"Tidur aja kalo udah ngantuk"ucap Ian saat mereka baru saja masuk ke dalam mobil, Ian memasangkan sabuk pengaman Rosé, memberi kecupan singkat di bibir Rosé juga.
Ian mengusap-usap kepala Rosé lembut.
"Tidur ya... Mata kamu udah berat banget"ucap Ian lembut, Rosé tak membalasnya, ia memejamkan matanya. Membuat Ian tersenyum.
Lalu Ian melajukan mobilnya, sampai tak terasa mereka sudah sampai di Apartement Ian setelah beberapa menit. Memang tak terlalu jauh dari Apartement Ian.
Ian tak tega membangunkan Rosé. Jadi Ian menggendong Rosé ala bridal style sampai ke kamar, Ian melepas sepatu Rosé. Dia juga melepas make up Rosé, Ian sudah tau apa-apa saja untuk melepas make up itu karena ia sering melihatnya.
Kemudian ia ikut berbaring disebelah Rosé setelah membuka bajunya, Ian memang tak pernah bisa tidur menggunakan baju, ia selalu melepasnya.
Ian sudah membawa Rosé ke dalam dekapannya, ia mengusap lembut wajah Rosé. Sebelum ia tidur, Ian masih menatap lekat wajah kekasihnya itu.
"Gue brengsek banget... Tapi lo gak boleh pergi, ya"ucap Ian, kemudian ia memperbaiki posisinya lagi, dan ikut tertidur.
*****
Rosé tak tau harus merasa seperti apa sekarang, dia merasa senang, tapi juga merasa was-was. Karena setiap kali Ian kembali bersikap manis seperti dulu, dia akan memberikan luka yang lebih dalam lagi. Jadi Rosé tak ingin merasa terlalu bahagia dulu.
Walaupun tak bisa ia pungkiri, dia sangat merindukan sifat Ian yang sekarang.
"Sayang? Mark siapa?"tanya Ian tiba-tiba, membuat Rosé seketika mematung untuk beberapa saat, lalu ia mencoba untuk sebiasa mungkin
"Oh itu, temen kelas aku. Kemarin ada tugas, satu kelompok isinya dua orang. Kebetulan dosen bikin aku sekelompok sama dia"ucap Rosé.
"Emang di kasih tugas apa? Kayanya sampe udah deket banget sampe nanyain kamu masuk apa enggak hari ini"ucap Ian mulai dengan sifat posesif nya.
"Tugasnya ke lapangan langsung. Itu mungkin nanyain soal tugas, makanya nanya masuk apa enggak"ucap Rosé
"Emangnya gak bisa ditanya pas udah masuk nanti?"
"Ian... Dia cuma mastiin, soalnya tugasnya di kumpul nanti"ucap Rosé.
"Ngapain aja tugas di lapangan?"
"Kita cari pasien"
"Berduaan dong kemarin cari pasiennya"ucap Ian. Rosé menganggukkan kepalanya.
"Baik gak dia?"
"Iya, baik banget"ucap Rosé karena sontak mengingat saat ia menangis karena disakiti Ian, dan Mark ada di sampingnya. Rosé tak tau mengapa ia seberani itu menjawab pertanyaan Ian. Rosé merasa ia tak peduli, Mark memang baik, dan dia tak bisa untuk terus menahan diri, membatasi dirinya berteman pada seseorang yang benar-benar ada untuknya.
"Oh, baik nya pake banget, ya"ucap Ian dengan nada suara yang sudah tak bersahabat. Rosé dengan berani menganggukkan kepalanya.
"Udah mulai ya..."
"Ian, kamu kenapa sih"
"Kamu ngerti lah, aku udah bilang dari dulu, aku gak suka kamu terlalu deket sama temen laki-laki sekelas kamu, atau pun laki-laki lain"
"Kamu punya temen perempuan banyak aja aku gak sampe segitunya"ucap Rosé
"Kamu mau balas dendam sama aku dengan punya temen laki-laki juga?"ucap Ian, Rosé menghela nafas lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Be Ur 911 Anymore [End]✅
Fanfiction"What If" Dari cerita DENIAL Fyi DENIAL is not published yet.