BAB 7 : Predator!

9 2 0
                                    

Verzalynx menendang bebatuan kecil yang mengadang jalan. Ia menggerutu kesal atas tragedi yang telah menimpa. Lelaki itu menghela napas bosan.

Sudah cukup lama mereka mengitari wilayah Windastral Forest. Sampai kapan kakinya harus bergerak? Sebelumnya, Matius memberi saran untuk mengikuti aliran sungai berwarna biru keunguan yang mereka temui. Namun, siapa yang tahu ujung dari sungai tersebut?

Mereka tak bisa membuang waktu untuk melakukan hal yang tak membuahkan hasil.

"Sampai kapan kita akan terus berjalan? Kakiku rasanya mau copot," keluh Verzalynx. Lelaki itu mengusap keringat yang membanjiri pelipisnya.

Matius menoleh dan berkomentar, "Jika kakimu mau copot, kau hanya perlu mencopotnya. Mudah, kan?"

Perkataan itu dibalas tatapan sinis oleh Verzalynx. Padahal kan ia hanya mengatakan perumpamaan, bukan ingin mencopot kakinya.

"Otakmu sempit." Verzalynx mengumpat kesal. "Ayo, kita harus cepat menemukan Sir Moses! Tanpanya aku merasa sengsara. Sir Moses sudah kuanggap sebagai ayah," sambungnya.

"Seperti induk ayam?" Matius mengangkat satu alisnya. Memang benar, Moses satu-satunya yang paling sabar dalam menghadapi sikap kurang ajar Tim Aquarius.

Verzalynx menoleh lantas mengoreksi, "Induk monyet!"

"Kau mengakui bahwa dirimu seperti monyet? Dasar aneh," hardik Matius dengan ekspresi menahan jijik.

Verzalynx menganga syok setelah mendengar perkataan lelaki itu. Benar, mengapa ia mengakuinya? Dasar bodoh!

Lelaki itu tiada henti merutuki kesalahan yang telah diperbuatnya.

***

"Hei, Rhu. Apa aku perlu meminta bantuan Bell untuk mengetahui keadaan yang lain?" Eugene bertanya pada Rhu yang sedang bersender di bantalan empuk milik Jesy.

Lelaki itu khawatir, tetapi di sisi lain ia senang dan merasa tenang tanpa kehadiran para pengacau.

"Tunggu sebentar, aku masih ingin menghirup napas," jawab Rhu seraya memejamkan mata santai.

Eugene menggembungkan pipinya kesal. Lelaki itu meraih ranting dan melemparkannya tepat ke wajah Rhu.

"Dasar bodoh! Jika kau bersantai dan tidur, bisa saja saat kau membuka mata, mereka dilahap monster domba raksasa!" teriak Eugene tak sabar.

Rhu menutup telinga, merasa kebisingan. Lelaki itu mengacak-acak rambutnya frustrasi. Ia menatap Eugene dengan tatapan kesal setengah mati.

"Memangnya sejak kapan di sini ada monster domba?" Rhu bertanya dan bangkit dari posisi awal.

Ia berjalan ke arah Eugene, merenggangkan beberapa sendi tubuhnya yang pegal. Kepala ia miringkan dengan senyum tipis terukir. "Kurasa pikiranmu kacau karena terlalu sering mabuk," lanjutnya.

"Kau lupa? Dimensi yang kita masuki ini dipenuhi monster-monster yang tak kita ketahui. Apalagi kita terdampar di hutan misterius yang menyeramkan," peringat Eugene dengan wajah serius.

Rhu tertawa renyah. Ia tersenyum miring dan menyentil pelipis lelaki di hadapannya. "Huh? Jika ada bahaya, pasti Jesy akan membisikannya padaku," katanya meremehkan.

Tanpa Rhu sadari, ada hawa hitam pekat yang menjulur dari pepohonan di belakangnya. Membentuk sebuah bayangan besar layaknya makhluk berbahaya.

"Dan monster ..., kurasa tidak ada di sini. Kau lucu. Apa yang kau khawatirkan? Selama ada Jesy, kita bisa mengetahui kedatangan makhluk berbahaya," kata Rhu percaya diri.

The Guardian of AquariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang