8

742 116 7
                                    

Ucapan terakhir yang Hinata dengar dari Kushina melalui panggilan telepon beberapa waktu lalu -- adalah kalimat jika beliau akan berkunjung ke tempat Naruto pada malam nanti, yang secara otomatis, mengingatkan Hinata pada posisi bila selama beberapa hari ini -- ia telah kembali ke apartemennya.

Hal tersebut pastinya juga telah sampai ke telinga Naruto. Maka, belum sejam Kushina menghubungi, Hinata juga telah menerima pesan singkat dari sang pria.

Si Paling Iya
[Pulang bersamaku.]

Dibanding permintaan atau ajakan, Hinata yakin, kalimatnya lebih merujuk pada perintah yang tak ingin menerima argumen.

Jadi, setelah jam kantor usai dan Hinata membiarkan Sakura pulang lebih awal dengan segudang alasan bila dirinya masih mengurusi hal lain, Hinata telah bersedia diri untuk menunggu hingga pesan berikutnya -- berupa arahan dari sang direktur -- akan muncul.

Si Paling Iya
[Keluar.]

Diawali dengan helaan napas pasrah, Hinata berjalan menuju lorong depan bersama langkah terseret paksa.

Benar saja, di sana ada Naruto dengan penampilan khas seorang pemimpinnya; sedang berdiri dalam jarak yang cukup jaun, namun, tetap terjangkau oleh pandangan mata -- hingga Hinata tak perlu memikir ulang bila sosok tersebut memang benar sang suami -- ralat! Sang Predator.

Sejenak, Hinata melirik sekitar secara cukup tergesa. Sedikit khawatir jika ada karyawan lain yang melihat -- meski memang, keadaan sudah sangat sepi. Jikapun ada beberapa orang, hanyalah mereka yang sedang lembur dalam ruangan.

Bibir Hinata berdecak pelan. Kenapa pula Naruto harus menunggu di sana? Kenapa tak langsung di mobil saja agar lebih meminimalisir kecurigaan?

Hinata melanjutkan jejak ketika melihat jika tubuh tinggi di sana telah lebih dulu berjalan pergi tanpa menunggu agar si wanita mensejajarkan diri. Ketika sedang berada di depan lift yang berbeda, keduanya sempat saling berpandangan, lalu, kembali melempar wajah ke arah lain.

Hinata mendesah dalam hati. Sampai kapan mereka akan seperti ini? Jujur saja, ini sangat melelahkan.

Setelah tiba di area basement, Hinata muncul lebih dulu dan segera memastikan jika lokasi telah sepi tanpa penampakkan seorang pun manusia.

Lantas, saat Naruto juga menampakkan diri dan masuk ke dalam mobil yang terparkir di area khusus, begitu cepat dan tetap hati-hati, sang wanita telah ikut serta.

Hinata bahkan belum meraup oksigen untuk bernapas, tetapi, Naruto telah menyambar dengan segera.

"Jangan mengatakan macam-macam pada ibuku."

Hinata tahu atas dasar apa ucapan tersebut dilontarkan; tentu saja mengenai dirinya yang kembali pindah ke apartemen selepas menikah.

"Aku juga sudah memberi mandat pada bibi Chiyo untuk menutup mulut, jadi, pastikan jika kau tidak berbuat ulah yang akan menciptakan masalah."

"Aku tahu," Hinata menjawab sedikit tak senang. Cara Naruto yang menatap seolah akan menelan manusia hidup-hidup, membuat tubuhnya sedikit bergidik.

Ini hanya sekadar pendapat saja, tapi, entah mengapa, meski pernikahan dirinya bersama Naruto dilandasi oleh keinginan sang ayah, namun, Hinata merasa jika Kushina juga menginginkan hal tersebut terjadi.

Lihat saja dari sikap-sikapnya selama ini. Kushina-lah yang berperan paling banyak dalam mengurus segala hal untuk pernikahan mereka. Padahal, kata Naruto, ibunya bukanlah tipe orang yang mau merepotkan diri demi sesuatu yang tak ia sukai. Bahkan, ketika bertemu Hinata, si wanita dewasa langsung menunjukkan rasa tertarik pada dirinya begitu saja.

Marriage Without Dating - NaruHina [ M ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang