Akhirnya hari itu tiba, malam nanti akan diselenggarakan pertunangan Hana dengan Juanda. Pagi ini Zion pergi ke rumah kosong itu lagi, ia berniat untuk menjemput Hana untuk pulang agar mempersiapkan diri untuk acara pertunangan yang akan dilakukan secara tertutup, hanya kedua belah pihak keluarga saja yang akan datang.
"Asa, aku minta maaf."
Pemuda itu seakan tidak menerima kalimat apapun lagi yang Hana ucapkan. Hatinya tidak rela Hana pergi darinya. Ia masih ingin bersama Hana, merengkuh gadis itu dalam dekapannya ketika melihat wajahnya yang murung, sama seperti saat ini.
Hana berusaha melepas genggaman tangan Asa yang semakin mengerat dipergelangan tangannya.
"Ayo ikut aku, aku akan bawa kamu ke Jepang, pergi dari sini dan bebas dari Zion."
"Gak bisa, Sa. Abang gak pernah main-main dengan ucapannya, aku gak mau kamu celaka."
"Udah ya, hubungan kita sampe sini aja. Jangan maksain sesuatu yang memang gak akan pernah bisa kita jalanin."
Asa mendesis kesal, bagaimanapun ia akan memperjuangkan Hana sebagaimana mestinya. Ia tidak mau menyerah seperti pengecut.
"Gak akan. Aku gak akan biarin kamu jatuh ke tangan orang lain. Aku gak akan rela, sampai kapanpun."
Tiba saatnya ketika mereka berdua mendengar suara decitan pintu yang terbuka, mereka mendapati Zion yang hendak memasuki rumah tua ini.
"Lepas tangan Hana. Dan jangan pernah kembali pada Hana."
Mendekar kecaman itu dari Zion, Asa justru terkekeh pelan dengan menggelengkan kepalanya seakan menantang Zion.
"Oh kita akhirnya ketemu lagi ya Kak. Tadinya aku mau mau minta maaf aja perihal kesalahan yang pernah Kakakku lakukan pada Juna. Tapi kali ini aku ingin membongkar sesuatu. Yang sebenarnya terjadi 4 tahun lalu itu, berawal dari Jaeden, adikmu sendiri. Jangan tertipu dengan wajah bertopeng dua milik Jaeden. Entah kau bodoh atau apa, sampai tidak menyadari kalau Jaeden sebenarnya sangat membenci Juna. Dia melakukan segala cara agar Juna pergi dari dunianya."
"Awalnya, Jaeden yang meminta Kak Yoshi untuk membully dan melecehkan Juna lalu menyuntikkan suntikkan bekas pasien HIV. Kenapa tidak terdapat zat narkotika ditubuh Juna? Karena memang Yoshi tidak memberikan obat-obatan apapun ketubuh Juna. Hanya menyuntikkan bekas jarum yang terkontaminasi HIV."
"Membunuh Juna perlahan-lahan adalah tujuan Jaeden. Kakak ku hanyalah salah satu perantaranya."
"Jaeden iri dengan Juna yang selalu kamu bangga-banggakan."
Tubuh Zion saat ini membeku di tempat, mengulum bibirnya yang terasa kering. Ia masih berusaha mencerna ucapan Asa tentang fakta itu. Hatinya terus bertanya-tanya, apakah Jaeden memang melakukan hal itu?
Zion melangkah maju menyingkirkan tubuh Hana kesamping hingga sedikit tersungkur ke lantai kotor itu. Dengan sigap tanggan Zion mencengkram kerah baju Asa seperti siap untuk meninju wajah Asa kapan saja ia inginkan.
"Tidak perlu mengarang cerita! Jaeden tidak mungkin melakukan hal sejahat itu pada saudara kandungnya sendiri."
Sedangkan Hana yang terdiam ditempatnya pun ikut berfikir, sepertinya ia teringat sesuatu ketika saat itu ia melihat Jaeden mencampurkan obat penambahan darah ke air minum Juna hingga membuat tekanan darah Juna meningkat, dan membuat Juna harus opname karena detak jantung nya memompa jauh dari kata normal bahkan Juna sampai mengalami kejang-kejang disekolah.
"Bener apa yang Asa bilang, Bang. Jaeden itu jahat!"
Zion mengernyitkan dahinya tak percaya dengan apa yang ia dengan barusan.
"Kamu belain Asa? Kamu mau Abang tembak kepalanya sekarang juga?" gertak Zion dengan wajah yang memerah padam.
"Bener, Bang. Beberapa kali Hana sempet pergokin Jaeden berusaha bikin Juna celaka. Hana berani sumpah."
"Ada bukti untuk pernyataan itu?"
Seketika Hana terdiam membisu, memang is mengakui kalau dirinya tak memiliki satu pun bukti yang bisa ia tunjukkan pada Zion.
Segera, Zion meraih tangan Hana untuk ia genggam yang lebih mengacu pada kata mencengkram pergelangan tangan mungil itu. Tak peduli Hana akan merasakan sakitnya kuku Zion yang menancap tajam di kulit halus Hana.
Sebelum Zion membawa pergi Hana, Asa lebih dulu menarik tangan Hana, membawanya berlari keluar dari rumah kosong itu. Membuat Hana sedikit terseret-seret tersandung bebatuan yang melukai kulit kakinya yang gak memakai alas kaki.
Mereka berdua tak berhenti berlari dari kejaran Zion. Menyusuri pemukiman warga untuk segera menemukan jalan raya agar mereka bisa segera menaiki angkutan umum mana saja yang melintas.
Hingga mereka tak menyadari Zion kini tengah fokus menarik pelatuk timah panas yang ia genggam.
Dorr!
Asa berhenti sejenak merasakan perih dibagian betis kakinya yang sudah mengeluarkan darah, mengalir deras hingga membuat Hana meringis ngilu.
"Kamu gak papa, Sa?"
"Sst... Sakit banget, tapi gapapa ayok kita lari sebentar lagi ketemu jalan raya."
Kaki Asa ia paksakan untuk berlari walaupun dalam keadaan yang terseok-seok. Nyeri sekali rasanya, namun berusaha ia tahan demi Hana.
"Asa, kalo gak kuat berenti aja!" pekik Hana.
Asa menoleh sebentar menengok Hana dibelakangnya sembari terus berlari. Namun, belum sempat Asa membalas ucapan Hana, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju menabrak tubuh Asa hingga terpelanting jauh dan lepas dari genggaman Hana.
"ASAAAA!"
Tubuh Hana seakan melayang ketika melihat kejadian yang tak terduga sepersekian detik, yang bahkan dalam sekejap mata saja Hana sudah menyaksikan tubuh Asa yang terseret badan mobil.
Kepalanya pening melihat banyaknya darah yang menggenang disekujur tubuh Asa. Ia terduduk lemas, tubuhnya gemetar, tanpa adanya air mata yang dapat mengalir dari kelopak matanya. Hana terlampau syok mendapati kejadian mengenaskan ini.
Semua warga datang mengerubuni tubuh Asa yang terkapar penuh darah, seakan sebuah tontonan yang membuat mereka penasaran.
Hana menatap jemari tangan yang sejak tadi Asa genggam dengan sangat erat, yang terlepas begitu saja tanpa izinnya. Hingga semuanya menjadi gelap, dan Hana menutup matanya tak sadarkan diri.
°•°•°•°•°
Sekarang Zion sedang ada di rumah sakit, menemani Hana yang masih terbaring lemah dibankar rumah sakit. Dan membawa Asa juga kerumah sakit yang sama, saat ini Asa tengah dalam keadaan koma, kepalanya sempat membentur pembatas jalan dan mengakibatkan gegar otak.
"Asaa...Asa..."
Suara lirih itu dapat Zion dengar dengan jelas. Ia melihat raut wajah Hana yang mengerut gelisah, dengan keringat dinginyang mengucur deras diwajahnya.
"Hana," bisik Zion pelan di samping telinga Hana agar gadis itu mau membuka matanya.
"Asa! Asa!" pekik gadis itu yang tiba-tiba terduduk dalam keadaan histeris.
Zion memeluk erat tubuh Hana, mengusap punggung rapuh itu kedalam pelukannya yang hangat. Zion paham, Hana pasti sangat terpukul melihat kejadian maut tadi pagi.
"Sttt, tenang Bang Ji ada disini. Jangan takut."
"Asa... Dimana Asa?" lirih Hana dalam dekapan tubuh bidang Kakaknya.
"Tenang, Asa disini. Nanti kita temui dia diruangannya."
Sedangkan disebelah Zion juga terdapat seseorang tengah berdiri di samping nya. Pemuda itu adalah Juanda, sejak tadi ia menatap iba pada Hana. Tetapi, ada sedikit hal yang membuat hati Juanda berdesir nyeri, melihat fakta bahwa seseorang yang Hana cintai hanyalah Asa. Juanda rasanya tidak akan tega mengambil Hana dari orang yang paling Hana cintai.
•
•
•
•
TO BE CONTINUE(Bab ini berhasil diselesaikan dengan 1090 kata)
KAMU SEDANG MEMBACA
KALANTARA
FanfictionMenunda sesuatu dengan alasan belum menemukan waktu yang tepat, terkadang membuahkan hasil yang baik. Namun, tak ada yang tau kapan waktu yang dinantikan itu telah habis masa nya, tergantikan sebuah angan yang hanya akan menjadi penyesalan. "Apa la...