𝑷𝒆𝒏𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒂𝒏 𝑽𝑰

9 3 0
                                    

                        

» 𝑯𝒖𝒕𝒂𝒏 𝑲𝒐𝒕𝒂 «
                       

usim panas telah tiba di kota Kimberly Hayy, Distrik 1. Di tepi sungai, orang-orang berkumpul untuk bermain air. Beberapa menceburkan diri ke dalam air yang jernih, berenang, dan bermain perahu dayung. Tawa mereka bergema di sepanjang sungai saat mereka saling berlomba atau sekadar bersantai di atas ban pelampung.

Di pusat kota, jalan-jalan diisi dengan kegiatan musim panas. Taman-taman kecil di pinggir jalan menjadi tempat bermain anak-anak dengan ember air dan permainan air lainnya. Pasar lokal ramai dengan pedagang menjajakan buah-buahan segar, es krim, dan makanan ringan yang menggoda selera.

Sementara itu, di dalam apartemennya, liburan semester dihabiskan Brahni dengan asyik bermain game online di laptopnya. Kaleng-kaleng soda kosong dan bungkusan mi instan menumpuk di atas mejanya, menciptakan pemandangan yang sudah menjadi biasa di kamarnya. Kamar itu hanya akan menjadi bersih jika ayah atau ibunya mengunjunginya.

*beep*

Pesan singkat dari Maya masuk di ponselnya, Brahni segera membuka ponselnya. Ternyata, Maya mengajak Brahni untuk berjalan-jalan ke hutan kota. Brahni melihat keluar dari jendela apartemennya dan melihat langit yang terik. "Aah, terik sekali.." keluh Brahni sambil membalas pesan singkat kepada Maya bahwa dia merasa malas untuk keluar dari kamar karena cuaca yang sangat panas.

Maya: "Aku sebentar lagi menuju ke Hutan kota di perbatasan, aku tunggu di pintu masuk selatan, tidak terlalu panas disana, awas kalau aku tidak melihat dirimu disana!".

Sebuah pesan suara dari Maya yang tidak bisa diabaikannya, Brahni merasa khawatir bahwa Maya akan marah dan tidak lagi mengirimkan obat tidur untuknya. Brahni bergegas menyelesaikan game online yang sedang dimainkannya. Setelah mematikan laptopnya, dengan rasa malas, dia memaksakan diri untuk berjalan menuju lemari pakaian dan mengambil sepasang kaos dan celana pendek. Dengan wajah cemberut Brahni masuk ke dalam kamar mandi dengan sedikit membanting pintu.

.

.

.

Hao bergerak dengan cepat naik ke atas pohon, ia mendarat di sebatang dahan tinggi. Monster biawak itu kelihatan bingung mencari keberadaan Hao, siluman biawak itu mengaum sambil berteriak memanggil Hao dan menuduhnya sebagai siluman pengecut. Dengan tenang, Hao membidik anak panahnya ke arah monster tersebut, nafasnya yang tenang dengan tarikan kuat pada busur panahnya membuat mata panah itu terkesan mampu menembus benda keras apa pun.

*swosh*

Dengan cepat, anak panah itu membelah udara dengan kecepatan tinggi, pantulan cahaya matahari pada besi mata panah itu mengisyaratkan betapa tajam dan kuatnya proyektil tersebut. Monster biawak itu sadar akan adanya benda yang akan mengenainya, namun ia tidak memiliki cukup waktu untuk menghindar.

*pluff*

Hao, yang terdiam setelah melepaskan anak panah dari dahan pohon besar, melihat dengan jelas bagaimana anak panah tersebut berhasil menancap di dada monster biawak itu.

"KENA KAUU, PHEWW!!"

.

.

Hao tersenyum puas dan langsung tertawa lepas seolah merayakan kemenangan yang dramatis. Luka-luka di tubuhnya tiba-tiba tidak terasa sakit lagi, dan wajahnya terpancar kebahagiaan dan kepuasan saat ia menatap dengan penuh kesombongan ke arah monster biawak yang terdiam dihadapannya.

Namun tiba-tiba, Hao merasakan pusing yang sangat hebat, dan tubuhnya kehilangan keseimbangan. Rasa nyeri yang tak tertahankan muncul dari luka gigitan di pundaknya. Hao tak mampu lagi menjaga keseimbangan tubuhnya dan akhirnya terjun bebas dari atas pohon. Monster biawak yang sebelumnya terdiam segera mencabut anak panah yang menancap di tubuhnya, dan terlihat otot-otot tubuh monster semakin mengencang. Tidak dapat disembunyikan, urat-urat vena yang membengkak jelas terlihat dipermukaan tubuh monster itu. Ia tampak sangat marah, dan tatapan penuh kebencian terpancar dari matanya.

The Valiance: LegacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang