11. Rahasia Asa

69 12 0
                                    

Disinilah Zion, Rehan dan Hana berkumpul, didepan ruang oprasi Juna. Jika bisa mempersingkat waktu, Zion rasanya ingin sekali mempercepat proses operasi.

Satu jam sudah mereka lewati hanya untuk menunggu pintu ruangan itu terbuka, dan berharap mendapat kabar baik yang dilontarkan oleh tim dokter.

Jam dinding menunjukkan pukul 21.07 Wib, mereka masih menunggu dengan harap-harap cemas. Zion masih setia memejamkan matanya, menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada, dalam hatinya terus merapalkan berbagai do'a untuk kelancaran operasi Juna.

Tak lama kemudian, pintu ruangan itu akhirnya terbuka tepat di jam 22.00 Wib. Seorang dokter Berpakaian hijau itu keluar dari ruangan dengan wajah yang terlihat serius.

"Gimana adik saya, Dok?" tanya Zion cemas.

"Operasi pasien berjalan dengan cukup baik. Namun, dikarenakan imunnya yang terbilang lemah, saat ini pasien dalam keadaan koma. Perlu waktu untuk pasien siuman."

"Koma? Tapi, gak ada masalah serius kan? Maksudnya, adik saya masih bisa pulih kan?"

"Bisa, berdo'a saja semoga pasien bisa segera melewati masa koma nya."

Zion akhirnya menghela napas lega, setidaknya ia masih bisa berharap adiknya hidup lebih lama. Walaupun beberapa dokter yang pernah ia konsultasikan, mengatakan bahwa seseorang yang mengidap HIV hanya bisa bertahan hidup 3 tahun setelah diagnosa.

Bankar Juna segera dipindahkan keruang radiologi terlebih dahulu, sedangkan Zion, Hana dan Rehan diminta menunggu diruangan lain.

°•°•°•°•°

"Abang tadi ketemu Bunda ya?"

Zion menoleh, menatap lesu wajah Hana di sampingnya. Dirinya masih lemas mendengar bahwa Juna dalam keadaan koma sekarang.

"Iya," singkat Zion.

"Gimana keadaan Bunda?"

"Um, lumayan membaik. Tapi, masih belum ingat siapa Abang. Bahkan pas Bang Ji dateng, Bunda nanya ini Zion? Huft..."

Hana mengusap pundak Zion, lalu tersenyum hangat padanya.

"Sabar Bang, semua ini pasti bakal cepet berlalu. Hana yakin suatu saat kita bisa kumpul bareng dalam keadaan yang jauh lebih baik lagi."

Ucapan Hana hanya dibalas anggukan oleh Zion. Saat itu juga, Zion berdiri dari duduknya, lalu berjalan keluar ruangan yang entah ingin pergi kemana.

Langkah kakinya terasa lunglai, kepalanya terasa berat untuk saat ini. Sampai akhirnya ia memilih pergi ke toilet rumah sakit. Berjalan menuju washtafel, sekedar mencuci wajahnya yang terlihat sedikit pucat dan berantakan. Setelahnya, ia hanya berdiri didepan cermin washtafel, menatap wajahnya yang menyedihkan. Zion bukan orang yang selemah ini bagi dirinya sendiri. Tapi, semua hal yang belakangan ini terjadi membuatnya sedikit lebih tertekan dari biasanya.

Jujur saja, setegar apapun Zion, dia juga manusia biasa yang bisa merasakan lelah mental dan fisik.

Jemarinya meremat kuat tepi washtafel hingga kuku-kukunya memutih. Menghela napas panjang beberapa kali, sekedar menetralkan emosinya yang begitu kacau seharian.

Jika orang lain selalu memiliki Orang-orang yang bisa berbagi keluh kesah, maka berbeda dengan Zion yang hanya memiliki dirinya sendiri untuk bertahan ditengah banyaknya tekanan. Zion hanya memiliki dirinya sendiri untuk sekedar memberi kata-kata penyemangat.

"Zion, lo gak boleh lemah kayak gini. Adik-adik butuh lo sekarang!" lirih Zion yang terdengar sedikit gemetar.

"Ayok bangkit, jangan lemah! Kalo bukan lo, siapa lagi yang bisa mereka andelin?"

Zion menarik napas dalam lalu menghembuskan nya perlahan hingga rongga dadanya yang sedari tadi terasa sesak kini terasa lebih tenang.

"Bang!" panggil seseorang dari luar toilet.

Zion cepat-cepat mengusap wajahnya dengan tisu kering dan sedikit merapikan rambutnya yang terlihat berantakan.

"Lo disini?" tanya Rehan yang tiba-tiba muncul di hadapan Zion. Rehan mengangkat sebelah alisnya sembari tertawa remeh.

"Gak usah sok kuat kalo aslinya lo butuh temen. Gue bisa kok jadi temen lo juga, tapi itupun kalo lo mau ya."

Mendengar ucapan Rehan yang terdengar main-main itu, Zion hanya terkekeh pelan lalu menepuk pundak Rehan.

"Gue gapapa."

•°•°•°•°•

Di taman belakang asrama, malam ini Asa tengah duduk dikursi taman, menempelkan ponselnya didekat telinga. Saat ini ia tengah berbincang, atau lebih tepatnya berdebat dengan seseorang lewat panggilan telpon. Beberapa kali Ada terlihat kesal, terdengar dari nada bicaranya yang terkadang meninggi.

"Nando mo iimashitaga, karera no kazoku no mondai ni kashou shinaide kudasai!" (Sudah aku bilang, jangan ikut campur tentang keluarga mereka!) ucap seseorang dari seberanh telpon Asa.

"Nande? Tada anata no machigai o tadashitai dakena nodesu! Anata wa watashi ni kansha shite iru hazudesu, onīsan wa damedayo!" (Kenapa? Aku hanya ingin memperbaiki kesalahanmu! Kamu harusnya berterima kasih, Kakak tidak berguna!)

Asa menutup sambungan telpon itu setelah menjawab dengan ketus. Sudah cukup, kalau obrolan ini terus dilanjutkan sepertinya hipertensi Asa akan kambuh saat ini juga.

"Gimana kalo Juna gak selamat?" lirih Asa dengan sangat gusar. Hingga kepalanya terasa berdenyut nyeri. Sepertinya Asa membutuhkan kafein saat ini.

"Sa, ngapain malem-malem ke taman belakang sendirian?"

"NANI O―" Seketika Asa menghentikan ucapannya, sadar kalau dirinya kelepasan bicara menggunakan bahasa Jepang.

"Oh Juan hahah, gue cuma pengen sendiri aja."

"Lo gak takut, Sa?"

"Takut apa? Hantu? Hahah, Hantu juga dulunya manusia, karna dia sekarang udah beda alam aja, jadi ya gak takut."

Juanda memutuskan untuk duduk di sebelah Asa. Menyuguhkan kopi hangat yang ia bawa menggunakan 2 cup papper glass.

"Malem-malem enaknya ngopi, bukannya overthinking mulu. Hidup dibikin santai aja biar gak gila," ujar Juanda.

"Bulan depan kan kita kelulusan setelah ujian. Lo mau lanjut kemana Juan? Gue masih bingung mau balik ke Jepang dan kuliah disana atau tetep disini."

"Gue? Udah fix sih masuk akademi militer. Itu cita-cita gue dari kecil. Kalo lo mau deket sama keluarga, saran gue mending lo balik aja ke Tokyo, disana juga banyak universitas bagus kan."

Asa menghela napas berat dengan kepala menengadah keatas langit gelap yang dihiasi oleh cahaya rembulan.

"Gue masih punya tujuan disini. Pengen dapetin Hana."

Ukhuk ukhuk!

Seketika Juan terdesak oleh kopi yang barusan ia tenggak hingga setengah, ia berakhir memukuli dadanya akibat cairan kopi yang salah masuk saluran pencernaan.

"Lo? Suka sama Hana?"

Sedangkan yang ditanya oleh Juanda hanya mengangguk penuh percaya diri.

"Gue, jatuh cinta sama Hana dari awal kita ketemu."




TO BE CONTINUE

(Bab ini berhasil diselesaikan dengan 1007 kata)

KALANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang