12

695 117 7
                                    

Beberapa waktu kemudian

Hinata mabuk udara. Inilah salah satu alasan mengapa dirinya sejak tadi terus meringkuk lemas pada ranjang salah satu kamar hotel.

Perjalanan yang memakan waktu cukup lama, membuat penderitaan Hinata terasa semakin luar biasa. Sensasi tak nyaman memang telah ia rasakan setelah 15 menit pesawat lepas landas, dan karena ini bukan kendaraan darat, sudah jelas jika Hinata tak bisa melompat keluar dan melarikan diri.

Alhasil, baru saja menapaki langkah di bandara, ia sudah memuntahkan segala isi perut tanpa tersisa. Dan sekedar informasi, itu adalah yang ketiga kali ia melakukannya -- karena sebelumnya juga sempat muntah dua kali di dalam pesawat.

Sialan, Naruto! Pria bajingan itu bahkan tak melakukan apa-apa untuk membantu -- selain berdiri di depan toilet sembari menunggu dengan tenang.

Akhirnya, Hinata terkapar. Bergelut di ranjang untuk menenangkan diri hingga malam menjelang.

Tubuhnya kembali bangkit dengan sangat enggan setelah mendengar sebuah ketukan dari luar.

Pintu terbuka secara perlahan, serta Naruto berdiri di sana -- dengan pakaian santai lengan pendek dan jogger hitam.

"Merasa lebih baik?"

"Jangan menggangguku."

Baru saja Hinata berniat menutup kembali pintu, Naruto telah lebih dulu menahan dengan sebelah lengan dan menerobos masuk secara paksa -- hingga Hinata harus sedikit terdorong ke belakang.

Suara pintu yang tertutup cukup keras, membuat Hinata mendelik sinis.

"Jadwal kegiatan."

Ucapan Naruto membuat sang wanita memperlihatkan garis kening yang menandakan rasa bingung.

"A-Apa?"

"Jadwal, mana? Tugasmu mengatur kegiatan selama aku ada si sini."

Ah! Benar juga. Tapi, hei! Jangan salahkan Hinata. Ia tak pernah melamar pekerjaan menjadi seorang asisten atau sekretaris, jadi, mana paham dia pada hal-hal demikian. Keseharian Hinata adalah mengejar target dan deadline, bukan menjadi pengasuh dadakan.

Dengan tubuh yang sesekali masih terasa kurang seimbang, Hinata meraih ponsel dan mengecek pesan yang Shikamaru kirimkan siang kemarin, berupa jadwal waktu dan kegiatan apa saja yang akan Naruto lakukan.

"Besok Anda memiliki pertemuan bersama para pemimpin perusahaan di hotel Nami pada pukul 11 siang." Hinata menatap Naruto untuk memastikan jika dia berkata benar.

"Apa lagi?"

"Uhm ... malamnya ada makan malam dengan presdir dari perusahaan Sabaku pada pukul tujuh." Kembali, Hinata melirik.

Naruto memasukkan tangan ke saku celana, lalu, bergumam samar sebagai tanggapan.

Hening.

Hinata tak tahu harus berkata apa lagi, sedangkan Naruto belum juga keluar dari kamarnya dan malah menatap dengan pandangan yang tak bisa dipahami.

"Kenapa memasang wajah terbeban seperti itu?"

"Apa?"

Naruto mendengus. "Kau tak suka menemaniku ke sini?"

"Bukan tak suka, tapi, ini terlalu mendadak dan sedikit mengacaukan beberapa rencana kegiatan pribadiku. Lagi pula, kenapa harus aku yang dibawa kemari? Anda tahu, aku hampir saja mati dalam perjalanan." Hinata menjawab sembari meletakkan kembali ponsel miliknya ke atas nakas.

"Oh ... jadi, aku terkesan mengacaukan rencanamu, begitu? Rencana apa kira-kira?"

Hinata tak menjawab.

Marriage Without Dating - NaruHina [ M ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang