10.

381 76 2
                                    

Anggi mencuri lirik pada tangannya yang masih digenggam Giandra. Santai, tidak seperti paksaan. Bahkan, di saat Giandra menerima telepon juga, genggaman itu tidak dilepasnya. Anggi ingin tersenyum tapi ditahan. Senang, sudah pasti. Memiliki seseorang di sisinya ketika jalan keluar hanya untuk cari makanan selain Firman adalah impian Anggi sejak lama.

Telepon itu masih aktif sampai lima menit ke depan. Anggi berusaha tidak menguping. Ia yakin itu pekerjaan, Giandra tampak serius. Jadi, Anggi berusaha melepas bosan dengan mengamati kendaraan lalu-lalang di depannya. Iya, mereka memang sudah sampai di dekat Masjid Suciati. Banyak kedai makanan buka. Anggi harap Giandra bisa menyesuaikan makan di pinggir jalan. Tidak berbentuk mewah, tapi mengenyangkan.

"Yang mana?"

Anggi mengerjap. Menoleh ke Giandra yang menjauhkan HP dari telinga.

"Masih telpon?"

Bukannya menjawab, Giandra lebih menjauhkan HP dari kepala. "Kita ke steak itu? Atau mana?"

"Oh." Anggi berpikir cepat, mengamati beberapa kedai makanan di dekatnya. "Kalo pilihanmu itu, oke. Nanti aku beli minuman di sebelahnya, soalnya enak."

"—Tinggal bikin draft. Nanti submit ke saya kelanjutannya."

Reflek Anggi diam. Melipat bibir ke dalam sambil membawa Giandra pergi ke kedai makanan steak pinggir jalan. Kedainya lumayan ramai. Beruntung masih ada sisa satu meja untuknya dan Giandra duduk. Setelah mampir mengambil buku menu, Anggi melewati beberapa meja penuh pembeli sambil mengangguk kata permisi. Banyak dari mereka mencuri pandang pada Anggi dan Giandra yang masih bergandengan tangan. Bisa saja Anggi melepas itu, tapi Giandra sendiri yang mengunci genggaman mereka meski masih sibuk bertelepon.

"Ah ... banyak yang kosong," gumam Anggi setelah duduk dan memeriksa buku menu. Ia mendongak ketika tangannya dilepas oleh Giandra. Cowok itu menunjuk HP di telinga sebagai kode.

Anggi mengangguk. Menulis pesanannya sendiri tanpa minum, lalu membalik posisi buku menu ke Giandra. Konsentrasi lelaki itu terpecah sesaat. Bicara dengan sang asisten bernama Yayuk dan membaca buku menu. Tidak lama untuk Giandra memilih. Dia menunjuk salah satu menu dan Anggi langsung mencatatnya.

"Aku ke sana dulu," ucap Anggi tanpa suara sambil menunjuk-nunjuk arah depan.

Giandra mengangguk ditinggal Anggi begitu saja.

"Mas, dua-duanya well done, ya," pesan Anggi kepada si pembuat steak.

"Oke, Mbak. Tanpa minum semua?" tanya salah satu pelayan yang siap sedia di samping koki.

"Iya. Maaf, boleh bawa minum dari sebelah, 'kan?"

"Oh ... boleh. Pesen aja, nanti biar sekalian tak anterin ke meja."

Senyum sumringah terbit. Anggi sampai malu karena dipuji dengan gumam takjub oleh beberapa waiters di depannya.

"Makasih, ya ...."

"Sama-sama, Mbaknya!"

Pindah ke kedai minuman di sampai kedai steak tadi. Anggi mengantre urutan kedua setelah wanita berambut bronze di depannya. Memesan cremme iced mango best seller yang dulu membuat Anggi bolak-balik ke tempat itu saking cintanya dengan si minuman. Anggi pikir, Giandra perlu mencobanya.

"Antrean selanjutnya!"

Anggi membalas senyum ke wanita di depannya yang menyingkir ke kursi tunggu.

"Cremme iced mango dua atas nama Anggi.

"Extra topping?"

"Em, yang satu extra ice cream vanilla."

"Cremme iced manggo dua yang satu extra ice cream vanilla atas nama Anggi, ada tambahan lagi?"

Heartbreak Anniversary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang