-Part 4 || Terulang kembali-

3.3K 195 1K
                                    

Halo, apa kabar Paco geng?

Walaupun terlambat, aku mau mengucapkan minal aidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin, selamat merayakan eid Adha bagi yang merayakan.

Maaf atas keterlambatan update cerita ini ya.

Piiiriding!

***

"Bunda, Bun-Bunda. BUNDA...." Teriak Alea, pada saat yang sama ia pun terbangun kemudian, terduduk dengan nafas yang terengah-engah dan rasa sesak yang menjalar didada, dengan keringat dingin membasahi pelipis, baju piyama yang ia kenakan pun terasa lembab akibat keringat.

Alea menangis sejadi-jadinya mengingat apa yang dilihatnya dalam mimpi barusan.

Akibat kerinduannya yang teramat sangat terhadap sosok Ibu yang dipanggilnya dengan sebutan 'Bunda'

Senang, sedih, kecewa campur aduk rasanya. Bagaimana tidak, sudah sekitar dua belas tahun lamanya ia tak berjumpa dan tak saling berkomunikasi dengan sang-Bunda. Tiba-tiba saja wajah yang ia rindukan datang walau hanya lewat mimpi, hanya sebentar tapi ia sangat bersyukur. Paling tidak, ia bisa memandangi wajah cantik Bundanya.

Rasanya ia ingin sekali langsung terbang ke Canada untuk mencari keberadaan sang Bunda, namun apalah daya, semuanya hanya keinginan yang belum mampu ia realisasikan, karena ditentang oleh Papa nya.

Alea terakhir bertemu dengan ibunya saat ia berusia lima tahun, setelah itu ibunya pindah dengan suami barunya beserta tiga orang anak tirinya ke Canada, dan yang sangat disayangkan adalah kepindahan Lauren tidak diketahui oleh Alea dan Papa nya.

Kabar Bundanya yang tinggal di Canada pun antara jelas dan tidak, Alea hanya tau kemungkinan terbesarnya seperti itu, berdasarkan informasi yang di dapatnya dari sang Papa.

Setelah bertahun-tahun Alea berusaha mencari kabar atas ibunya, tapi hasilnya nihil, pernah ia mencoba berkomunikasi dengan Kakak tirinya lewat instagram, melalui dm tapi tak pernah di balas, jangankan di balas di baca saja tidak.

"Non, Al..." Ternyata Bik Hanum sudah masuk ke dalam kamar Alea dengan wajah yang tampak sangat khawatir.

"Non Alea, kenapa Non?" ulang Bik Hanum sembari mendekati Alea, yang terlihat sangat pucat. Alea tidak merespon dengan ucapan, ia hanya mengangguk kecil ke arah Bik Hanum, dan kembali merebahkan dirinya.

"Non Alea demam," ujar Bik Hanum setelah memegang dahi Alea yang panas. "Biar bibik ambilin obat sama sarapan ya? Non istirahat aja dulu jangan bangun, tiduran aja." Setelah mengatakannya Buk Hanum bergegas segera keluar dari kamar.

Alea masih dengan keadaan diam tanpa berkutik sedikitpun, sekali-kali air mata yang ia tahan mulai mengaliri pipi chubbynya.

Beberapa menit kemudian Bik Hanum kembali dengan membawa nampan yang berisi obat, beberapa potong sandwich untuk sarapan dan juga segelas air putih.

"Non, diminum dulu ya obatnya?"
Bik Hanum menaruh nampan yang dibawanya ke atas nakas di samping tempat tidur Alea, membantu Alea untuk duduk lalu menyodorkan obat paracetamol kepada Alea untuk diminum.

Alea mengambil sodoran obat dari bibik Hanum, menelannya dengan bantuan air putih yang di bawa oleh bibi Hanum barusan. Alea bangkit dari tempat tidur hendak bersiap-siap ke sekolah tapi baru selangkah ia berjalan kepalanya terasa pusing, Bik Hanum yang melihat Alea seperti akan terjatuh langsung refleks bangun dari duduknya merangkul Alea dan mendudukannya kembali ke atas tempat tidur.

Dearest Wound Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang