7. Dia?

0 0 0
                                    

“Aku memang sudah memaafkannya, tapi bukan berarti aku masih mau kembali padanya.” -Tavisha Anggita.

Happy reading
•••

Semua jam pelajaran sudah selesai, Tavisha dan Angelina duduk di halte menunggu jemputan mereka. Tak lama  kemudian jemputan mereka pun tiba, mereka langsung masuk ke dalam mobil.

Di perjalanan Tavisha sibuk menatap orang-orang di pinggir jalan. Tatapannya kosong, entah apa yang sedang ia pikirkan. Netranya menangkap sebuah objek yang membuat jantungnya berpacu cepat.

“Dia kembali? Pasti bukan dia kan?” monolognya pelan.

Sesampainya di rumah, Tavisha masih memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Tak benar kalau ia mengatakan tidak merindukan sosok tersebut. Tavisha sangat merindukannya, tapi di sisi lain ia sangat membencinya.

Biru brengsek,” umpat Tavisha saat mengingat kejadian empat tahun silam.

(ʘᴗʘ✿)

Matahari mulai membenamkan dirinya, cahayanya yang berwarna jingga terlihat sangat indah.

Tavisha menatap kagum matahari yang menurutnya sangat indah. Sedangkan Aska sibuk memandang wajah Tavisha sambil tersenyum.

Sunset nya cantik, ya?” ucap Tavisha.

“Cantikan lo,” sahut Aska yang masih sibuk memandang wajah Tavisha.

“Apaan sih,” Tavisha menyembunyikan wajahnya yang memerah. Aska yang melihat itu pun terkekeh pelan.

“Visha.”

“Iya?”

“Tetap kayak gini, ya? Jangan pernah berubah,” Aska menatap Tavisha serius.

“Lu kenapa sih, gaada yang akan berubah,” jawab Tavisha.

Hening. Tidak ada yang berbicara. “Foto, yuk?” ajak Tavisha memecahkan keheningan, sambil mengeluarkan ponselnya

Tavisha mengambil gambar mereka berdua menggunakan kamera depan.

Matahari sudah benar-benar tenggelam. Yang tersisa kini hanya gelapnya malam, ditemani bintang-bintang terang. Mereka pun memilih untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, bukannya sambutan yang di terimanya. Melainkan tamparan dari ayahnya.

“Lihat jam berapa ini?! Ngapain kamu di luaran sana hah?” bentak Bagas.

“Maaf, Ayah,” ucap Tavisha, ia takut kejadian kemarin terulang lagi.

“Gaada maaf-maaf,” Bagas menarik paksa tangan Tavisha menuju ke ruangan kerjanya.

Srettt

Sebuah rotan yang panjangnya kira-kira satu meter itu berhasil mendarat di punggung Tavisha.

“Maafin Visha yah,” mohon Tavisha lirih.

Seolah tuli, Bagas tidak mendengarkan lirihan dari anaknya.

An Undisclosed Fact Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang