Kelas IPA 1 kali ini sedang heboh hanya karena satu gadis saja, Sally. Dia lupa mengerjakan tugas makalah yang diberikan kemarin.
"Huaaa!! gue belum ngerjain satu pun kalimat," pekik Sally.
"Gue ga mau kena hukuman please!!"
"Mana belum ngeprint lagi,"
"Lo sih ndre ngajakin gue nongkrong kemarin, kan jadi gini." Sally mulai menyalahkan salah satu murid cowo yang sedari tadi diam memperhatikan. Andre namanya.
Andre menunjuk dirinya sendiri, seraya bertanya, "gua?"
"Iyalah siapa lagi?" Sally mulai terisak kecil.
"Apaan sih lo, orang lo yang maksa ikut gua kemarin," sanggah Andre.
"Ih apaan sih gausah boong deh, orang lo beneran kok," kelit Sally.
"Berisik," cibir Berly. Ia hanya mengucapkan tanpa suara keras, tapi entah kenapa atmosfer langsung berubah. Mereka mendadak bungkam.
Berly menyerahkan makalahnya kepada Sally tanpa berucap apapun, disertai uang satu lembar berwarna biru, lantas pergi meninggalkan kelas.
"Maaf, t-tapi ini kebanyakan," cicit Sally.
"Gapapa kok, sana langsung ngerjain aja, ditas ada laptop pinjem aja, gue mau susul Berly," tutur Anwa menenangkan.
"Ikut," kata Zeline. Tela juga mengikuti.
Sesampainya ditaman mereka duduk dengan tenang. Mendengarkan suara gemericik air dari air mancur didepan. Angin sepoi-sepoi menerbangkan beberapa helai anak rambut. Tak dipungkiri ini keadaan damai yang Berly sukai.
"Lo kenapa ada masalah?" tanya Zeline. Dia merasa ada sedikit perubahan dari teman dekatnya. Biasanya Berly hanya diam dan tak merasa terganggu disituasi apapun itu.
"Ya, cuma masalah dikit di rumah," akunya.
"Hmm, jadi itu alasan kenapa minta pindah kemarin," putus Anwa.
"Gua juga kaget waktu itu, mana gue tinggal masuk komplek lo saat itu," imbuh Tela. Bohong, sebenarnya Tela saat itu sudah ada di luar gerbang Berly. Hanya saja gadis itu tak menyadari jika temannya sudah datang. Teriakan, ucapan kasar nan tajam, yang terlontar memenuhi pendengarannya. Matanya melihat seorang gadis dengan rambut lurus sedang berdiri mematung. Dari belakang saja dia sudah tertebak yakni Amberly Adelaide Shavonne. Hati kecilnya ingin mengajaknya keluar dari rumah itu, menenangkan, dan menghiburnya. Tetapi, logika nya berkata jika itu privasi seorang Amberly, biarkanlah disaat tepat dia bercerita. Aurestela melajukan mobilnya, disaat sebelum seorang pria keluar dari bangunan megah itu dengan baju urakan.
"Eh, maaf ya," harap Berly.
Tela hanya mengangguk. "Maaf Ly, gue udah tau semuanya," batinnya.
°°°°
Seorang gadis dengan kerudung hoodie menutupi kepala, rambutnya menjuntai menutupi wajah hingga hanya terlihat sedikit. Sedang berjalan pelan di tengah kerumunan kota. Ditengah keramaian hiruk pikuk. Beberapa kali tangannya tersenggol-senggol. Lalu kaki melangkah ke sebuah gang, menuju perumahan megah. Sedikit bernafas lega terbebas dari kerumunan. Saat sudah sampai disalah satu, matanya memindai sekitar, lalu terarah ke bangunan tersebut. Tangannya menggeser pelan gerbang terjulang tinggi. Bertepatan satpam menghadang orang itu.
"Ada keperluan apa?" ucap satpam mengintrogasi.
"Tuan rumah ada?" balas gadis itu bertanya balik.
"Ada, silahkan masuk." Satpam menyilahkan orang itu untuk masuk. Setelah meneliti jika tak ada yang mencurigakan. Hanya tak terlihat wajahnya saja, tapi itu tak menjadi masalah besar.
Gadis tersebut melangkah masuk, sebelum tangannya membuka pintu besar itu sudah terbuka dengan sendirinya. Pintu dengan teknologi canggih yang mempunyai sistem mendeteksi pergerakan. Saat pembantu melewati dirinya, langsung mencegah untuk bertanya,"tolong panggilkan tuan rumah ini."
"Ohh iya." Mengangguk. "Silahkan tunggu dikursi itu." Seraya menunjuk kursi diseberang.
Gadis itu duduk. Tujuannya hanya satu saat ini yaitu meminta bantuannya dan bertanya mengenai satu hal.
"Siapa kamu?" Saat sudah sampai didekatnya, ia mengangkat kepala melihat tuan rumah. Tuan rumah itu kemudian duduk.
Gadis tersebut membuka tudung. "Saya Berly."
"Ohh jadi ini rumah Miss," kata Berly. Sebenarnya ia tadi mengikuti gadis dengan nama Sally.
Beberapa waktu lalu...
Berly sedang menikmati angin sepoi-sepoi di taman ini. Ditemani langit malam dan bintang yang berkelap-kelip. Duduk di pohon rindang. Ia pergi dari rumah sendirian, lelah dengan keadaan di rumah.
Satu gadis membelakanginya di salah satu tangan ada ponsel. "Hah? apa? sebentar, masih gue pakai ini. Lah kita kan besti, kayak biasa lah."
"Oke oke fine sebentar, lo mah pake ancaman mulu."
"Iyaa, masih ditaman ini."
"Sekarang?"
"Emang gue cuma pinjem kok, lo gak tahu aja si Berly sok keren gitu kok, masa gue ga pakai, nanti gue dijadiin bahan bullyan lagi."
"Tenang gue ganti kok."
"Wahh! lo ngejek gue, pakai uang lah nanti gua minta lah sama tuh orang kaya."
"Oke gua kesana." Setelah itu gadis itu menoleh kesamping, lalu berjalan menjauh dari taman. Terlihat dari wajahnya, ia Sally.
Saat sudah hilang tertelan kerumunan, Berly tak menyiakan waktu, ia mengikuti dari belakang. Tak terima jika dibicarakan dibelakang, ternyata Sally memanfaatkannya selama ini. Lagipula ia juga penasaran siapa orang yang menelepon Sally, dan apa yang dipinjam sampai orang diseberang sana terlihat marah dilihat dari pembicaraannya.
Dan sampailah dengan keadaan sekarang.
"Iya." Miss Nadya mengangguk membenarkan.
"Jadi." Ia terdiam sebentar. "Miss ibu dari Sally?"
"Bukan," kilah Miss Nadya.
"Tetapi waktu itu Sally bilang ini rumah dia, dan saya pernah nganterin dia waktu itu," terang Berly.
"Dia memang—" kata Miss Nadya terjeda. Menelan ludahnya, tidak jadi membocorkan rahasia Sally. Lalu Miss pergi ke arah dapur, katanya dia ingin mengambil camilan.
Prang
Berly langsung bergegas ke arah suara, yang dimana itu ada di lantai dua rumah ini. Menaiki tangga dengan cepat. Lalu telinganya mendengarkan suara gerutuan seorang gadis dari dalam ruangan.
"Lo tuh yaa!! udah dibilangin berapa kali, ijin dulu kekamar gue, selalu pinjem baju dan barang-barang lagi dan lagi!!" seloroh salah satu gadis disana, mungkin anaknya Miss Nadya.
"Mau kelihatan keren didepan cewek-cewek itu?!"
"Atau lo mau caper sama semua murid disana?"
"Iyaa! gue ga mau direndahin," sentak Sally. Berly bisa melihat keadaan disana karena pintu yang tidak tertutup dengan rapat meninggalkan celah. Disana ada vas bunga yang berserakan, ternyata itu sumber suara tadi.
Anak Miss Nadya menghela nafas. "Oke, sekarang gue bisa maafin lo, tapi inget tolong ijin sama gue entah pakai kertas atau apapun itu, balikin hp gue," pinta gadis itu. Sally menyerahkan hp itu.
"Gue kan disini sama ibu gue emang udah jadi ART disini, anggap itu cara gue lunasin kebaikan lo selama ini," tandas Sally.
"Hmm menarik," batin Berly. Setelah itu ia mengantongi ponselnya kembali, tanpa orang itu sadari Berly sudah merekam semuanya. Ia melihat keadaan dari atas, Miss Nadya sudah berjalan menuju ruang tamu dari dapur segera saja ia turun kebawah. Meniti tangga dengan perlahan.
"Loh Berly?" Miss Nadya mengernyitkan alis, terlihat bingung. Melihatnya berpapasan dengannya.
"Tadi saya cari toilet, maaf sudah lancang," ujar gadis itu.
"Sekarang saya mau pulang, terimakasih," putus Berly. Lalu ia pergi dari rumah itu, disertai seringaian tipis.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Anagapesis
Teen FictionAnagapesis, istilah perasaan yang menggambarkan tentang seseorang yang tidak lagi merasakan kasih sayang. Aku hanya gadis membosankan. Rumah selalu sepi tidak ada kebahagiaan, yang ada hanyalah kesunyian. Sebelum satu kejadian yang merubah segalanya...