Bab 2

521 40 0
                                    

Saat turun dari kereta kuda, Marina sudah menunggu ku tepat di depan pintu utama. Dia dengan cepat berlari ke arah ku, lalu kami berbincang sebentar. Kami sudah memasuki kamar tidur ku, aku dengan lemas aku menjatuhkan tubuh ku ke sofa.

"Nona, anda kenapa? Lemas sekali" Aku menghembuskan nafas pelan dan sedikit berat sebelum menatap Marina dengan tatapan memelas.

Saat itu juga Marina sedang menyeduh teh di dalam teko. Dia membawa teko dan secangkir gelas pada ku, lalu menuangkannya.

"Aku di angkat Kaisar menjadi ksatria Putra Mahkota" Marina menutup mulutnya terkejut dengan kedua tangannya, aku bersyukur dia menaruh teko sebelumnya. "Oh astaga, Nona. Pantas saja sedari tadi anda sangat lemas, jadi ini alasannya"

Aku mengangguk. Sebenarnya bukannya tidak mau, tetapi Raphael itu terkadang saat dia pulang dari Akademinya, dia akan mengganggu ku. Seperti dua tahun lalu, dia mengambil pedang ku diam-diam saat aku sedang berbicara dengan Oliver.

Kembali, aku menghela nafas pelan, juga gusar. Marina mencoba menghibur ku dengan sebuah kabar baru. "Nona, dua hari lagi. Debutante Putri Seraphine, anda tau bukan, Putri Seraphine?" Aku mengangguk.

Siapa yang tidak kenal dengan anak bungsu dari Kaisar, Seraphine De Lavoum. Sekaligus adik dari Raphael. Aku memijat pelipis ku, ini menjadi semakin pusing. "Sudahlah, Nona. Lebih baik anda tidur saja, biarkan saya yang mengemasi barang-barang anda" Aku menggeleng, biarkan aku saja. Marina menyetujuinya.

Di dalam koper, aku membawa seragam, baju tidur, dan beberapa baju terbaik lainnya. Tidak mungkin aku menggunakan baju yang biasa-biasa saja di dalam istana, itu sangat tidak mungkin.

Malam sudah tiba, aku menaiki kasur ku, lalu menyandarkan punggung ku di kepala kasur. Ku ambil buku sejarah di nakas di sebelah ku, aku suka buku sejarah karena buku-buku itu menceritakan tentang kejadian asli, sebuah fakta.

"Aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini, ku harap akan terjadi hal yang terbaik untuk besok" Aku berbicara pada angin, tak ada orang lain selain aku di sini.

Tak lama, mata ku sudah mulai sayu. Aku memutuskan untuk tidur, mata ku sudah lelah, begitu juga dengan otak ku, kasihan dia.

***

"Selamat pagi, Nona" Marina tepat berada di sudut ruangan, membuat sebuah teh. Aku mengangguk sebagai jawaban, aku meregangkan otot-otot tubuh ku. Lalu, saat itu juga Marina membantu ku ke kamar mandi, lalu dia membantu ku mandi di sana.

Setelahnya, aku mengenakan seragam ksatria, kali ini sedikit berbeda. Kemeja berwarna biru, dengan beberapa armor pada bagian-bagian nya seperti di bagian kerah hingga pergelangan tangan, dan perut. Serta sebuah jubah berwarna hitam dengan simbol kekaisaran, lalu ada sebuah pin dengan logo ksatria penjaga keluarga kekaisaran.

Setelah sarapan, aku langsung meminta kusir menyiapkan kereta kuda, begitu juga Marina menyiapkan koper ku. Aku tidak pergi bersama Marina, aku yang meminta. Lagipula aku disana kan bekerja, juga Raphael pasti punya banyak pelayan wanita yang akan membantu ku di sana.

Sesaat menaiki kereta kuda dan kereta kuda akan segera berangkat, aku melihat Marina mengusap air mata nya seraya melambaikan sapu tangan di tangannya ke arah ku. Begitu juga dengan Carion, seorang kepala pelayan di kastil ku. Dia sudah merawat ku sejak aku lahir, jadi aku memanggil dengan sebutan Paman.

Kereta kuda terus bergerak menyusuri sebuah jalan setapak dengan hutan-hutan di sisi kanan dan sisi kirinya. Aku memijat pelipis ku, jika seperti ini aku akan mudah stress. Aku meminta seorang penjaga dengan kuda untuk menggantikan ku duduk di dalam kereta kuda.

"Hei, gantikan aku duduk di sini, aku bosan" Aku meliriknya dari dalam kereta kuda, lebih tepatnya pada jendela. Penjaga itu sangat terkejut, dia melirik ke teman di sampingnya, mereka sangat khawatir. Kembali, mereka berunding untuk menjawab permintaan ku, aku hanya bisa menopang dagu ku melihat mereka dengan wajah khawatir seraya terus berunding. "Baiklah, Grand Duchess" Aku tersenyum miring.

Aku memerintahkan kusir untuk berhenti sebentar, pintu  kereta kuda terbuka. Aku menarik penjaga sebelumnya turun, lalu mendorongnya pelan untuk masuk ke dalam kereta kuda. Dengan ekspresi bingung di wajah Calion, dia duduk seperti orang yang baru saja bangun dari tidurnya.

***

"Selamat datang di Istana Asgard, Grand Duchess Luella" Seorang kepala pelayan pria mendatangi ku, lalu membungkukkan tubuhnya, begitu juga dengan barisan di kiri dan kanan, para pelayan-pelayan yang akan melayani ku.

Di belakang, seorang pelayan dari istana membawa koper ku, aku memiringkan kepalaku, termangu ketika mendengar kata Asgard. "Eh, apakah anda tau apakah itu Asgard, Grand Duchess?" Aku menggeleng. Dengan sabar, kepala pelayan pria itu menjelaskan asal usul nama Istana yang menjadi tempat tinggal Pangeran Mahkota ini.

"Jadi, Asgard adalah lokasi kediaman para dewa, dan itulah alasan mengapa Pangeran Mahkota memilih nama itu" Aku mengangguk, kepala pelayan itu terus berbicara hingga kamu berhenti di sebuah pintu kamar. Aku rasa ini adalah kamar yang akan aku tempati, dan benar saja ini adalah kamar ku, setelah mendengar penjelasan kepala pelayan.

"Dan, di sebelah kamar anda, adalah kamar Yang Mulia Pangeran Mahkota" Astaga, apa-apaan ini. Raphael ini, apakah dia sengaja. Aku memijat pelipis ku kembali, lalu mengangguk dan semua pelayan pergi.

Ku ambil koper ku, lalu ku buka pintu kamar. Kamar dengan warna dinding putih dan emas, kasur dengan ukuran yang besar, serta ukiran-ukiran yang indah, dan sebuah lukisan di dinding...Kembali, ku pijat pelipis ku. "Oh astaga, apa-apaan ini. KENAPA LUKISAN DIA ADA DI SINI?!" Aku memegang dan meremas kepala ku, aku terlalu pusing kali ini untuk memikirkan apapun.

"Ini kan istana ku, Luella" Aku terperanjat terkejut saat mendapati seseorang memeluk ku dari belakang. Tanpa sadar, aku mengangkat kedua tangan ku ke atas, lalu aku berbalik badan dan menendang perut orang itu.

Aku menyibak rambut ku yang menutupi pandangan ku karena efek tendangan itu, aku mendongak dan terkejut mendapati siapakah yang ku tendang. "Aww, apakah itu ucapanmu untuk ku?" Aku membelakkan mata ku, menepuk jidat ku.

"Maafkan aku Yang Mulia, aku tadi bergerak tanpa sadar" Aku membantunya berdiri, aku tak menyangka efek tendangan itu sangat kuat, bahkan membuat Raphael tak bisa berdiri. Aku membantunya membersihkan bajunya yang terkena debu dengan hati-hati.

Jujur saja kalau boleh jujur, Raphael itu lebih pendek daripada diri ku. Tinggi Raphael hanya sebatas dibawah dada ku saja, setiap aku melihatnya berdekatan dengan ku. Bahkan, saat ini pun aku sedang menahan tawa ku.

I CAN'T, CROWN PRINCE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang