" Lia, aku dan hujan tidak jauh berbeda"
" Kenapa?
"Karena hadirku hanya sekedar perantara agar bisa bertemu pelangi"
"Bukankah, banyak orang yang suka hujan?"
Begitu polos wajah kekasih hatinya itu bertanya. Wira kembali menatap sendu jalanan kota...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak semua mendung menjadi pertanda datangnya hujan. Terkadang ia hanya melintas untuk menunjukkan warna gelapnya.
"Mahawira Mahesa"
*****
Sejak lahir sampai berumur lima belas tahun, Wira dititipkan di rumah Ovino. Wira adalah anak yang tak pernah diterima kehadiran nya oleh Satria. Satria sangat membenci Wira putranya tersebut. Kehadiran Wira dalam keluarga nya, dia anggap sebagai penghalang ambisi nya untuk menjadi pewaris kekayaan keluarga Mahesa.
Dengan alasan kesibukan yang padat, Catherina dengan berat hati merelakan Wira untuk diasuh sementara oleh sang kakek. Catherina tidak pernah tahu apa yang telah di lalui oleh anak itu. Mengingat dirinya hanyalah seorang istri yang takut dengan amarah sang suami jika sekali saja dirinya tak selaras dengan keinginan Satria. Semenjak Wira dititipkan di sana, Tak pernah sekali saja Catherina menjenguk putranya yang malang. Ia selalu saja di jegal oleh Satria apabila ingin mengunjungi Wira di rumah Ovino.
Bukan hanya itu, Wira juga kerap kali ditinggal sang kakek karena kesibukan yang juga menuntut Ovino harus bepergian keluar kota selama beberapa bulan. Hanya ART Ovino lah yang menjadi saksi hidup kekejaman Satria terhadap Wira. Lelaki itu memang sering kali melampiaskan kekesalannya kepada anak malang itu.
"Akhg!! Ssshhhh!!" Wira merasakan sakit di bagian dada yang sangat luar biasa, "Akhg!! Sakit ba_nget!!" Wira mengerang kesakitan mencengkeram baju bagian dada sebelah kirinya.
"Mas Wira," seseorang dari belakang menepuk pundaknya perlahan, membuat Wira mendongak dan menghentikan erangannya.
"Kenapa ujan-ujanan diluar Mas. Ayo masuk."
"Eh, mang Kamal dari mana?"
"Oh. Mamang tadi keluar beli bakso Mas, tapi udah habis. Jadi mamang ganti beli gorengan."
"Kayaknya enak nih gorengannya. Wira minta satu ya Mang," Wira menyerobot sepotong gorengan yang terbungkus plastik putih.
"Eh bukannya Mas__" belum selesai Kamal dengan ucapannya, gorengan tersebut sudah berpindah ke dalam mulut Wira.
"Gapapa mang, sekali-kali kok," ucap Wira yang masih asik dengan aktivitas mengunyah gorengan di. Mulutnya.
Kamal menggaruk kepala bingung, ia tampak aneh dengan gelagat tua mudanya yang terlihat berbeda. Tatapan mata Wira kali ini terlihat sendu. Tak seperti mata Wira yang sebelum-sebelumnya terlihat teduh dan hangat ketika dipandang.