Kenan ingin sekali memaki Cecilia dengan mulut kecil itu. Akan tetapi yang Kenan lakukan hanya duduk di kursi besi di depan ruangan OSIS dengan senyum yang di tahan-tahan.
“Cecilia awas aja!” maki Kenan memutar penanya.
Rapat OSIS yang katanya dilakukan saat pelajaran kimia faktanya dilaksanakan ketika bel istirahat. Jadilah Kenan harus menunggu kurang lebih dua puluh menit seorang diri seperti landak kesepian.
Niat hati ingin ke kantin, mirisnya di sana ada guru olahraga yang membuat Kenan harus berputar balik kembali ke ruang OSIS.
Kalau ditanya kenapa Kenan semangat sekali, alasannya hanya satu. Kenan tidak suka pelajaran kimia. Meskipun masih ada alasan lain, akan tetapi itu adalah alasan utama utama bagi Kenan.
Dari arah barat, Kenan melihat beberapa anggota OSIS berjalan mendekat. Ada dua orang yang menjadi pusat perhatian Kenan. Cecilia yang senyum-senyum ke arah Kenan dan Xavier yang asyik berbicara dengan orang di sebelahnya.
Cecilia tidak waras. Awalnya, Kenan oke-oke saja saat ditunjuk untuk menjadi salah satu panitia untuk kegiatan class meeting. Akan tetapi, Kenan tidak oke-oke saja ketika digabungkan bersama Xavier. Masalahnya, berdekatan dengan cowok itu membuat jantung Kenan berdetak berkali-kali lipat.
“Jadi, udah deal ya! Gue harap kita bisa sukseskan acara ini dan tentunya kita bisa bekerja sama dengan baik. Kalau ada pertanyaan boleh ditanyakan di grup WhatsApp.”
Kenan melihat ponselnya. Ia baru dimasukkan ke grup panitia, isinya masih kosong.
Sebenarnya Kenan punya pertanyaan. Biasanya satu divisi itu diisi oleh dua siswa di setiap angkatan. Misalnya, pada divisi konsumsi. Mereka terdiri dari satu koordinator, dua pelajar dari kelas sepuluh, sebelas dan dua belas. Nah, yang menjadi tanda tanya untuk Kenan, ia dimasukkan ke dalam divisi dekorasi. Koordinator untuk tim ini adalah Xavier yang sekaligus bertugas sebagai panitia inti, kemudian dua dari kelas sepuluh dan dua dari kelas dua belas.
Tapi kenapa dari kelas sebelas itu tiga orang?
Kemudian mengapa di divisi ini hanya ada Kenan dan Xavier yang berstatus sebagai pria?
Kenan ingin bertanya, akan tetapi ia takut. Takut jika nanti pertanyaannya dianggap pertanyaan sampah dan tidak dijawab. Yang ada Kenan jadi malu untuk bertemu mereka lagi.
Pulang sekolah, rencananya Kenan akan ke warung mang Koko dahulu baru ke toko bunga bunda. Tadi bunda memberitahu jika mereka akan ke rumah tante Ratna sekaligus bertemu kedua anaknya yang katanya anak laki-lakinya seumuran dengan Kenan.
“Cecilia! Sini dulu, ada yang mau gue tanya!” Kenan menarik tas buru-buru dan mengejar Cecilia di pintu.
“Gue mau tanya sesuatu sama lo!” ujar Kenan ketika ia sudah sampai di depan Cecilia.
“Apa? Lo mau bilang kalau lo suka gue!?”
Demi planet mars yang tiba-tiba bisa dihuni, Kenan ingin membakar semua ke-pede-an diri Cecilia.
“Gak, gue gak suka sama lo. Yang mau gue tanya enggak ada hubungannya sama cinta-cinta-an!”
Mau angkotnya selama apapun, Kenan yang senyum-senyum di halte ini rela menunggu bahkan sampai malam. Keputusan Kenan untuk bertanya kepada Cecilia sepertinya tidak salah. Terbukti mood Kenan yang naik seratus persen setelah mendengar pernyataan gadis itu.
Ingat! Pernyataan bukan perkataan.
Tadi Cecilia berkata jika seharusnya Kenan tidak menjadi panitia apa pun. Namun, Xavier memasukkan dirinya menjadi anggota. Ingat! Xavier yang memasukkan dirinya menjadi anggota.
Meskipun alasannya karena Xavier kurang “nyaman” karena hanya dia cowok di divisi itu dan karena hanya Kenan yang tersisa, tetapi kesimpulan sederhananya adalah Xavier merasa nyaman karena Kenan berada di divisi yang sama dengannya.
Di halte senyum.
Di angkot senyum.
Di warung mang Koko juga terus senyum meskipun cuciannya lumayan banyak.
Di jalan ke rumah juga Kenan masih senyum.
Bertemu bunda, Kenan makin senyum.
Di mobil bersama bunda, Kenan makin senyum-senyum tidak jelas. Bahkan bunda harus memberi cubitan di lengan Kenan agar ia sadar.
Ketemu tante Ratna, kedua bibir Kenan juga masih senyum.
“Ini anak tante yang paling besar. Yang satu lagi sedang les piano. Kalian udah pernah ketemu belum?”
Pada saat itulah senyum Kenan berubah menjadi garam. Hawa rumah yang tadinya asri jadi suram ketika Kenan duduk bersebelahan dengan putra tante Ratna.
Mau pamit tapi sungkan, bertahan? Kenan bingung mau sampai kapan kedua wanita itu bercengkerama.“Evan, kamu ajak Kenan ke kamar kamu, sana! Mukanya kaya udah mulai bosan! Ajak main, gih!” tante Ratna mengambil cangkir di depannya. Meminum dengan perlahan dan meletakkannya kembali.
Bunda juga sepertinya tidak tahu bagaimana perasaan Kenan. “Iya, dari tadi kalian berdua diam-diam terus! Mau sampai kapan begitu!?”
“Iya, Mah. Ayo!” Revan mencengkeram paha kiri Kenan lalu berdiri.
Tadinya Kenan mau menolak, tapi karena Revan sudah memberikan kode keras seperti itu, Kenan hanya mengangguk saja dan mengekor ke lantai atas.
Dari yang Kenan tahu, ayah Revan memang orang yang cukup berpengaruh di sekolah. Ayahnya adalah donatur terbesar dan baru-baru ini yang Kenan ketahui ayahnya baru membeli saham sekolah dan itu membuat Revan semakin disegani di sana. Namun, Kenan juga baru mengetahui kalau ternyata orang tua Revan sudah berpisah lama.
Kenan rasa tidak banyak yang tahu menahu soal masalah ini.
“Masuk!”
Kenan mengangguk dan masuk ke dalam kamar. Setelah itu, pintu ditutup dengan cukup keras. Kenan panik. Iya takut akan diberi pelajaran karena kejadian kemarin.
Kenan masih berdiri sambil menunduk seperti orang bodoh ketika Revan sudah berjalan ke kasur dan duduk menatap Kenan.
“Gue mau apa yang lo tahu tentang keluarga gue selama ini lo simpan rapat-rapat! Enggak boleh bocor, atau kepala lo yang bakal gue buat bocor!”
Kenan yang tadinya menunduk makin menunduk.
“O-oke!”
Setelah itu Revan memilih berbaring di kasurnya. Membelakangi Kenan yang mati berdiri.
“Kalau gitu gue ke bawah dulu!”
Kenan segera berlari. Membuka pintu dengan terburu-buru dan berlari melewati anak tangga. Detak jantung Kenan kali ini lebih cepat daripada berdekatan dengan Xavier.“Bunda, Kenan mau pulang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenan
Teen FictionBL story✨️ Menjadi panitia pada acara sekolah, membuat Kenan masuk ke dalam zona yang berbahaya bagi jantungnya. Bagaimana tidak? Kenan yang selama ini hanya menatap wajah itu dari kejauhan akhirnya dapat berada di meja yang sama dengannya. Bahkan...