𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 ° 𝟐

1K 116 22
                                    

°𝑰𝒎𝑴𝒐𝒓𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒍𝒊𝑿𝒊𝒓°

      Jeno berjalan terburu, rambutnya yang kusut berantakan tidak menutupi bahwa dia baru saja bangun dari tidurnya. Itu diperkuat dengan kotoran yang masih menyisa di ujung mata. Sama sekali tidak mempedulikan penampilan. Dia tidak mempermasalahkan karna yang dia pikirkan harus segera datang ke laboratorium khusus miliknya.

Dua orang pria dan wanita menyambut dengan sibuk mengoperasikan komputer ketika masuk ke dalam ruangan itu. Disana, pria yang dicintainya sedang kejang-kejang dan bola matanya memutih dengan iris karamel kesukaannya merotasi hingga keatas sampai terlihat segaris. Begitu menyakitkan hanya dengan melihatnya saja, bagaimana dengannya yang mengalami?

“Ada apa?”

“Aku tidak tau, saat aku akan mengambil hidrotoksin disini, aku sudah melihatnya seperti itu.” Karina menjawabnya dengan panik.

Itu berarti kejadiannya sudah lama, Jaemin dalam kondisi kejang-kejang seperti itu. Jeno melihat lagi apa ada yang salah dengan cairan yang tadi disuntikkannya. Memeriksa kembali hasil dari beberapa jam dia meninggalkan Jaemin.

Tidak ada apapun.

Nihil.

Perlahan tubuh itu bergerak melambat dengan kejang yang semakin terkendali lalu berhenti. Namun seiring waktu mata itu kembali menutup.

Jeno kecewa. Dia pikir itu adalah reaksi dari ekstraksi beberapa zat kimia yang sudah disuntikkan.

Dia pikir Jaemin akan membuka mata dan hidup kembali.

Hidup kembali.

Benar, dia sudah gila.

Dia tidak menyangkal itu. Bukankah banyak yang mengatakan kehidupan adalah anugerah Tuhan?! Dia atheis! Dia tidak percaya Tuhan. Dia hanya percaya pada dirinya sendiri.

Konyol sekali. Tapi kini dia memikirkannya lagi, akankah Tuhan yang mereka puja itu bisa menghidupkan Jaeminnya? Jika iya, dia akan berdoa setiap hari. Dia akan pergi ke gereja, kuil, puri, masjid atau kemanapun tempat Tuhan yang bisa menghidupkan lagi kekasihnya.

Tuhan mana saja.

Terserah, asalkan dia bisa mengembalikan pria tercintanya.

Menempelkan jemarinya yang keriput kepermukaan tabung seperti sebuah kebiasaan dan mengajak orang didalam sana untuk berbicara. “Jaemin-ah, apa kau masih betah menutup matamu? Ini sudah hampir dua puluh dua tahun berlalu. Dan aku hampir lima puluh tahun, tapi setiap hariku hanya memandangimu seperti ini. Aku tidak bisa melepasmu sekalipun aku belum rela. Tunggu sebentar lagi.” kepalanya menunduk, air matanya kembali menetes entah untuk yang ke berapa kalinya. Setiap ada reaksi seperti ini dia selalu punya banyak harapan akan keajaiban. Harapan yang dilambungkan begitu tinggi. Lalu terhempas bersamaan dengan menutupnya netra rusa itu.

“Jeno-ya...” pria yang menjadi kakaknya meremat bahu kanannya.

“Aku tak apa, Mark.

... Ini sudah biasa, kan.” Mark hanya memperlihatkan wajah sendunya. Begitu juga dengan Karina dan yang lain kebetulan berada disana karena kedatangan Jeno yang heboh tadi.

𝕀𝕞𝕞𝕠𝕣𝕥𝕒𝕝 𝔼𝕝𝕚𝕩𝕚𝕣 [ℕ𝕠𝕞𝕚𝕟]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang