Chapter 5 - Penyihir

32 4 0
                                    

David tidak bisa mengalihkan pandangannnya tatkala melihat Daniel yang sedang menyanyi sendirian sambil memegang deodorant.

Ia berada didepan kamarnya yang setengah terbuka, menenteng sebungkus nasi padang untuk ia berikan pada Daniel seusai ia pulang bekerja.

"Vid? Sejak kapan kamu disitu? Ayo masuk."

Dengan senyumannya, david mengangguk lalu masuk secara perlahan kedalam kamar Daniel.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam, David pulang bekerja pada jam tujuh malam dilanjutkan dengan mampir ke rumah makan untuk membelikan nasi padang untuk Daniel.

"bawa apa lagi sekarang?"

"ini yang terakhir ya Niel, kamu harus makan!"

"udahlah, berhenti ngebujuk aku buat makan. Aku ini nggak selera. Aku cuma pengen minum, selama ini aku baik-baik aja kok tanpa makan."

"baik-baik aja gundulmu!, Abangmu sendiri yang sering gotong kamu pas kamu pingsan waktu ngambil jemuran."

"eh..."

"...."

Daniel merasa aneh? Apa, pingsan? Tidak mungkin itu bisa terjadi. Jika ia pingsan pasti bajunya kotor karena terkena tanah.

Ia ingat, sore tadi emaknya mencuci bajunya yang terdapat noda tanah dibagian lengannya. Jadi ucapan David benar adanya, namun kenapa abangnya tidak pernah membicarakan tentang ini dengannya?

"mau makan atau aku suapin pake sekopnya kuli?"

"iya, tapi dikit aja."

"apa nggak kasihan sama lambungmu itu hah? Berapa hari nggak kemasukan nasi?"

Tanya David dengan kesal, ia membuka perlahan kertas minyak itu dan mulai mencampurkan bumbu rendang diatas nasi panas yang menggugah selera.

Daniel meliriknya karena merasa tergoda oleh aromanya.

"kalo kamu nggak mau biar aku aja yang abisin. Nungguin kamu, bujuk kamu yang keras kepala lama-lama bikin aku laper."

Dengan cepat ia menyendokkan nasi rendang itu kedalam mulutnya, walau daniel sempat tertawa kecil melihat mulut sahabatnya sedang kepanasan.

Daniel mulai mendekat dan duduk, lalu menghampiri David dengan merangkak lalu membuka mulutnya.

"ikan sapu-sapu tuh makannya zooplankton ama ikan kecil, bukan naspad." Ucap David seraya mengunyah nasi dengan susah payah.

"iya, bapakku juga nggak mau ngeliat aku sakit. Soalnya beliau dulu nyuruh aku langsung mati biar nggak bayar biaya rumah sakit mahal-mahal." Ucap Daniel, seraya memperlihatkan senyuman mirisnya. David hanya menghela nafasnya berat.

Ia tidak ingin membahasnya yang berujung pada tangisan sahabatnya, dengan cepat ia menyendokkan naspad itu kedalam mulutnya.

David bersyukur, setidaknya sahabatnya ini mau makan walau hanya tiga sendok karena setelah itu ia menguap dan beralasan ingin tidur cepat.

"yakin nih mau tidur? Masih banyak loh ini?"

"aku kenyang, udah abisin aja. Kamu abis pulang kerja emang nggak laper?" Ucap Daniel seraya berjalan menuju lemarinya untuk mengambilkan alas tidur, selimut dan bantal.

David hanya tersenyum kecil seraya tetap melahap naspad tersebut hingga habis, tak lupa ia habiskan sisa minuman daniel yang tersisa setengah.

Malam ini Daniel ingin sahabatnya menginap dikamarnya, mengingat David besok libur kerja selama seminggu dan berjanji untuk membawanya jalan-jalan.

Tanda Tanya | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang