Ga.bir

91 8 0
                                    

Pagi ini, Kenan berangkat ke sekolah mengenakan seragam olahraga. Hari ini, panitia dari class meeting akan bekerja seharian penuh yang artinya ia tidak ada belajar hari ini. Kenan juga sudah tidak peduli lagi dengan kejadian semalam, ia terlalu sibuk memikirkan apa yang bisa ia lakukan.

Informasi untuk hari ini juga lumayan mendadak, pasalnya mereka baru mendapat kabar dari grup WhatsApp pukul sepuluh malam. Cowok yang tengah membangunkan Aksa dan Aska ini jadi kurang tidur karena itu. Raisa tidak pulang semalam, mungkin sibuk di kampus atau apapun itu, Kenan tidak peduli. Hari ini juga lumayan unik. Sekarang giliran Kenan yang membangunkan si kembar.

Di angkot, Kenan tidur-tidur ayam. Iya ingin bersandar tapi tidak tahu menyandar dengan siapa. Tidak ada orang yang ia kenal di angkot ini.

Semalam, Xavier juga baru online di pertengahan. Jadilah tim dekorasi mulai diskusi di tengah sepuluh. Kenan rasa, masuk menjadi panitia adalah sebuah kesalahan.

Kenan sudah berusaha untuk datang secepat mungkin, tapi tetap saja dia kalah dengan anggota lain yang sudah bekerja. Ia melirik jam tangannya. Pukul tujuh lewat dua lima. Bahkan bel saja belum tetapi mereka sudah sibuk. Ini mereka yang terlalu aktif atau ia yang terlalu lamban?

Cowok dengan tas kosong itu mencoba mencari tim dekorasi. Percuma, ia tidak mengenal satu pun orang-orang dari divisi mereka. Akhirnya, Kenan memilih untuk duduk di kursi besi depan aula. Di dalam masih ada anak-anak teater yang latihan jadi ia tidak mau mengganggu mereka.

Lumayan lama ia duduk sambil bermain ponsel, bau parfum yang menyengat lewat di penciuman Kenan. Sepertinya, akan ada seseorang yang lewat. Dan benar, dia duduk di sebelahnya. Sedikit melirik, Kenan seperti mengenal siapa dia. Kalau tidak salah dia Ghea. Satu divisi sekaligus seniornya.

“Kakak bagian dekor, kan?” Kenan mulai mengajaknya bersuara.

“Lo juga, kan?”

Kenan mengangguk. “Yang lain di mana, Kak?”

Dia hanya menggeleng lalu bermain ponsel.
Sombong. Pikir Kenan. Padahal di grup semalam, gadis ini sepertinya yang paling aktif memberikan ide-ide dan paling banyak disetujui Xavier. Namun, mengapa sekarang gadis ini terlihat sedikit sombong? Apa karena idenya yang banyak disetujui?

Jujur, Kenan tidak bisa berlama-lama di sini. Hawa gadis ini dan parfumnya yang menyengat sangat mengganggu. Kenan mau beranjak, tapi ragu untuk pamit.

Kenan harus bilang apa?

“Kak gue pergi dulu, ya? Bau lo menyengat!”

“kak gue duluan mau muntah hirup bau parfum lo!”

“Kak ini masih pagi lo. Kok udah jadi sumber pencemaran udara, sih!?”

Tidak. Kenan hanya berkata, “kalau gitu gue ke toilet dulu!” lalu beranjak dari sana.

Kenan tidak mau melirik ke belakang. Takut saja ia menatap Kenan kesal karena ditinggalkan. Bukannya ke toilet, ia memilih untuk mencari Xavier atau Cecilia. Kalau tidak bertemu juga, ke kelas adalah ide terakhir yang muncul di kepala Kenan.

Kaki yang ditutupi oleh sepatu hitam itu membawanya ke arah ruangan OSIS. Tempat itu pasti sudah terbuka dan paling tidak Cecilia atau Xavier sudah ada di dalam sana.

Di ruang OSIS beberapa orang termasuk Cecilia terlihat berkumpul di meja pojok menatap laptop abu. Sepertinya mereka masih sibuk. Tidak mau ambil pusing, Kenan memutuskan untuk berjalan ke perpustakaan saja. Kalau dipikir-pikir lagi, untuk apa dia ingin berkontribusi lebih jika dari awal dirinya juga tidak ingin menjadi panitia?

Rak bahasa menjadi tempat pilihan Kenan. Selain tidak banyak orang yang suka kemari, tempat ini juga berada di paling sudut.

Sepertinya buku-buku yang usang sudah dikeluarkan dan diganti yang baru. Kenan suka menghirup bau buku baru. Ia mengambil buku tebal lalu membuka pertengahannya. Benar. Ini buku baru.

Ia memutuskan untuk membawa buku itu ke meja yang menempel langsung ke dinding paling sudut. Tetapi sebelum Kenan duduk, seorang siswa tertidur di atas meja panjang dengan lengan yang menutupi kepalanya.

Kenan berjalan mendekat. Melihat dari ujung sepatu, sampai kepala. Dia Revan. Mengapa dia datang sangat pagi seperti ini? Kenapa pula dia tidur di sini?

Kenan ingin beranjak pergi, tapi ia juga sudah lelah berjalan ke sana kemari tidak jelas. Jadi dia memutuskan untuk tetap diam di perpustakaan ini dan duduk di lantai rak bahasa.

Saat sedang asyik-asyiknya membawa, Kenan mendengar suara orang bergumam. Sudah pasti itu Revan. Kenapa dia? Sudah bangun, kah? Ia tidak ambil pusing dan melanjutkan bacaannya. Namun, anak itu tidak berhenti bergumam sedari tadi. Kenan jadi takut sendiri mendengarnya.

Ia memutuskan berjalan mendekat dan mengintip dari balik rak. Revan masih tetap dengan posisi tidurnya. Hanya saja, tangannya tidak lagi menutupi wajahnya. Kedua tangan besarnya sudah berada di sisi meja sambil meremas meja itu. Sepertinya Revan mimpi buruk.

Ia berjalan mendekat. Sebenarnya jantung Kenan sudah degdegan takut Revan bangun. Tapi dia juga penasaran dengan anak itu. Sepertinya mimpi Revan tidak menyenangkan. Dahinya sudah berkeringat dan napasnya tidak beraturan.

Tanpa sadar, Kenan meletakkan bukunya di samping Revan dan mengarahkan tangannya untuk mengelus kepala Revan. Itu refleks, tapi karena Revan yang tidak bangun, membuat Kenan memutuskan untuk tetap mengelus kepala Revan.

Rambut Revan sangat berantakan, pasti tidak disisir. Bajunya juga tidak disetrika. Kenan menghela napas saat Revan tidak lagi gelisah dan melanjutkan tidurnya. Wajahnya yang seram kalau sudah tidur seperti ini masih tetap terlihat menyeramkan. Tapi ini lebih baik daripada biasanya.

Suara ponsel Kenan yang bergetar membuat Kenan melepaskan elusannya. Pesan dari Xavier yang menanyakan keberadaannya. Ia menepuk jidatnya pelan. Ia terlalu asyik sampai lupa alasan mengapa ia bisa freeless sekarang.

Perlahan, saat Kenan ingin beranjak dari tempatnya Kenan mematung di tempatnya mendengar gumaman Revan yang terdengar jelas.

KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang