16. Peran pengganti?

1 0 0
                                    

“Gue pikir selama ini yang sakit fisik gue, ternyata batin.” -Tavisha Anggita.

Happy reading
•••

Tavisha tersadar, ia mencoba menggerakkan anggota badannya untuk bersandar di dinding. Ia meringis menahan perih di punggungnya. Setetes darah berhasil keluar dari hidungnya, ia meraba hidungnya, memastikan darah itu memang berasal dari sana. Ia menyumbat hidungnya menggunakan kain bajunya, ia tidak bisa berlari untuk mengambil tisu, badannya masih terasa sangat sakit.

Tavisha teringat dengan pesan terakhir dari pengirim rahasia. Timbul niatnya untuk mengecek berkas-berkas yang ada di ruangan kerja ayahnya tersebut. Ia mulai bangkit dan berjalan tertatih-tatih. Ia mengecek satu-persatu berkas, sampai ia menemukan satu map yang menarik perhatiannya. Map yang terlihat sedikit lusuh dengan di tambah ikatan pita merah di depannya.

Ia membukanya dan melihat satu-persatu surat-surat yang ada di dalamnya. Netranya beralih menatap satu benda yang jatuh karenanya. Flashdisk? Tavisha buru-buru memasukkannya ke dalam berkas-berkas tersebut dan membawanya ke kamarnya. Ia rasa tidak aman jika harus melihatnya di ruangan tersebut.

Tavisha duduk di kasurnya, ia ingin melihat isi flashdisk tersebut. Namun, ia teringat handphone-nya yang tidak ia buka sama sekali dari kemarin. Ia mengambil handphone-nya dan membukanya, banyak notifikasi masuk ke ponselnya itu. Satu notifikasi dari akun Instagram sekolah menyita perhatiannya membuat matanya membola, ia langsung membukanya dan melihat isi postingan tersebut.

Air matanya mulai mengalir, degup jantungnya tak beraturan, nafasnya terasa begitu sesak. Postingan itu berisi gambar Angelina yang tercebur ke dalam kolam dengan caption, disana di jelaskan kalau Tavisha lah yang mendorongnya. Yang membuat Tavisha menangis adalah, komentar para siswa tentang dirinya. Walaupun masih ada yang membelanya, tapi tidak sedikit yang mengata-ngatai dia.

@user1 Percuma pintar, tapi kelakuannya kayak manusia bodoh.

@user2 Keliatannya sih baik, padahal kayak taik.

@user3 Ga salah sih dulu Keisha membullynya, kalau kelakuannya di belakang kita kayak gini.

@user4 Kalian udah tau kalau itu beneran? Gimana kalau fitnah? Dosa lohh kalian udah ngerusak nama baik orang lain.

@user5 Biasa yang kayak gini cepat mati, awokawok.

Dll.

Tavisha tidak lagi membaca komentar tersebut lebih lanjut. Tangannya bergetar hebat, nafasnya terasa semakin sesak. Ia dengan cepat membuka laci meja belajarnya, dan mengobrak-abrik isinya untuk mencari obat. Namun, dia tidak menemukan obat tersebut. Ia hanya menemukan botol yang sudah kosong, obatnya sudah habis. Saat hendak menutup kembali laci tersebut, matanya menangkap sebuah benda yang sudah lama ia simpan. Cutter. Ia mulai mengambilnya dan menggambar garis lurus di tangan kirinya. Satu demi satu garis berhasil ia ukir, senyumannya terbit tatkala melihat darah yang mulai mengalir. Ya, dia melakukan barcode alias menyakiti dirinya sendiri. Pikirannya mulai tenang, ia hanya fokus pada ukiran yang sedang ia buat. Terlihat gila, namun itulah satu-satunya cara Tavisha menenangkan dirinya selain minum obat penenang. Setelah dirasa cukup, ia menyimpan kembali cutter tersebut, dan berbaring di kasur. Ia membiarkan darahnya mengalir begitu saja. 

Akan tetapi, ia teringat akan flashdisk yang ia temukan tadi. Ia langsung mengambil laptopnya dan memasang flashdisk tersebut.

“What?” betapa terkejutnya Tavisha saat melihat isinya. Disana terdapat rekaman CCTV rumah sakit, tepat di ruang rawat Mentari dulu.

An Undisclosed Fact Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang