Sesungguhnya, Hinata telah mengingat semua itu.
Sudah sejak ia terbangun di waktu subuh, ingatan akan percintaan dirinya bersama sang atasan telah menampakkan diri secara nyata dalam pikiran.
Alhasil, Hinata menjadi tidak bisa terlelap kembali. Jantungnya berdetak cepat bersama rona yang menyala pada wajah.
Jika disimpulkan secara asal, bisa dikatakan jika Hinata yang telah membawa dirinya sendiri sehingga hal itu terjadi. Dia yang mendekati Naruto dan dia yang meminta Naruto untuk bersamanya.
Sial. Jika sudah begini, Hinata jadi tidak yakin akan berani menatap langsung wajah sang lelaki. Lebih baik ia tak mengingat hal itu lagi, jika hanya membuat pikirannya sekacau ini.
Langit cerah telah terlihat di luar jendela. Sekitar pukul tujuh waktu yang tertera pada jam ponsel, namun, Hinata merasa tak ingin keluar dari kamar.
Singkatnya, setelah acara pernikahan kemarin, Hinata diminta untuk tinggal di kediaman sang pria. Ingin menolak, tetapi ayahnya sedang menatapnya saat itu. Maka, Hinata pasrah mengikuti.
Kamarnya dan Naruto berbeda.
Tentu saja!
Mana sudi mereka tidur sekamar satu sama lain.
Bahkan, jika menjelang siang nanti, saat Hinata yakin kakak dan ayahnya telah kembali ke Suna, ia akan pulang ke apartemen.
Hal ini sudah dibicarakan secara langsung bersama sang pemilik rumah -- si Namikaze Naruto, dan tentu saja tak ada penolakkan atau protes sama sekali.
Sangat perlahan, Hinata menyibak selimut tebal yang membungkus dirinya. Hawa dingin dari AC yang tetap dihidupkan semalaman, membuat ia meringis lalu bangkit menuju jendela.
Rumah Naruto cukup dari jauh lokasi apartemen Hinata. Mungkin akan memakan waktu setengah jam dengan taksi.
Jika berkata yang sebenarnya, Hinata suka di sini. Suka dalam arti perumahan tersebut berada di kawasan yang masih cukup asri dan tak sepadat tengah kota. Sejauh mata memandang, Hinata dapat melihat beberapa area yang mungkin memang sengaja ditanami pepohonan rindang agar membentuk hutan kecil. Perbedaan udaranya cukup mencolok. Di apartemen Hinata terasa sekali hawa panas yang mengisi atmosfer, tetapi di sini, kesegarannya masih sangat terjamin.
Andai bisa menetap lebih lama, Hinata akan bersedia. Namun, ketika wajah Naruto melintas, ia buru-buru menggeleng.
Dengan malas, Hinata menuju ruang mandi, sekadar membersihkan diri. Setelahnya, ia berniat keluar untuk mencari makan yang mungkin saja tersedia.
Baru membuka pintu, Hinata sudah dikejutkan oleh kehadiran seorang wanita setengah abad yang sedang membersihkan bagian ruang santai.
Pandangan mereka bertemu, ia menghampiri Hinata dan tersenyum lembut.
"Sarapan Nyonya sudah ada di meja."
Nyonya? Astaga, Hinata masih tidak terbiasa dengan kata itu. Sesuatu yang mengingatkan bila dirinya telah terikat dengan seorang 'Tuan'.
Berlanjut, Hinata mengayun langkah. Sesekali, pengelihatannya menangkap segala hal yang bisa terjangkau.
Rumah Naruto memang besar, tapi tak sebesar yang biasa terlihat di series-series pria kaya raya. Konsep ruangan terkesan nyaman tanpa ada bumbu-bumbu perabotan mewah berlebihan yang mengisi tiap sudut tembok. Malah, yang lebih mendominasi adalah banyaknya tanaman-tanaman hijau yang berjejer di beberapa tempat.
Mungkinkah Naruto tipe yang menyukai tema alam?
Ketika tiba di meja makan, tanpa sengaja, wajah Hinata bersemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Without Dating - NaruHina [ M ] ✔
FanficSebutkan satu hal untuk mendefinisikan seorang Namikaze Naruto. *** AKAN ADA BEBERAPA BAGIAN YANG SENGAJA DIPOTONG. JIKA INGIN MEMBACA VERSI LENGKAPNYA, KALIAN DAPAT BERKUNJUNG KE KARYAKARSA. *** Sebutkan satu hal untuk mendefinisikan seorang Namika...