"Diantar"A

93 12 2
                                    

Ada lima hal penting yang membuat Kenan terkadang kurang bersyukur dengan dunia yang Tuhan “berikan” kepadanya.

Pertama, karna ia lahir sebagai anak kedua dan memiliki dua orang adik. Sudah tahu kan apa alasannya? Kenan bukannya tidak bersyukur atas kehadiran adik-adiknya. Akan tetapi ....

“Ka-Nan bantu gambar kuda, dong!”

“Bang-Ke bantu aku dulu. Aku mau gambar pesawat!”

“Aku dulu, ih! Tugasnya mau dikumpul besok!”

Sementara yang dimintai bantuan hanya menutup kupingnya dengan bantal. Mungkin kalau ada bendera putih, bendera itu akan berkibar di atas bantalnya.

Kedua, karena Kenan memiliki ayah yang sama brengseknya dengan mantan bunda. Cowok buta seperti mereka seharusnya rutin memeriksa mata seminggu sekali. Bagaimana mungkin meninggalkan bidadari seperti bunda?

Ketiga, karena Kenan terlahir lemah. Lemah dalam artian tidak bisa angkat berat seperti angkat galon, penampilannya juga tidak ada gagah-gagahnya sama sekali. Untungnya Kenan memiliki otak yang cukup lumayan. Pernah dengar kan? Orang yang pintar biasanya enggak punya otot yang kekar dan orang yang memiliki otot yang kekar biasanya ....

Keempat, karena keluarga Kenan harus mengalami peristiwa “bangkrut” hal ini mungkin menjadikan Kenan terlihat “matre” tapi coba pikir baik-baik.

Andaikan keluarga Kenan tidak mengalami hal itu, Kenan mungkin tidak harus mencuci piring di warung mang Koko dan pastinya bakso buatan mang Koko hanya ia dan keluarganya nikmati sendiri. Ia juga tidak mungkin naik ojek atau angkot untuk pergi dan pulang sekolah lalu yang utama, bunda tidak harus bekerja di toko bunga seperti sekarang. Ia pasti memiliki banyak waktu dengan adik-adiknya.

Dan yang kelima. Kenan baru saja mengalaminya dan mungkin akan mengingat kejadian ini di sepanjang hidupnya.

“Ken lo ada hubungan apa sama Revan?

“Terus kenapa Xavier juga ikut-ikutan? Kalian ada masalah apa?”

“Ken apa mungkin kalian dulu sahabat dari kecil? Kalau ia gue minta nomor Revan dong! Xavier juga kalau boleh!”

Kenan memandang malas ke meja di depannya, menghiraukan semua perkataan teman-teman lalu tertawa mirip orang gila seperti di pasar yang waktu itu dilihatnya ketika membantu bunda.

“Ha?” perlahan-lahan mata Kenan melebar. Jantung juga tak mau kalah berdetak dengan cepat. Seluruh organ di tubuhnya juga ikutan kaget dan berhenti bekerja sesaat. Seisi kantin juga mulai keheranan seperti Kenan. Mereka juga mulai berbisik-bisik tentang perkataan anak yang tangan kanannya itu masih tetap menyodorkan ponsel ke arah Kenan.

Belum sempat Kenan berekspresi, seseorang memegang pundaknya. “Ken lo boleh ikut gue sekarang? Kita mau bahas persiapan dekor sama Pak Basuki!”

Segera setelah informasi itu sampai ke otaknya. Kenan sigap berdiri dari tempatnya.

“Oke, ayo!”

Tadinya Kenan ingin berbalik lalu pergi meninggalkan area ini. Tapi belum sempat semua itu terlaksana, seseorang menggenggam pergelangan tangannya.

Revan. Menyentuhnya.

“Urusan kita belum selesai, lo! Kan gue duluan yang datang ke sini.”

Kenan mencoba melepas genggaman Revan. Tidak bisa. Di tengah-tengah itu, Xavier malah ikut-ikutan mencari masalah dan ikut memegang tangannya. “Tapi urusan gue sama dia lebih penting dari urusan lo!”

Xavier melepas paksa tangan Revan dan lekas membawanya pergi. Sementara yang ditinggalkan merasa harga dirinya sedang dipermainkan.

“Xavier Prayudha!!” suara dengan lantang mengudara di kantin.  Tidak hanya kaki Xavier dan Kenan yang diam di tempat, tetapi beberapa orang di sekitar mereka juga ikutan terdiam mendengar teriakan Revan.

“Sekali lagi lo tarik Kenan ke luar kantin, habis lo!”

Semua diam. Setelah itu, tangan Xavier kembali menarik pergelangan tangan Kenan. Berjalan dengan langkah tegap ke luar daerah kantin. Tidak mengindahkan semua perkataan Revan.

Sampai di dekat ruang OSIS, Xavier melepas genggamannya. Menatap Kenan yang dari tadi terus menunduk, sepertinya masih mencerna semua peristiwa yang tadi mereka alami.

“Lo baik-baik aja, kan!?” tanyanya membuka percakapan.

Kenan menghela napas lalu memandang lawan bicaranya. “Gue oke, kok. Thanks udah bantu gue! Ngomong-ngomong katanya mau ketemu Pak Basuki ...” Kenan melirik sekitarnya, “tapi ruang OSIS kok masih tertutup?” 

Xavier menggaruk tengkuk, “rapatnya enggak jadi, lo ke kelas aja duluan! Kalau gitu gue pergi!” ujarnya meninggalkan Kenan.

Di halte, sampai di rumah, kemudian tiba di kamarnya, Kenan masih skeptis dengan apa yang ia alami. Kesannya lebay dan norak. Ia merasa tengah berada di cerita-cerita roman picisan dan ia berada di posisi cewek yang tengah diperebutkan. Namun di satu sisi, ia merasa lumayan bangga karena pastinya cewek-cewek di sekolah pasti keki dengannya. Plus, si ratu gosip juga akan menyebarkan berita ini. Tidak ada sejarahnya cewek mendapat perlakuan demikian di sekolah. Apalagi yang ia hadapi saat ini adalah Revan dan Xavier.

Kenan berguling-guling di kasur. Selain itu, ia juga malu mendapat perlakuan ini, muka seperti apa yang harus ia tunjukkan ketika sampai di sekolah besok? Malah, jangan-jangan mereka akan tahu jika cowok yang kemarin Revan bawa ke sekolah adalah dirinya.

Otak Kenan mumet!

KenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang