14. Ayis Menerima

398 72 2
                                    

Di sebuah sore yang teduh, Aelrish duduk di sofa dengan gelisah. Ia tahu bahwa pertemuan keluarga ini bukanlah kumpul-kumpul biasa. Marcus duduk di sebelahnya, mencoba memberikan senyuman menenangkan, meski hatinya sendiri pun sedikit gugup.

Aelrish menatap kedua orang tuanya dengan mata melebar, lalu melihat ke arah Marcus yang tampak mencoba tersenyum menenangkannya. Namun, Aelrish tetap saja bingung.

"Jadi, iya?" tanya si Cadel dengan alisnya yang terangkat satu. Semua orang di ruang tamu itu hanya terdiam, kemudian Aelrish bertanya lagi, "tenapa hayus Methwus?"

"Karena pernjanjian itu memang dibuat sama Kakek Marcus dan Kakek kamu, Sayang." Sang ayah pun angkat bicara, ia juga merasa bersalah membohongi anak manis semata wayangnya itu.

"Ayis sudah menganggap Mas sebagai kakak Ayis sendili, Ayis nda bisa bayangkan kalau kita menikah." Aelrish mendesah frustasi.

Walaupun sudah sempat mendapatkan spoiler. Tapi, karena ini diklarifikasi dan itu benar. Menjadikan Aelrish terkejut tentu saja.

"Tidak apa-apa, Nak. Kami akan menjalankan pernjanjian itu kalau kamu dan nak Marcus setuju, tapi kalau kamu sendiri tidak mau, ayah tidak mau memaksa. Ayah ingin kamu bahagia."

Aelrish mulai memutar otaknya, tetapi percuma saja. Dia sendiri bingung dengan keadaan yang mendadak seperti ini. Tahu begitu tidak ia tanya pada Marcus tadi. Mau langsung menolak juga Aelrish tidak enak. Kakek Marcus telah berjasa sekali pada Kakeknya. Kedua Kakek itu membangun perusahaan bersama benar-benar dari nol, bersahabat dari dahulu hingga maut memisahkan mereka pun bersama.

Hingga kecelakaan itu terjadi dan berakhir menjemput ajal keduanya, kebetulan kala itu Aelrish juga baru lahir. Sehingga, membuat Kakeknya ingin sekali membalas jasa Kakek Marcus secepatnya.

Kelak, tolong satukan dalam satu rumah tangga cucuku dengan cucu sahabatku.”

Bocah cadel itu menghela nafas, melirik ayahnya yang memandangnya penuh harap, "kapan?"

"Apanya, Ayis?" tanya satu-satunya pemuda berkacamata, ia memandang penuh harap pada pujaan hatinya itu.

"Pelnikahan itu akan dijalankan," sahut Aelrish.

"Kapanpun kamu siap. Tapi, ayah harap kamu mau fokus menyelesaikan pendidikan kamu dulu."

Percakapan yang cukup panjang di sore itu akhirnya tuntas, dengan bocah cadel kita yang menerima perjodohan itu. Entahlah, ia sendiri tidak tahu alasannya. Apa Aelrish menaruh rasa pada Marcus itu?

Kini tersisa Marcus dan Aelrish yang berada di ruang tamu. Ayah dan Ibu Aelrish sudah kembali pada aktivitas masing-masingnya.

Setelah memastikan hanya tinggal mereka. Marcus juga ingin memastikan sesuatu, "Ayis? Kamu serius?"

"Hng, bisakah kita menjalani cinta kecil-kecilan dulu? Aku nda mau langsung menikah dengan kamu, aku nda sebaik itu." Aelrish berucap lirih sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Marcus mengangguk pelan. Rasanya dia mengerti kebingungan Aelrish. Dia juga tidak ingin memaksakan perasaan itu. Yang penting, mereka saling mengerti dan mendukung. "I know you, Aelrish—ie. But, let's get through it together."

Aelrish berdecak sembari memukul pelan lengan pemuda berkacamata itu, "jangan bahasa inggyis!"

Marcus tertawa, melihat Aelrish yang berusaha keras menghilangkan cadelnya.

"Astaga, makanya kalau ada mapel bahasa Inggris jangan di-skip." Aelrish tidak mendengarkan itu, ia sibuk memainkan jari Marcus, mengaitkannya dengan jari mungil miliknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

bocah cadel; remake.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang