Useless

30.9K 3.8K 212
                                    

Aku mendengar Mama dan Papa yang sibuk menjelaskan padaku panjang lebar kenapa mereka menjodohkan aku dengan Ayash. Mataku sembab sekali karena terus-terusan menangis, dan aku juga kesulitan untuk membuka mata lebar. Aku sangat lelah. Tenagaku sudah habis karena terlalu banyak menangis, bahkan kepalaku saat ini terasa pusing, bibirku kering, tenggorokanku sakit, dan aku mendadak demam.

Sebelumnya kembali ke Boyolali Mama memang sempat berceritakalau dia ingin menjodohkan aku dengan carik di desa ini. Kala itu meskipun aku tidak mau, aku tetap pulang karena selain masalah perjodohan -yang saat itu tidak aku anggap terlalu serius- mereka juga mengatakan padaku untuk belajar mengelola peternakan milik Papa. Waktu itu aku masih berpikir kalau mungkin Mama dan Papa akan berubah pikiran setelah melihatku tidak minat dengan apa yang mereka rencana. Naasnya, semua yang mereka rencanakan ternyata tidak bisa diganggu gugat.

Orangtuaku, mereka jelas-jelas mendengar suara isak tangisku, mereka melihat bagaimana keadaanku saat ini dengan mata yang sembab, pipi yang dibanjiri air mata, namun keduanya tetap bicara tanpa henti menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

"Kamu ini satu-satunya anak Bapak sama Ibuk, Nduk. Bapak ini punya usaha warisan yang kamu udah lihat sendiri gimana sibuknya, gimana ramainya peternakan. Banyak orang bergantung sama usaha kita, Nduk. Terus, kalau bukan kamu siapa lagi to yang nerusin? Kakekmu jatuh bangun jual tanah sana-sini buat mulai usaha, sekarang Bapak dan kamu yag tinggal nerusin. Apa yo ndak sayang to kalau setelah Bapak udah nggak sanggup ngurusin, peternakan nggak jalan?"

Kemudian Mama menimpali, "Banyak tetangga dan orang dari luar desa ini bisa hidup karena peternakan kita. Peternakan itu bukan cuma usaha yang ngehasilin uang, Nduk. Dari sana ada anak-anak yang bisa lanjutin sekolahnya kayak kamu. Banyak yang terbantu, dan banyak yang bersyukur karena peternakan warisan kakekmu ada sampai sekarang."

Papa menarik napasnya panjang. "Bapak tahu, ini bukan yang kamu mau. Tapi kamu anak Bapak satu-satunya."

"Bapak-Ibumu udah pikirin ini sejak lama. Kamu belajar ngelola peternakan sedikit-sedikit dan pelan-pelan nggak apa-apa. Kamu nggak mau setiap hari nyium bau kotoran juga nggak apa-apa. Kalau kamu tahu paling enggak dasar-dasarnya, sisanya biar Ayash yang bantu ngurus," lanjut Papa yang membuatku mengepalkan tangan dengan keras sehingga dapat aku rasakan kuku tanganku yang terasa sakit di telapak tanganku.

"Ayash itu yang paling baik dan yang paling tepat. Kamu pikir, orangtuamu ini mau ngasihin kamu ke orang yang nggak baik?" Mama menambahi.

'ngasihin' memangnya aku ini barang? Aku bukan barang! Aku ini manusia yang meskipun oranglain nggak menghargai aku, aku adalah yang paling sayang dengan diriku sendiri karena aku berharga.

"Kamu mau Bapak jodohin sama orang tua bangka yang punya istri tiga? Enggak kan? Bapak sama Ibumu nyoba kasih pasangan yang baik. Ayash itu anak baik. Apa kurangnya lagi to, Nduk? Kalau sekarang belum bisa nerima, nanti lama-lama juga terbiasa, semuanya kan butuh waktu. Termasuk kamu juga butuh waktu buat nerima semua ini. Jadi pelan-pelan aja nggak apa-apa to, Nduk? Kenalan sama Ayash dulu," terang Papa panjang dengan begitu lancarnya tanpa terbata-taba sedikitpun. Semua kalimatnya terdengar lancar.

"Kamu nggak sendiri, di luar sana juga banyak yang dijodohin sama orangtuanya, Nduk. Banyak juga yang akhirnya baik-baik aja, sampai tua bareng-bareng. Ini itu kan cuma masalah mau nerima atau enggak kan? Kalau kamu berontak ya nanti kedepannya kamu sendiri yang kesusahan."

Kenapa Mama bicara begitu? Mama dan Papa bahkan bukan pasangan dari perjodohan! Kenapa jadi sok tahu begitu padahal dia sama sekali tidak pernah merasakannya! Dan lagi, kenapa di matanya perjodohan ini seperti bukan masalah besar di mana garis besarnya hanya mau menerima atau tidak mau menerima.

Clumsy SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang