa yang bisa diberikan oleh Noah padanya?

"Tidak perlu menjelaskan apapun. Aku sudah melihat dengan jelas."

Tapi itu tidak seperti yang kau pikirkan!”

"Oh, jadi aku hanya membayangkannya saja, begitu? Kau dan wanita itu telanjang di atas kasur, saling menyatu dan mengerang?! Bagaimana lagi aku harus berpikir?!” bentak Sophia kasar. Seumur hidup, ia tak pernah begitu kasar. Dasar pria sialan!

“Dia yang merayuku duluan, Sophia!”

Bagaimana bisa ia begitu buta?

"Oh, jadi ini bukan salahmu, begitu? Salah wanita itu?!"

“Sophia... please...”

"Dengar, Noah. Aku tidak peduli apa yang terjadi malam itu, bagaimana detailnya, siapa yang meryu siapa duluan, aku tidak peduli, oke? Aku hanya tahu kau telah mengkhianatiku dan aku tidak ingin ada hubungan apa-apa lagi denganmu. Kita putus! Kau jalani hidupmu sesukamu, begitu juga aku."

“Kau tidak adil padaku, Sophia. Jelas-jelas ini terjadi karena kau. Kalau saja kau bersedia tidur denganku, tentu aku tidak akan...”

Oh, jadi ini sekarang adalah salahnya? Dasar pria berengsek!

Amarah terasa menggelegak hingga ke dasar leher Sophia. Suaranya bergetar marah saat ia memaki pria itu. "Fuck you, Noah! Jangan pernah lagi menghubungiku!"

Ia lalu memutuskan hubungan dan melempar ponselnya ke atas ranjang. Tangan Sophia yang bergetar mengelus wajahnya yang panas oleh amarah. Pria itu berani menyalahkannya? Sementara hidup Sophia jungkir balik dalam satu malam. Hanya dalam satu malam... semuanya menjadi berantakan.

Malam ketiga itu, ia pergi tidur dengan perasaan yang lebih kacau. Dan seperti biasa, mimpi erotis itu mengganggunya sepanjang malam. Kali ini lebih jelas dari malam-malam yang lalu. Kedua bola mata hitam itu seolah mengungkung Sophia dalam dunianya, ia tersesat dalam bola mata dalam itu sementara pria itu mulai menyusup ke dalam dirinya, memenuhi Sophia hingga ia tak  mampu bernapas.

Saat Sophia terbangun, napasnya tersengal begitu hebat seolah-olah pria itu memenuhinya begitu dalam dan panjang dan lama sehingga ia sesak tak mampu bernapas. Ia menyapu keringat yang memenuhi dahinya dan mengatur napasnya kembali.

"Oh Tuhan..." bisiknya sambil mengusap wajahnya yang panas. Bagaimana Sophia bisa melupakan malam itu jika ingatannya bertekad menyiksanya seperti ini? Setiap malam, ingatan itu menekannya lebih keras sehingga Sophia tidak lagi tahu apakah itu hanya sekadar mimpi erotis, kilasan ingatan atau ingatan itu telah berevolusi dan berkembang dan bertekad menyiksanya lebih lama sehingga ia kebingungan memilih antara ingatannya yang sebenarnya atau ini semua hanya sekadar fantasi kotornya?

Sweet PassionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang