3. Pelangi

574 88 14
                                    

Payung tidak akan digenggaman lagi ketika kamu sudah melihat pelangi

Gulf POV

Mobil yang sedang ku kemudi berjalan dengan lambat meninggalkan rumah James. Dia adalah pasien baru dan yang mengejutkan adalah dia merupakan putra dari... Ah tidak. Aku tidak bisa menyebutkan namanya. Aku mencengkeram setir ku kuat seolah aku mencengkram orang itu di tanganku.

Aku tidak mengenangnya lagi, aku juga tidak meratapinya, tapi tiba-tiba dia muncul dan membuatku seperti kembali melihat lukaku yang menganga.

Orang brengsek itu!!

Takdir terlalu main-main. Untuk apa kami kembali bertemu?!

Ini... Ya Tuhan, ini terlalu berat untuk melihat seseorang yang bahkan aku tidak ingin sama sekali melihatnya lagi. Nafasku terus menderu. Jantungku berpacu.

Alih-alih melihatnya, mendengar seseorang menyebut namanya pun rasa darahku seolah mendidih.

Aku pendendam, memang benar. Kebencian yang sehebat ini yang layak ia dapatkan. Meskipun tidak munafik kemarin aku sempat berpikir tentang bagaimana keadaannya saat aku mendengar pasangannya mati. Tapi yang terlihat hari ini dia masih hidup dengan baik.

Aku masih menyesal untuk waktu saat ini. Kenapa hari ini aku harus khawatir pada James dan sangat bersemangat untuk melihatnya? Aku masih menyesali kenapa aku harus pergi ke rumah itu. Mungkin akan lebih baik bagiku untuk tidak tahu James sama sekali.

Entah berapa lama pikiranku melanglang, sampai akhirnya pagar putih yang baru saja aku lewati di depanku membuat sadar ku pulang. Sebuah mobil putih parkir di carport rumahku, mobil milik Ben.

Menarik nafas panjang dan mengatur diriku yang mungkin mencolok berantakan, aku terdiam beberapa saat di dalam mobil. Mendongakkan kepala dan memejamkan mata sambil memeluk diriku sendiri, aku mencoba mengajak diriku kompromi. Hentikan keterkejutan ini segera. Bukankah selama ini aku sudah sangat baik-baik saja?

"Gulf," seseorang memanggil di luar sana. Aku membuka mata dan Ben sedang berjalan ke arah mobilku.

Aku segera menormalkan diriku dan bergegas turun dengan tawa yang lepas. "Astaga, apakah kalian sudah memasak untuk ku?" Aku bertanya dengan suara keras.

Ben terkekeh lalu membuka bagasi mobilnya untuk mencari sesuatu mungkin. "Siapkan telinga mu ya, Kit pasti akan memarahi mu karena Tuan rumah menghilang saat kami tiba di sini,"

"Aduh ibu suri itu," aku bergumam sambil menggosok bagian belakang kepalaku.

"Ayo, semua sudah siap. Kami hanya menunggumu," ajak Ben yang kembali berjalan dengan beberapa kaleng beer di kedua tangannya.

"Oke oke," jawabku terkekeh.

Hari ini kami sengaja berkumpul di rumahku untuk barbeque dan minum beer.

"Ini bintang tamunya!" Ben berseru membuat mata orang-orang disana melihat padaku.

Aku mengangkat kedua tanganku menyerah saat mendapati tatapan membunuh dari Phi Kit. "Aku bisa menjelaskannya. Di luar sana hujan badai kan? Jadi aku terlambat pulang hehe," aku segera membuat alibi.

"Kamu pikir kami melewati lorong bawah tanah jadi terbebas dari hujan badai, hah? Jangan mengelak, kamu pergi lebih dulu setelah jam praktek mu berakhir. Apa kamu diam-diam kencan dengan seseorang?" Celoteh Phi Kit panjang.

Aku mengernyitkan dahi. "Kencan apanya? Aku pergi menemui pasien huh," jawabku kemudian. Aku pastikan Phi Kit akan terkejut kalau dia tahu tentang apa yang aku lihat.

"Kuah tomyum sudah siap, ai Kit!" Phi Tar memarahi Phi Kit membuat Phi kit terlonjak dan bergegas memasukkan aneka sea food ke dalam hot pot.

"Ya ampun, kalian memasak di dalam rumahku??!" aku merengek menyadari aroma masakan menyebar di sekeliling rumah.

BACK TO YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang