06

5.3K 395 6
                                    

📌Sat., June 24, 2023.






.





Bunyi jam dan alat rumah sakit mendominasi ruangan. Entah sudah berapa kali Haruto berharap kesembuhan sang adik. Ia pun tak tahu.

Sesekali pemuda itu merapihkan rambut adiknya dengan tatapan sendu. "Yuri ngga capek tidur terus?" Suara itu terdengar putus asa.

"Bangun, yuk. Kakak mau minta maaf sama kamu. Maaf kalau selama ini kakak sering nolak main bareng kamu. Maaf di setiap kamu dapat juara, kakak selalu diam. Maaf.." Ucapannya terhenti. Rasanya ia tidak sanggup untuk melanjutkan.

"Maaf.. kakak mau minta maaf. Kakak gak pernah ada buat kamu. Kamu punya kakak, tapi rasanya kayak ngga punya. Bahkan liburan, seharusnya kakak temenin kamu. Tapi kakak egois. Lebih mentingin diri kakak sendiri. Maaf Yuri. Ayo bangun.." Ia menggenggam tangan adiknya. Mengecupnya berkali-kali.

Suara isakan terus saja terdengar. "Kakak.. cuma iri dengan kamu. Maaf.. kakak janji, ngga akan iri lagi. Jadi ayo bangun, sayang."

Cklek.

Pintu ruangan Yuri terbuka. Menampilkan orangtua mereka dan satu orang yang tidak ia kenal.

"Bisa kita bicara sebentar, Tuan Watanabe?" Haruto kembali menatap sang adik.

"Tuan?" Masih tidak bergeming. Ia sibuk mengusap lembut jemari adiknya.

"Haruto!" Panggil sang ibu.

Akhirnya ia menoleh dan memasang wajah bingungnya. "Apa?"

"Detektif ini mau ngomong sama kamu."

Oh? "Ku pikir dengan ayah. Kau tidak menyebut nama dengan lengkap." Sontak ia membersihkan wajahnya yang terlihat kacau dan melangkah dengan lebar.

"Ada apa?"

"Begini,"






.






Junkyu menghela napas. Ia menatap malas ponselnya. Tidak ada niatan untuk membalas pesan yang baru saja ia buka.

Kakinya melangkah menuju kulkas di markas mereka. Jari-jari panjangnya mengambil beberapa botol minuman keras. Biarkan saja ia mabuk. Toh tidak ada jadwal kuliah untuk tiga hari ke depan.

Gluk.

Gluk.

Gluk.

Suara tegukan itu terdengar menyegarkan. "Ahh!" Tak lupa ia mengusap sekitaran bibirnya.

Tak lama Junkyu menyalakan televisi dan mengambil sebuah mic. Menyetel lagu yang cocok untuk nasibnya saat ini.

Lagunya mulai menyala. Namun ia tak langsung bernyanyi. Alasannya? Ia hanya tahu bagian reff nya saja.

Kepalanya mengangguk sembari terus meneguk.

Brak!

"Yo! Junkyu? Lo mabuk di siang bolong?" Hyunsuk terkejut mendekatinya. Jihoon yang peka pun mengambil ponsel Junkyu yang tergeletak.

"Diputusin, lagi." Ujar Jihoon.

Tiba-tiba saja Junkyu berdiri dan menaikkan satu kakinya ke meja. "Lagi! Dan akhirnya ku sendiri lagi."

Yoshi segera mengambil mic yang tersisa. Pemuda tampan itu bernyanyi bersama Junkyu. Jihoon tidak mau tinggal diam. Walau tanpa mic, ia juga ikut bernyanyi.

"Karena kekasihku yang pergi."

Jaehyuk mengeluarkan ponselnya ketika Asahi juga ikut bergabung bersama mereka. Pemuda manis itu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini.

"Meninggalkan sejuta kerinduan yang masih terpendam, PERIH!" Junkyu benar-benar mengeluarkan emosinya.

Junkyu merasa beruntung memiliki mereka yang dengan suka rela menemaninya ditengah patah hati. Ah, sebenarnya bukan hanya Junkyu. Jika yang lain seperti ini, mereka juga melakukan hal yang sama. Inilah yang disebut dengan teman seperjuangan.

"Ada apa?" Junghwan dan Jeongwoo baru saja datang.

"Putus." Bisik Doyoung.

"Siapa?" Jari Doyoung menunjuk pada Junkyu yang terbaring di lantai. Pemuda itu berusaha menyerupai ikan duyung.

Tanpa ada yang menyadari, Junghwan mengulum senyumnya. Apakah ini artinya dia memiliki kesempatan untuk mendekati Junkyu?

"Join lah anjir!" Jeongwoo berlari mendekati Asahi dan meniru gerakan pria Jepang itu. Benar-benar seperti anak ayam dan induknya.

"Bangsat malah jadi monyet."

"HAHAHAH!"

Dan masih banyak lagi yang mereka lakukan. Mari kita biarkan mereka bersenang-senang.








.








Haruto menatap ponselnya. Hari ini tidak ada pesan dari Jeongwoo.

"Napa jadi mirikin dia?" Pemuda manis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Sesekali menampar pipinya.

Tapi jika boleh jujur, ia merindukan pemuda berkulit gelap itu. "Apa gue chat aja?" Gumamnya.

"Gak! Apaan sih. Nanti dia geer."

Membuang ponselnya, Haruto menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Namun itu tidak bertahan lama. Ia kembali mengambil ponselnya yang tergeletak mengenaskan.

"Ck! Bodoamat." Pada akhirnya ia tetap mengirim pesan pada Jeongwoo.

Jantungnya berpacu lebih kencang ketika bunyi notifikasi muncul. Dengan ragu ia membuka ponselnya.

Ternyata dari operator. "Halah!" Tidak mau moodnya menjadi semakin buruk, Haruto segera memejamkan matanya. Lebih baik ia tidur daripada mengharapkan balasan dari Jeongwoo.

Disisi lain, Jeongwoo sedang menatap langit. Sesekali menghela napas sambil mengingat kenangan bersama Yuri. Apa gadis itu sudah tidur? Pikirnya.

Jeongwoo takut jika ia semakin gencar mendekati Yuri, gadis itu malah menjauh darinya. "Huft.."

Ting!

Calon istri (♡ω♡ )

Jeong
10.00 p.m.

Jeongwoo terdiam. Ia berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. "Oh my God! OH MY GOD!! YURI NGECHAT GUE DULUAN."

Meleleh sudah. Ia terduduk lemas sembari menutupi mulutnya. Jeongwoo menjadi salah tingkah dan memukul tiang balkon kamarnya. "Anjing. Gue salbrut."

Untung saja orang rumah sedang tidak ada. Ayah, dada, dan Yewon pergi ke rumah nenek mereka di desa. Jeongwoo tidak ikut karena ada kegiatan di sekolahnya besok.

Calon istri (♡ω♡ )

Jeong
10.00 p.m.

Dwmi apa?
Demi*
Dichat duluan?
Kwnapa Yuri?
Kenapa*
10:17 p.m.

Jelek banget malah typo
Lu tau? Tadi gua nemenin
bang Junkyu ngereog
Habis diputusin dia. Kasian
10:18 p.m.

Yuri?
10:23 p.m.

Udah tidur ya?
Gue kelamaan balas pesan lo?
10:25 p.m.

Ya udah, malam Yuri
Mimpi indah~
Kalau bisa, mimpiin gue ya
Wkwkwk
10:36 p.m.





Jeongwoo tersenyum sebelum. Ia rasa, ini menjadi aalah satu malam terbaiknya. "Gue sayang sama lo, Yuri." Ia hanya bisa mengucapkanya sekarang, tanpa didengar oleh Haruto sendiri. Masih belum berani mengungkapkan itu secara langsung.








.











Tubikontinyu.

Gay >> JeongharuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang