Bunda Ara

104 12 0
                                    

Dari semua jenis bunga yang ada di toko bunda, Kenan sangat suka dengan bunga Krisan Kuning. Bagi Kenan, bunga Krisan Kuning adalah bunga yang melambangkan bagaimana dirinya. Melambangkan tentang bagaimana dia di hadapan banyak orang dan ketika dia berada di kamar biru mudanya.

Kuning pada bunga Krisan melambangkan keceriaan seperti makna warna kuning pada umumnya. Orang-orang akan tertarik melihatnya karena warna kuning sangat cerah dan ceria. Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian.

Meskipun berwarna kuning, nyatanya bunga Krisan melambangkan kesedihan. Kesedihan seperti apa yang Kenan rasakan jauh di lubuk hatinya.

Meskipun berwarna kuning, nyatanya bunga Krisan melambangkan cinta yang diabaikan. Sama seperti cinta yang sudah Kenan berikan pada ayahnya. Namun, ayah mengabaikannya. Memilih wanita pilihannya dan meninggalkan mereka.

Kenan tidak akan lupa bagaimana bundanya berlutut agar ayah tidak pergi. Kenan tidak akan lupa bagaimana bundanya menangis di depan pintu dan Kenan tidak akan lupa bagaimana ayah menemuinya ketika di sekolah dan mengajak untuk tinggal bersama mereka.

Kenan tidak akan lupa.

Garis  bibirnya tertarik. Efek yang ayahnya berikan memang sebesar itu. Mulai dari bunda yang harus bolak-balik untuk mencari kerjaan sampai kepribadian Kenan yang berubah drastis.

Pulang sekolah, Kenan mampir ke toko bunga milik bunda Ara. Sudah lama ia tidak berkunjung kemari. Pun, bunga Krisan Kuning yang ada di nakas kamar Kenan sudah layu. Ia harus mengambil yang baru.

“Bunda, kata Mbak Yaya Bunda mau antar bunga ke rumah sakit, ya?” Kenan dengan telaten mengambil tujuh tangkai Krisan Kuning dan memasukkannya ke kertas Cellophane hitam yang sudah ia bentuk sedemikian rupa.

Kenan berbalik menatap bunda Ara yang sedang membuat rangkaian bunga Krisan Ungu dan Hijau dengan telaten.

“Teman Bunda ada yang baru di operasi. Jadi Bunda mau jenguk dulu. Kenapa? Kamu mau ikut?” tanya bunda sambil menempelkan pita terakhir di buketnya. Selesai. Di mata Kenan, setiap rangkaian bunga yang dibuat bunda akan selalu indah.

Kenan tersenyum. Tentang rasa sakit yang Kenan rasakan setiap kali mengingat ayahnya selalu terobati dengan senyum bundanya. Pahlawan tunggal Kenan.

“Iya, Kenan ikut. Setelah itu Kenan mau ke warung bakso Mang Koko. Tadi dia ngechat katanya kangen sama Kenan!”

“Alah, bilang aja kamu mau bakso gratis!”
Kenan dan bunda tertawa. Tawa yang paling indah di dunia bagi Kenan.

“Kalau gitu kita berangkat sekarang, ya! Sekalian tolong Bunda angkat bunganya ke mobil!”

Kenan mengangguk patuh. Mengekor bunda yang sudah berjalan keluar lalu membuka mobil dan duduk di samping bunda sambil menggenggam buket.

Di jalan, Kenan bercerita bagaimana keadaan sekolahnya. Mulai dari Cecilia yang tiba-tiba mengajaknya menjadi perwakilan kelas untuk rapat persiapan Event dan ujian dadakan dari guru biologinya. Kenan sangat antusias terlebih bunda yang selalu menanggapi perkataannya dengan semangat. Kenan tidak memberitahu tentang kecelakaan kecilnya dengan Revan. Ia tidak ingin bunda terlalu khawatir.

Di rumah sakit, Kenan kembali dipertemukan dengan dewi yang mirip seperti ibunya. Seorang single parent yang berjuang sendiri untuk keluar dari sakitnya. Dari yang ia dengar, tante Ratna memiliki dua anak. Laki-laki dan perempuan. Namun, mereka sedang berada di sekolah. Itu adalah alasan mengapa Kenan hanya bertemu tante Ratna.

“Nanti kalau Tante udah pulih betul, Tante kenalkan sama Putra Tante. Kalian seumuran lo. Satu sekolah juga. Pasti kalian udah pernah ketemu walau hanya berpapasan. Kalian bisa jadi teman.”

Kenan hanya tersenyum dan mengangguk. Ia tidak ambil pusing tentang siapa anak tante Ratna. “Kenan tunggu kedatangan Tante. Tapi kalau Tante udah sehat, ya!”

“Aduh, kamu imut banget, sih! Mirip sama Bundamu!”

Kenan tersenyum. Ia memang mirip dengan bundanya dan akan selalu seperti itu.

“Ya udah Ratna, kamu istirahat lagi dulu. Biar cepat pulih, aku sama Kenan pamit dulu. Soalnya masih banyak kerjaan. Kamu yang semangat, ya! Aku tunggu di rumah!” bunda memeluk tante Ratna kemudian mereka beranjak dari kamar dandelion.

****

“Mang kenapa mangkoknya udah dicuci, sih!? Kenan kan jadi enggak punya kerjaan!” Kenan keluar dari dapur dan memandang mang Koko yang sedang memanaskan kuah bakso.

Lelaki berumur empat puluhan itu mengambil serbet putih bergaris merah yang sudah lumayan kotor. “Mamang mana tahu Aden mau datang. Lagian kan Mamang udah bilang, kalau mau bakso ambil aja. Aden kaya sama siapa saja!”

Kenan memang tidak pernah diminta untuk mencuci piring supaya mendapatkan semangkuk bakso gratis. Ini adalah cara Kenan agar rasa tidakenakan di dirinya sedikit menghilang.

Mang Koko ini adalah mantan asisten rumah tangga di rumah Kenan. Dulu Kenan suka bermain air dengan mang Koko. Lagi-lagi karena kepergian ayah, bunda tidak sanggup membayar ART.

“Jadi saya harus kerja apa, Mang?” tanya Kenan.

Mang Koko berjalan dan meletakkan satu porsi bakso di meja. Tangannya meminta Kenan mendekat ke arahnya. Yang dipanggil hanya berjalan mendekat dan langsung duduk.

“Begini saja, Aden enggak perlu cuci piring hari ini. Minggu Aden datang pagi-pagi bantu Mamang buka warung sampai malam. Gimana?”

Tanpa berpikir Kenan langsung mengangguk. Selama ini, mang Koko sangat jarang memintanya tinggal sampai warung tutup. Jadi Kenan terima-terima saja jika diminta seperti itu.

“Mang, baksonya satu dibungkus satu makan di sini!”


KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang