04

467 81 3
                                    

Satu klik pada kolom save document. Anggi menyelesaikan pekerjaannya hari ini dengan baik. Menata barang bawaan ke dalam tote bag Louis Vuitton KW miliknya. Melirik jam mungil di pergelangan, Anggi mendesah. Sudah hampir jam 5 sore. Anggi gagal mendapatkan kue ulang tahun yang kemarin dilihatnya di salah satu toko roti. Kalau Anggi harus ke sana sekarang, dengan perjalanan hampir lima belas menit, bisa-bisa sampai sana Anggi hanya mendapat toko tersebut tutup.

"Nggi, ada big sale besok di mall. Mau belanja, nggak?" tanya Ananta di samping Anggi.

"Baju? Udah kemarin."

"Apa, kek. Pengen banget beli sendal aku tuh."

Anggi terkekeh. "Gajian belum turun, Ta."

"Nanti biar kamu ditombokin dulu sama Mas Firman. Ajak sekalian. Paling juga modal telinga, 'kan?"

Anggi mendelik. Sama-sama terkekeh dengan Ananta yang tahu betul sosok Firman seperti apa. Cukup mendengarkan curhatan lelaki lentik tersebut dengan sabar, lalu imbalannya sangat manis. Dulu, bahkan Anggi sempat ditawari HP baru melihat HP Anggi memang cukup tua. Hanya karena Anggi dengan sabar menampung segala curhat Firman tentang Pak Agus. Iya, satpam perusahaan mereka yang memiliki badan atletis dan awet muda. Karena statusnya duda anak satu, Firman jadi gencar, tapi Pak Agus sendiri masih normal. Perasaan itu bertepuk sebelah tangan dengan Anggi sebagai tong sampah segala kisah Firman.

Anggi mengikuti customer service lainnya yang sudah bersiap meninggalkan meja. Mereka bersama-sama keluar dari lobi. Seperti barisan pramugari dengan seragam perusahaan warna elegan, Anggi jadi yang paling menonjol karena memiliki gingsul ketika tersenyum lebar.

"Eh, aku pernah liat dia!" ucap Silvi menepuk lengan Anggi. "Yang nomernya rusak 'kan, Nggi? Inget nggak?"

Anggi mengikuti arah pandang Silvi ketika mereka bersiap turun anak tangga. Mobil-mobil sudah berkurang. Hanya tinggal tiga dengan salah satunya adalah milik seseorang yang beberapa hari lalu pernah ke sini.

"Nyariin siapa ya, Nggi?"

Mana Anggi tahu? Dirinya menggeleng pelan. Tapi, teman-temannya tidak ada yang pergi menemui Giandra. Terpaksa, harus Anggi yang mendekat ke lelaki itu.

"Nomornya rusak lagi, Ndra?" tanya Anggi dengan senyum.

Lelaki itu ikut tersenyum. Dan bukannya menjawab, dia menyerahkan sebuah bingkisan ke Anggi.

"Apa ini?"

"Aku tadi liat statusmu. Happy belated birthday."

***

Setelah kepergian Ibu, ulang tahun Anggi terasa sepi. Tidak ada lagi yang membuatkan nasi kuning dengan ati ampela yang digoreng garing, dan oseng kering tempe kesukaannya. Ulang tahun kemarin hampa. Bahkan, hanya ingin membeli kue ulang tahun sebagai pengganti nasi kuning Ibu pun Anggi tidak sempat.

Namun, barusan Anggi mendapat bingkisan kecil untuk ulang tahunnya. Ia menatapi bingkisan camilan tersebut di atas pangkuan. Duduk di jok mobil mewah milik Giandra, sebelumnya bahkan Anggi tidak pernah membayangkan hal seperti ini.

"Rumahmu daerah mana?"

Anggi menoleh sedikit. Berpikir sejenak sebelum menjawab, "Denggung. Kamu nggak keberatan anter aku pulang? Jaraknya lumayan."

"It's oke. Kamu sendiri keberatan kalo kita mampir makan?" tanya Giandra balik.

Butuh beberapa saat Anggi bisa memutuskan setelah berpikir cepat. Dirinya baru mengenal Giandra yang merupakan orang asing. Pelanggan dari perusahaannya bekerja. Kenapa bisa antara Anggi dengan Giandra memiliki hubungan lebih dari sekadar customer service dan pelanggannya?

Heartbreak Anniversary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang