they

169 32 1
                                    

Sebuah percakapan normal ...

━━━━━━

"Selamat pagi, Rin!" (Name) menyapa dengan senyum secerah mentari. Namun, tentu saja hanya dibalas dengan tatapan dingin dari sang pemuda.

Tak masalah, (Name) sudah biasa. Sang dara meletakkan kedua telunjuknya masing-masing di ujung bibir, kembali tersenyum lebar. "Senyum, dong! Begini!"

"Percuma, (Name). Karena robot gak punya emosi." Kalimat menjatuhkan diiringi kekehan mengejek terdengar dari belakang sang dara.

Ringisan tipis tercetak di wajah (Name), tetapi ia tetap menoleh--sedikit mendongak--dan menatap Tsukishima sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi, Kei! Masih pagi mulutnya tolong ditahan dulu, ya." Ada sedikit penekanan pada kalimat terakhir.

Netra teal memicing, tatapannya tajam pada pemuda berkacamata di sebelah sang dara. Masalahnya yang ia hadapi ini Tsukishima Kei, mana mungkin lelaki garam tersebut peduli walau ditatap sedingin es begitu.

Merasa tidak nyaman dengan kesunyian yang berlangsung, (Name) hendak membuka konversasi. "Rin--"

"Ayo ke kelas, (Name). Sia-sia kau mengajak patung bicara." Tsukishima lebih dulu menarik ransel sang dara, agar mau tak mau (Name) mengikuti langkahnya.

"Akh, Kei! Lepasin, ih!"

"Ogah."

Karena yang ditarik ranselnya, (Name) jadi berjalan mundur, ia masih bisa melihat Rin yang ditinggal di ujung koridor. Masih sambil berusaha melepaskan cengkeraman Tsukishima pada tasnya, (Name) melambaikan tangannya pada Rin.

"Sampai nanti, Rin!"

Namun, baru saja Rin hendak membalas salam (Name), Tsukishima lebih dulu menarik sang dara agar berjalan di depannya. Tak cukup sampai di situ, Tsukishima menolehkan kepalanya sedikit, tersenyum miring dengan mata menyipit dan alis dinaikkan satu.

Senyum kemenangan seorang Tsukishima Kei.

Aura-aura gelap menghiasi sekeliling Rin, pemuda es tersebut mengepalkan tangan erat-erat. Tsukishima sialan.

━━━━━━

... tidak ada dalam kamus mereka.

𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 𝗢𝗡𝗘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang