Dulu rasamu seperti hujan, deras
Tapi aku lupa, sederasnya hujan dia tetap akan redaHampir sepanjang hari seluruh penjuru kota diguyur air hujan. Meskipun begitu tidak sedikitpun menyurutkan upaya seorang pemuda untuk menjumpai pasangannya di sebuah perpustakaan universitas. Dengan hati-hati pemuda bertubuh tegap berjalan di lorong dengan sebuah payung di tangannya yang baru saja ia pakai untuk melindungi dirinya dari deras hujan. Di letakkannya payung di samping pintu masuk perpustakaan ketika ia telah tiba.
Senyuman masih terlukis di bibir ranumnya. Dia pikir seseorang yang sedang menunggu di dalam sana sangat ingin melihatnya sore ini.
Setelah berjalan masuk, melewati beberapa baris rak buku yang berjajar, tatapannya tertuju pada seseorang yang duduk seorang diri di ruang baca.
Berjalan mengendap, pemuda yang baru saja tiba semakin dekat pada laki-laki yang masih fokus pada buku di mejanya.
"Boo!"
"Eh, Gulf?!" Laki-laki yang duduk mengangkat kepalanya dengan terkejut ketika pemuda itu mengagetkannya.
Pemuda bernama Gulf terkekeh lalu menyeret kursi untuk ia duduk. "Kenapa sangat ingin bertemu, hmm?" Tanya Gulf sambil meletakkan dagu di bahu lawan bicaranya, Mew.
Dengan sedikit menggerakkan bahunya Mew seperti memberi tahu Gulf untuk mengangkat dagu Gulf dari bahunya.
Gulf menghela nafas lalu menarik dirinya menjauh dari Mew. "Oke oke, apa yang kamu inginkan? Kenapa kita bertemu disini? Kamu lupa nomor kamar ku? Atau kamu takut dengan gadis-gadis di kantin fakultas ku?" Seloroh Gulf.
Mew menutup bukunya lalu menatap ke dalam mata pemuda di dekatnya. "Aku pikir disini tempat yang tepat untuk kita bertemu."
"Ya apa? Kenapa di perpustakaan?" Tanya Gulf semakin tidak sabar.
Mew melihat ke sekeliling dimana beberapa orang sedang membaca dan fokus pada layar laptop di meja berbeda.
"Gulf kamu berkata kita tidak boleh menutupi hal apapun, termasuk perasaan yang kita rasakan," ujar Mew.
Gulf mengangkat alisnya setuju, "Uhm, benar. Lalu kenapa?"
"Meskipun itu kenyataan yang pahit," lanjut Mew.
Ekspresi antusias Gulf berubah redup. Ia mulai menatap Mew dengan sorot ragu.
"Benar?" Mew mengkonfirmasi.
"Ya. Benar. Apa?"
"Aku mulai bosan."
Sepasang mata Gulf otomatis membelalak namun ia segera bersikap biasa. "Bosan? Denganku? Kenapa baru sekarang?" Tanya Gulf dengan suara mulai ketus.
Mew menghela nafas kasar. "Entahlah Gulf, sikap mu kekanakan, kamu terlalu egois, kamu emosional. Aku terlalu sering memaklumi, dan sekarang aku sudah lelah."
Mata Gulf memicing menatap pada Mew. "Kamu tahu semua hal buruk tentang ku jauh sebelum kamu memintaku menjadi milik mu lalu sekarang kamu berkata kamu berada di batas maklum mu? Hey, apa kamu sedang mencoba memutar balikkan fakta? Ketika orang-orang bertanya kenapa kami berakhir kamu akan memberi tahu mereka itu semua karena sikapku? Itu tujuan mu?" Ujar Gulf tajam.
Mew mengepalkan kedua tangannya di atas meja. "Perhatikan bicaramu Gulf, jangan membuat keributan. Kita ada di perpustakaan."
"Lalu kamu pikir dengan kamu memintaku bertemu di tempat ini akan membuatku diam begitu?!" Gulf sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tidak meninggikan suara.
Orang-orang mulai melihat ke arah meja Mew dan Gulf dengan tatapan tak suka.
Mew bangkit dari duduknya lalu menarik lengan Gulf untuk membawa Gulf ikut dengannya. Gulf berjalan terhuyung mengikuti langkah Mew yang tergesa pergi meninggalkan perpustakaan.