011

5.2K 337 6
                                    

Fatah, Fino, Sagara dan Sultan tengah berkumpul di kamar Sultan. Mereka datang karena Sultan yang memintanya agar dia tidak sendirian di rumah.

"Ah Gara cupu lo. Masa gitu aja kalah"

"Lah kok gua? Elu yang dari tadi afk mulu gak jelas"

Sultan dan Sagara berdebat perihal game yang mereka mainkan dari tadi. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari dan mereka masih terlihat segar tidak ada yang mengantuk.

Sultan beralih dari ponselnya, beranjak duduk di samping Fatah yang duduk diatas kasur, kemudian merangkulnya. "Bang Fatah kenapa nih, kok diem-diem aja?" tanyanya.

Fatah melihat Sultan dengan lesu. Dia masih kepikiran kejadian tadi siang. "Gimana ya anjir gua bingung" keluhnya lesu. Fatah menyandarkan kepalanya pada bahu Sultan.

"Bingung kenapa?" tanya Sultan yang jadi ikutan bingung. "Coba ceritain aja, Bang, siapa tau kita bisa bantuin biar lo gak bingung sendirian"

"Tadi siang Gilang bilang apa?" Giliran Fino yang bertanya dan langsung to the point tepat sasaran.

"Gilang? Lah lo masih urusan sama dia, Bang?" tanya Sagara menghentikan permainannya.

Fatah mengangguk kecil. Matanya melirik Fino yang duduk di bawah kasur. "Dia minta gua coba buka hati buat dia. Gua gatau, Fin, gua cuman ngerasa gak bisa jadi homo"

"Emangnya kenapa kalo homo?" tanya Sultan merasa kontra dengan pernyataan Fatah barusan.

"Ya gak bener lah. Lo tau sendiri gimana homo dipandang sama orang-orang"

"Intinya lo takut?" tanya Fino yang masih merokok dengan begitu santai. Fatah mengernyit bingung, dia tidak mengerti kemana arah pertanyaan Fino. "Mending senyaman lo aja" lanjutnya. Fino mengusap kepala Fatah, lalu kemudian berjalan menuju jendela, untuk merokok di jendela yang dibiarkan terbuka.

"Menurut gua salah atau bener itu tergantung gimana elu, Bang. Masalah orang lain mau bilang gimana gausah diperduliin" Sultan sedikit menggeser tubuhnya membuat Fatah terpaksa harus mengangkat kepalnya. Sultan mengarahkan tangan Fatah menuju dadanya. "Coba lo fokus, tanya apa yang bener-bener lo pengen lakuin. Lo yakin mau dia berenti ngejar lo?" Fatah menggeleng dengan ragu. "Lo bener gak ngerasain rasa nyaman sama dia? Sedikit aja." Fatah kembali menggeleng. "Lo mau dia berjuang buat dapetin lo" Fatah mendongak menatap Sultan. "Coba tanya diri lo sendiri, bener apa enggak lo maunya diperjuangin?"

"Gua gak tau, Sul" ucap Fatah frustasi.

"Bang, apa salahnya ngasih kesempetan buat dia? Kalo lo emang gak nyaman yaudah lo tinggal bilang ke dia kalo lo bener-bener gak bisa jadi homo. Kalo gini lo cuman nolak-nolak karena otak lo bilang itu gak bener. Coba kali ini ikutin hati lo aja! Gausah dipikir, cukup lo jalanin," ucap Sultan serius.

Apa iya Fatah harus nyoba buat kasih Gilang kesempatan? Jujur saja sebenarnya hatinya bilang iya, tapi logikanya bertolak belakang. Kalau dia hanya perlu mengikuti kata hatinya seperti yang Sultan katakan maka tidak ada salahnya memberi Gilang kesempatan.

Fatah mengangguk. "Oke"

"Oke apa?" tanya Sultan tidak mengerti.

"Oke gua bakal coba kasih Gilang kesempatan" ucap Fatah mengambil keputusan.

Sultan berteriak senang mendengarnya. Bahkan Fino yang dari tadi memandang keluar sampai membalikkan tubuhnya menatap Fatah.

"Serius, Bang?" tanya Sagara tidak percaya.

Fatah mengangguk. "Dicoba"

"Wah anjay kapal bi ex bi real ini mah cuy. Pokoknya gua penumpang pertama kapal ini. Apa ya namanya? GiTah? GiFat? LangFat? GF? Apaan dong anjir yang bagus? Gila gila gila mimpi apa gua semalem beneran dapet kapal yang otewe berlayar gini" jerit Sultan heboh sendiri. Dia bahkan sudah jingkrak-jingkrak kerasukan reog.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang