Didepan sana Miss Nadya tengah menerangkan, dengan gaya andalannya. Singkat, tapi mudah dipahami.
Gadis yang sedang duduk di bangku urutan dua pojok kanan, memutar bola mata malas. Tangannya sibuk meniup kuku dengan lapisan kutek berwarna pink. Tetapi telinga masih mendengar penjelasan didepan sana. Perkataan tadi masih terngiang di telinganya membuatnya kembali sebal. 'Hai calon anak tiriku, bagaimana perasaannya?'
Tanpa ia sadari kaki reflek menendang kaki meja. Membuat suara gaduh. Semua pasang mata mencari sumber suara.
"Maaf," ucap Berly. Kembali ke suasana tadi. Mata sibuk melirik kaki, membuatnya mengingat kejadian saat dirumah. Rasa sakit, kecewa masih ada didalam relung hatinya.
Meliriknya. Disisinya Zeline sibuk membuat catatan indah. Tipe orang kreatif. Bahkan bandana dengan corak bintang dan kalung selalu terpasang didirinya.
"Amberly, maju kedepan," suruh Miss Nadya. Ia mendongak kaget saat tiba-tiba namanya disebut.
"Soal ini pasti kamu bisa," imbuhnya.
Berly berdiri. "Kenapa tidak anak tersayangnya saja," batin Berly. Lalu melangkah anggun kedepan. Menghadap papan tulis lalu tangan bergerak mengerjakan. Merasa diperhatikan ia menoleh. Miss Nadya tersenyum. Berly hanya menatap datar, menyiratkan kata 'jangan lihat-lihat'.
°°°°
Istirahat
Tela yang biasanya sibuk berdebat kini menatap Berly penuh arti. Duduk dibangku depan, menghadap belakang, menopang wajah dengan tangan.
Zeline disamping bolak-balik melirik keduanya. Anwa masih sibuk berkemas dibelakang. Berly lama-lama risih dengan kelakuan keduanya, Zeline maupun Tela. Anwa menyusul, langsung duduk disamping Tela.
Anwa mengernyit heran, lantas berucap, "lo kenapa sih." Menghadap Tela.
"Gapapa," balasnya santai.
"Lo juga." Beralih menatap Zeline. "Ga sakit tuh leher." Seketika Zeline berhenti.
"Tela lo naksir Berly ya?" Anwa bergidik ngeri.
Menabok lengan Anwa keras. "Ngaco lo!"
Tela masih menatapnya. Berly menghela nafas. "Ada apa? tanyain aja." Sebenarnya ia orang yang malas membuka pembicaraan, hanya waktu terdesak saja seperti saat ini.
"Kaki lo, gue liat tadi," ucap Tela. Mengingat kejadian waktu Berly memasuki kelas, dengan kaki terseret.
"Ohh." Ia menjeda ucapan. Memikirkan alasan, karena selama ini ia belum menceritakan apapun kepada mereka.
"Emm, kepleset ditangga," kilah Berly.
Anwa membuka mulut siap bicara tapi ditahan Zeline, sudah hafal tabiat Anwa akan menyerocos.
"Ih lo apaan sih?" ucap Anwa tak terima.
Zeline hanya menatapnya, lantas bertanya kepada Berly, "kok bisa?"
"Ya gitu, tiba-tiba aja,"
Mulai tidak enak hati, tapi kapan ia menceritakan semuanya. Kapan ia siap?
°°°°°
Tangan bersidekap dada. Menendang kerikil dijalan. Kaki nya lama-lama nyeri berdiri dalam waktu lama. Masih menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Sial banget. Berly.
Ia tadi menolak ajakan semua temannya. Anwa, Tela, atau Zeline. Sekarang ia menyesal.
Tinn
Klakson dari arah belakang, membuatnya menyingkir. Ia pikir karena menghalangi.
"Hei," seru dari arah belakang. Ia tak menoleh. Sudah menyingkir maunya apa sih.
"Mau ikut ga?" Suara itu lagi.
"Tadi papa lo nyuruh bareng gue!" Masih gentar bertanya. Malas, sebenarnya malas tapi ia menoleh.
"Dia lagi, dia lagi," batin Berly marah.
"Bohong," balas Berly.
"Lah ga percaya dia," kata suara lain. Sally ternyata, setengah melongokan kepala.
"Mau ikut ga?" tanya Monata lagi.
"Males banget ikut lo," jawab Berly. Sembari memutar bola mata malas.
"Yaudah kalo gitu." Monata mulai menjalankan mobil, tanpa sadar ada genangan tepat disebelah Berly.
Wushh
Pyakk
Air itu menyiprat mengenai seragam kebanggaan SMA Galaxy. Noda coklat menghiasi blazer berwarna biru. Serta kemeja putih didalamnya yang terdapat dasi motif garis-garis.
"Sorry ga sengaja!!" teriak Monata yang sudah jauh.
Shitt
Berly mulai berjalan menyusuri sebelah jalan. Dibelakang ada seorang yang mengikutinya, tanpa sadar.
"Hei pincang, berhenti!" teriak orang dibelakang.
Namanya Berly, bukan pincang. Walaupun kakinya memang iya.
"Berhenti," tegas seorang itu. Menyegat langkah Berly. Perawakannya menyeramkan. Tindik di telinga, serta tubuh yang besar. Kesialan kedua.
Berly menoleh cepat kesembarang arah. Panik, tidak ada orang yang berlalu lalang.
"Serahin uang lo dan emas lo itu," suruh orang itu sebut saja preman. Matanya terlihat berbinar, emas di telinga dan ditangan berkelap-kelip terkena cahaya.
Berly menatap ragu preman didepannnya Menyerahkan perhiasan dan uang itu begitu saja. Sebelum benar-benar tersampai ditangan. Ada tangan seorang yang menghalanginya. Lelaki dengan seragam sama.
"Goblok lo," sindir lelaki itu. Menatap tepat di hazel biru laut.
Lelaki itu mendorong Berly kebelakang nya. Lalu berhadapan dengan preman didepan. Memasang kuda-kuda. Preman itu merasa tertantang.
"Maju lo lawan gue, jangan beraninya sama cewek, cupu!"
Preman melayangkan bogeman. Lelaki itu menghindari lalu memelintir tangan, dan membawanya kebelakang punggung preman. Menyekik leher, dengan tangan lain. Lalu menendang punggung dengan kaki. Sehingga lutut mendarat terlebih dahulu.
Berly yang melihat meringis.
Preman itu lalu berlari luntang lantung.
Lelaki itu mengusap tangan, membersihkan noda yang mungkin saja menempel. Lantas menghadap Berly.
Berly baru ingat. Ini lelaki yang diejeknya minggu lalu. Masih ingat dengan lelaki yang menggoda Berly pada saat itu? dan berakhir Berly mengejek dengan nama bakteri berbahaya? Ya lelaki itu.
Gadis itu memilin baju, gugup. "M-makasih."
"Dan maaf," lanjutnya mengingat kejadian minggu lalu.
"Hmm." Kemudian lelaki itu berjalan kearah lain. Selang beberapa menit mobil jemputan tiba. Membuatnya kesal.
Ia masuk mobil dengan perasaan dongkol. Bersidekap dada, dengan wajah menoleh kaca, melihat pemandangan jalan. Kemarahannya sirna, saat matanya menangkap hal menarik.
Sinar matahari berada dibatas garis terbarat cakrawala. Begitu indah jika dipandang dengan adanya gedung-gedung tinggi, seakan tak ingin pergi tanpa kesan yang mendalam. Betapa banyak kota ini menyimpan sejuta kekayaan, keramaian, bahkan keindahan.
Gadis itu takjub dengan keindahan senja.
Bersambung....
Yuk mulai masukkan ke perpustakaan kalian! Selesai membaca silahkan hidupkan data seluler kalian, dan pencet tanda bintang. Semangatin author dengan bilang next yaa!!
Pay pay
KAMU SEDANG MEMBACA
Anagapesis
Teen FictionAnagapesis, istilah perasaan yang menggambarkan tentang seseorang yang tidak lagi merasakan kasih sayang. Aku hanya gadis membosankan. Rumah selalu sepi tidak ada kebahagiaan, yang ada hanyalah kesunyian. Sebelum satu kejadian yang merubah segalanya...