BAB 2 : Masalah Beruntun

12 4 7
                                    

Tim Aquarius sampai di Zivelnya Land, lokasi yang mereka yakini sebagai tempat terbukanya portal. Hal yang pertama mereka lihat adalah perairan beku dan dataran tinggi yang dipenuhi salju. Hawa dingin berembus menusuk tulang mereka.

Moses melihat Eugene yang terkapar kaku di tumpukkan salju. Sepertinya hanya dia yang terkena dampak dari kereta sihir.

"Hei! Apa kau mabuk perjalanan, Eugene?" Moses mengangkat satu alisnya.

"Aku ingin muntah!" Eugene menutup mulutnya. Lelaki itu pergi agak menjauh dan muntah di belakang pohon pinus.

Ew! Yang lainnya hanya menatap jijik kejadian tersebut.

Moses tak habis pikir dengan kelakuan anggota timnya. Dia mengembuskan napas lelah, lantas minum seteguk air.

"Master, tanahnya kelap-kelip. Keren sekali!" celetuk Verzalynx girang. "Jika dibawa pulang dan dijual, apakah aku bisa kaya?"

Moses menatap Verzalynx dengan tatapan datar. "Ide gila yang tak patut dicoba," katanya seraya memutar bola mata.

Tempat berpijak mereka adalah Papia, pusat Zivelnya Land yang juga wilayah utama aktivitas politik serta ekonomi. Papia terkenal dengan sebutan wilayah paling cantik di Zivelnya Land.

"Kita harus bertemu dengan Tuan Etior Raindale untuk memberi laporan," ujar Moses serius.

Etior Raindale adalah seorang Archimage yang menguasai sekaligus melindungi Zivelnya Land.

"Bisakah kita langsung mencari keberadaan portalnya saja? Ini membuang waktu," sahut Matius tak sabar.

Moses sontak memelototinya.

"Kertas dengan tanda tangan Prof. Lucas harus ditunjukkan pada Tuan Etior agar kita tak dianggap penyusup," kata Moses seraya tersenyum. Jauh di lubuk hati, ia ingin memukul anggotanya yang kurang ajar.

Matius berdecak kesal dan pergi.

Moses tak tinggal diam, ia menarik tangan Matius lalu berkata, "Berhenti di sana, Bocah pembangkang!"

Mereka seketika terdiam. Verzalynx bahkan ternganga karena Moses menyebut Matius dengan panggilan itu. Ia ingin tertawa, tetapi waktunya tidak tepat.

"Maaf, Master, saya berpikiran sempit," kata Matius gugup.

Verzalynx menepuk punggung Matius lalu mengacungkan jempol. "Tidak apa, kesalahan biasa dilakukan oleh orang bodoh," sindirnya.

Keparat nyentrik sialan! batin Matius.

"Astaga, bisakah kalian tak membuatku pusing sekali saja? Lihatlah Rhu! Contoh dia! Dari tadi dia tak membuat masalah dan tetap mendengarkanku," omel Moses yang sudah tak tahan.

"Ah, Master terlalu memuji." Rhu menatap Verzalynx, Matius, dan Eugene. Dia tersenyum miring lalu melanjutkan, "Tentunya hanya para kawanan monyet yang tak pernah diam. Bukan begitu, teman-teman?"

Ketiga lelaki itu memasang wajah kesal. Emosi mereka tersulut setelah mendengar perkataan Rhu. Ditambah wajah rupawan Rhu, suasananya jadi makin menyebalkan.

Sialan, si ganteng kampret cari mati, batin ketiganya.

Moses tersenyum kikuk. Rhu paling pendiam tetapi perkataanya paling nyelekit ya, batinnya.

Lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anggota Tim Aquarius.

***

"Jadi, apa yang kalian mau?" tanya Tuan Etior pada Tim Aquarius.

Mereka berada di ruangan dengan gaya klasik yang memiliki wewangian lavender di seluruh penjurunya. Di depan mereka, terdapat seorang pria yang duduk dengan tumpukan kertas berserakan. Lantai, meja, lemari, semuanya penuh kertas.

The Guardian of AquariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang