。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。

950 151 7
                                    

Sudah dua hari sejak kejadian itu, Rosé dan Ian belum bertemu sejak kejadian itu. Rosé sengaja menghindar, dan Ian juga tak terlalu ber effort banyak untuk menemui Rosé.

Ia hanya menghubungi Rosé lewat ponsel saja, yang dimana Rosé tentu saja dengan mudah mengabaikannya. Rosé banyak menangis dua hari ini, setiap malam ia selalu teringat masa-masa dimana Ian sangat mencintai nya, dimana Rosé adalah dunia Ian, ia benar-benar tak bisa hidup tanpa Rosé, dan selalu ingin menjadi seseorang yang melakukan apa saja untuk Rosé.

Mencoba mengakhiri atau melupakan itu semua tak mudah bagi Rosé. Rosé memang tak mempunyai banyak mantan, hanya ada tiga. Itu pun cinta-cintaan saat masa SMA. Masuk kuliah, dia tak pernah dan memang tak terlalu minat untuk memiliki hubungan, sampai ia bertemu dengan Ian yang merobohkan prinsipnya.

Sebenarnya Rosé ingin sekali mengungkapkan kegundahan hatinya selama ini, banyak bukti yang bisa ia tunjukkan pada Ian. Tapi Rosé menahan dirinya karena tak ingin menghancurkan hubungan mereka, Rosé takut Ian akan benar-benar pergi.

Ya, katakan Rosé bodoh. Rosé tak peduli, ia juga sudah sering mendengar hal itu dari satu-satunya sahabat nya, yaitu Lisa. Hanya Lisa lah yang mengetahui hubungan bermasalah Rosé. Mengingat Lisa, Rosé menjadi merindukan anak itu, mereka memang beda jurusan, Lisa mengambil jurusan manajemen.

Mereka sudah jarang bertemu karena memang sedang sama-sama sibuk.

Rosé selalu berpikir, Ian mungkin bisa menjalani hidupnya dengan baik tanpa dirinya, tapi ia tak akan bisa melakukan itu. Membayangkannya saja, Rosé tak bisa, ya, walaupun... Rosé belum mencobanya.

Bohong jika Rosé mengatakan tak merindukan Ian, bahkan saat Ian sudah jelas-jelas menyakitinya, ia masih merindukan pria itu, walaupun ia menghindari pesan dan panggilan dari Ian.

Oh ya, karena tugas kelompok, dan kejadian di supermarket kemarin, Rosé menjadi mempunyai teman laki-laki. Menurutnya Mark baik, jadi ia tak seharusnya harus membatasi dirinya berteman dengan Mark.

Saat kejadian ia menangis, Mark benar-benar bisa menghadapinya dengan dewasa ketika Rosé mengatakan bahwa ia melihat kekasihnya dengan perempuan lain, Mark juga tak ingin ikut campur.

Awalnya, Mark mengira ada yang berbuat jahat pada Rosé.

Hari ini Rosé pulang dari kampus jam lima sore, karena ada pratikum. Cukup melelahkan, tapi Rosé mencoba untuk enjoy dengan apa yang ia lakukan, karena ini untuk masa depannya, cita-citanya.

Baru saja Rosé bernafas lega telah sampai ke rumah, tapi saat melihat seseorang yang sedang berbincang-bincang dengan Ayahnya, membuat Rosé mematung. Menyadari Rosé sudah pulang, membuat Ian dan Ayah Rosé menghentikan perbincangan mereka.

"Tuh, anaknya udah pulang. Papah bolehin kamu bawa dia, tapi kalo dia kecapean, mending gak usah ikut ke acara yang kamu bilang itu, ngerti?"ucap Ayah Rosé pada Ian, membuat Rosé tak mengerti dengan uacapan Ayahnya barusan. Ayah Rosé beranjak dari sana.

Sedangkan Mamahnya baru saja datang dari dapur.

"Eh sayang, udah pulang? Ian nungguin kamu dari tadi, katanya kamu gak-"

"Sayang, udah-udah. Kita ke kamar dulu, biar mereka ngomong"ucap Ayah Rosé memotong ucapan Mamahnya. Rosé memang sangat suka dengan kepercayaan orang tuanya pada hubungan nya dan Ian.

Rosé diam-diam menatap orangtuanya sedih, andai mereka tau, Ian sudah mengingkari janjinya pada mereka, bahwa tak akan membuat Rosé sedih, dan tak akan mengkhianati Rosé.

Rosé beralih pada Ian yang sekarang sudah berdiri tepat dihadapannya dengan senyum manisnya. Yang membuat Rosé terhipnotis, dan melupakan kejadian dua hari lalu.

Can't Be Ur 911 Anymore [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang