13. Pencuri Kayu Bakar

1 2 0
                                    

Daeng Mangalle menumpuk kayu-kayu bakar yang dibawanya di samping rumah sang kakek. Tidak banyak, tetapi cukup digunakan sebagai bahan bakar selama beberapa hari ke depan. Sejenak, ia memperhatikan rumah sang kakek yang terbuat dari kayu itu sekilas. Secara kasa mata, rumah sederhana itu bersih dan tertata rapi.

"Minumlah. Kakek hanya memiliki air putih," kata sang kakek sembari menyodorkan secangkir air putih pada Daeng Mangalle.

"Terima kasih, Kek," balas Daeng Mangalle singkat sebelum menenggak habis air minumnya.

Seulas senyum terbit di bibir kakek itu. Tampaknya Daeng Mangalle sangat lelah sehingga membutuhkan asupan energi baru, meskipun hanya secangkir air.

"Kakek ucapkan terima kasih pada Daeng yang sudah membantu."

"Sama-sama, Kek. Saya senang bisa membantu Kakek, tetapi mengapa Kakek membawa kayu-kayu bakar itu sendiri? Kakek bisa sakit." Daeng Mangalle berucap khawatir melihat kondisi sang kakek yang sudah berumur dan mudah merasa lelah.

"Kakek biasa dibantu cucu kakek, tetapi sekarang dia sedang sakit. Kakek ingin memasak makanan untuknya, tetapi kayu bakar yang kakek miliki sudah habis," tukas sang kakek memberikan penjelasan.

"Cucu kakek sakit? Saya bantu bawa berobat, ya, Kek," kata Daeng Mangalle menawarkan bantuan.

Kakek itu menggeleng. "Tidak apa-apa. Keadaan cucu saya sudah membaik. Terima kasih atas kebaikan hati Daeng Mangalle. Saya tidak pernah menyangka jika bisa bertemu dengan Daeng Mangalle seperti ini."

"Kakek bisa bertemu dengan saya kapan pun Kakek mau. Saya sering berjalan-jalan meninggalkan kerajaan, tetapi jika kakek tidak bisa menemui saya, maka saya akan datang menemui kakek."

"Tidak apa-apa. Jangan merepotkan diri demi saya, Daeng. Anda sebaiknya kembali, karena pengawal Anda juga sudah menunggu."

Daeng Mangalle mengangguk seraya beranjak dari tempat duduknya. "Baiklah, saya akan ...." Kalimat Daeng Mangalle menggantung sesaat setelah suara ribut-ribut muncul dari samping rumah sang kakek.

Dengan sigap Daeng Mangalle bergerak menuju sumber suara. Terlihat seseorang dengan jubah yang menutupi tubuhnya berlari. Netra Daeng Mangalle diarahkan pada tumpukan kayu bakar yang beberapa saat lalu ditempatkan di sana.

"Berhenti kau!" Daeng Mangalle berteriak keras. Akan tetapi, tidak berhasil membuat pencuri kayu bakar itu menghentikan pergerakannya.

"Saya akan segera kembali, Kek," kata Daeng Mangalle lagi sebelum berlari mengejar si pencuri.

Pergerakan pencuri itu begitu cepat dan gesit. Daeng Mangalle kewalahan mengejarnya. Akan tetapi, ia tidak bisa membiarkan kayu-kayu bakar yang dengan susah payah dicari dan dikumpulin kakek itu hilang begitu saja. Ia juga tidak menginginkan usahanya membawa kayu-kayu bakar terbuang sia-sia.

"Berhenti kau, pencuri!" Daeng Mangalle menarik jubah belakang si pencuri yang sontak membuat sang empu menghentikan langkah.

Namun, si pencuri hanya bergeming di tempatnya dengan posisi membelakangi Daeng Mangalle. Sepertinya pencuri itu memiliki rencana agar dapat membebaskan diri dari Daeng Mangalle.

"Kembalikan kayu-kayu itu!" kata Daeng Mangalle lagi setelah mengatur deru napasnya yang tersengal-sengal."

Kerutan tipis tercipta di kening Daeng Mangalle saat melihat reaksi sang pencuri yang begitu tenang dan terlihat tidak memiliki niat untuk kabur darinya. Akan tetapi, Daeng Mangalle tetap harus waspada.

Daeng Mangalle mengepalkan tangannya erat lalu diarahkan pada si pencuri. Akan tetapi, lawannya dapat menghindar dengan mudah. Melihat adanya pergerakan, si pencuri mulai melancarkan serangan. Ia menyikut Daeng Mangalle sebelum melayangkan tendangan. Serangan tiba-tiba itu sontak saja membuat Daeng Mangalle tersungkur ke tanah.

Daeng Mangalle meringis seraya bangkit. Netranya membola saat indera penglihatannya tidak menangkap bayangan si pencuri itu. Anehnya, kayu-kayu yang sempat dicuri ditinggalkan begitu saja.

"Sejak kapan pencuri itu pergi? Pergerakannya cepat sekali, sampai saya tidak menyadarinya," komentar Daeng Mangalle sambil celingak-celinguk. Ia hanya tersungkur selama beberapa detik saja, tetapi pencuri itu sudah pergi. Entah sejak kapan.

"Kayu-kayu bakat ini lebih penting, daripada pencurinya," gumam Daeng Mangalle lalu mengambil kayu-kayu yang bergeletakan di tanah.

Daeng Mangalle mengembalikan kayu-kayu itu pada kakek pemilik. Ia juga mengucapkan permintaan maaf dikarenakan tidak berhasil menangkap si pencuri itu. Akan tetapi, sang kakek tetap berterima kasih pada Daeng Mangalle yang telah banyak membantunya.

Tidak dapat dipungkiri jika Daeng Mangalle masih terus memikirkan seseorang yang mengambil kayu bakar milik sang kakek. Anehnya lagi, pencuri itu kabur dengan tidak serta merta membawa kayu-kayu yang telah dicurinya. Perlawanan yang diberikan Daeng Mangalle untuk menghentikan aksinya pun dapat dengan jelas dikatakan gagal. Ia baru melayangkan satu kepalan tinju, tetapi si pencuri memberikan gerakan lebih, yaitu menyikut dan menendang. Tenaga yang dikeluarkannya pun cukup membuat tubuh kurus Daeng Mangalle jatuh tersungkur.

"Apakah saya yang terlalu berpikir berlebihan dengan tingkah laku pencuri itu? Tetapi mengapa kayu yang sengaja dicurinya ditinggalkan begitu saja?" Daeng Mangalle bergumam di sela-sela langkahnya. Kepalanya sudah cukup dipusingkan dengan jawaban atas pertanyaan Marauleng. Sekarang, tingkah laku pencuri itu menambah beban pikirannya.

"Lebih baik saya hiraukan saja pencuri itu dan lebih berkonsentrasi menemukan jawaban atas pertanyaan Marauleng. Saya ingin sekali menjadi murid Malomo dan teman berlatih bagi Marauleng."

Daeng Mangalle kembali ke tempat di mana ia meminta Uleng menunggunya. Pria itu telah berdiri dalam waktu lama, tetapi tidak terlihat rasa lelah yang tergambar di wajahnya.

"Apakah Anda baik-baik saja, Daeng? Anda pergi cukup lama," tanya Uleng khawatir.

"Saya baik-baik saja," balas Daeng Mangalle singkat.

Uleng mengembuskan napas lega. Salah satu alasan mengapa ia dapat berdiri dalam waktu lama ialah karena ia mencemaskan Daeng Mangalle. "Mengapa pakaian Anda terlihat berantakan?"

Daeng Mangalle memperhatikan diri sendiri. Pakaiannya terlihat lusuh, dikarenakan jatuh tersungkur ke tanah. "Ada seorang pencuri yang mengambil kayu bakar kakek itu. Saya berusaha mengejarnya dan berakhir mendapatkan sikutan dan tendangan dari pencuri itu. Itulah alasan mengapa pakaian saya kotor," jelas Daeng Mangalle singkat. Ia tidak berniat menyembunyikan apa pun dari Uleng.

"Apakah anda baik-baik saja?" Uleng membolak-balik tubuh Daeng Mangalle dan memperhatikannya dengan saksama.

"Saya baik, Uleng. Kau terlalu berlebihan." Daeng Mangalle berucap sembari mengembuskan napas berat. Uleng selalu seperti ini. Terlalu khawatir dengan keadaannya, padahal ia baik-baik saja.

"Lengan Anda terluka, Daeng. Sebaiknya kita kembali dan akan saya bantu mengobati luka Anda," ajak Uleng yang dituruti Daeng Mangalle tanpa bantahan.

Setibanya di kerajaan, Uleng segera membantu Daeng Mangalle mengobati luka di lengannya dan membubuhkan ramuan tradisional yang telah dihaluskan pada luka tersebut.

"Inilah mengapa saya tidak mengizinkan Anda pergi seorang diri, Daeng. Saya bertanggungjawab atas keselamatan diri Anda, Daeng Mangalle. Beruntung Anda hanya mendapatkan luka kecil seperti ini. Bagaimana jika keselamatan nyawa Anda yang terancam? Berhadapan dengan seorang pencuri juga bukanlah hal yang mudah."

Bersambung...

Laron Menerjang Sinar [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang