Suasana saat malam hari sangat sunyi, tak terkecuali suasana kamar ku. Tetapi, pria manis di depan ku ini sedang asik mengoceh. "Lla!! Kenapa kamu gak mau di obati? Tuh ini loh, luka mu, lihat. Nih, nih!!" Dia menunjuk-nunjuk beberapa tempat luka ku berada.
Aku tersenyum kikuk dan menatapnya dengan senyuman dan kekehan kecil, dia membelakkan matanya pada ku. "Ih, malah senyum-senyum. Ini luka nya bukan sembarang luka loh, Lla. Nanti kalau kamu ma-" Dia menutup mulutnya, ku naikkan satu alis ku.
"Ma-? Ma apa Ael, ku? Mati, hmm?" Dia menggelengkan kepalanya dengan kencang. "Udah lah, sini biar aku yang obati. Padahal tadi ada Pendeta Agung Aeneas yang bisa menyembuhkan orang, kenapa kamu menolak bantuannya, Lla?"
Aku terkekeh kecil saat aku memikirkan jawaban yang tepat agar hati pria ini menjadi melunak sedikit, dan emosinya terkontrol. "Buktinya, aku akan bisa di obati oleh mu 'kan, Ael ku?" Dia terdiam bagai patung, wajahnya benar-benar semerah tomat, sangat imut jika dia berekspresi seperti itu.
"Haish, sudah lah, Lla. Biarkan aku obati, aku tidak punya ilmu penyembuh karena aku bukan pilihan tuhan, jadi aku memilih metode biasa saja, ya" Aku mengangguk. Dengan terlatih, dia mengambil kapas, lalu membersihkan luka ku dengan alkohol medis, dan memberikan setiap luka ku perban atau plaster.
Aku tangkup kedua pipinya, ku perdekat jarak diantara kami, hingga dahi dan hidung kami saling bersentuhan dan aku tersenyum lembut padanya. "Terimakasih, Ael ku. Mau tidur bersama?" Raphael memalingkan wajahnya, pipinya bersemu kembali, dia mengangguk pelan.
***
Saat ini, aku dan Raphael sedang berbaring di atas kasur. Ku mainkan rambutnya seraya melihat arah luar jendela, malam penuh bintang yang terbentang di angkasa yang luas.
"Lla, kamu gak tidur? Ini sudah tengah malam, loh" Aku melirik ke arahnya, senyuman lah yang selalu pertama kali ku berikan jika berhadapan dengan pria satu ini. "Belum mau tidur, sudah lah, kamu tidur duluan aja, ya"
Raphael mengangguk, lalu akhirnya dia tertidur kembali lagi. Terdengar dari suara dengkurannya yang memang cukup keras, aku sudah tidak terkejut lagi, jadi tenang saja.
Setelah merasa kekasih ku ini tertidur pulas, dengan perlahan aku bergeser dan duduk di pinggir kasur. "Haduh, kalau begini aku gak akan bisa tidur. Tak apa lah, kita tunggu waktunya saja agar dia tau dengan sendirinya. Tapi, apakah itu akan membuatnya sakit hati kelak" Gumam ku seraya menatap Raphael sendu.
Aku berdiri dari duduk ku, ku pakai sandal tidur dan memutuskan untuk duduk di sebuah meja tempat biasa aku bekerja. Selain menjaga Raphael, aku juga masih mengurus status Grand Duchess ku tentunya.
Tumpukan kertas-kertas membuat ku mual, mau bagaimana lagi, jika tak ku kerjakan jabatan ku akan turun dan itu akan menurunkan harga diri ku, serta itu adalah kewajiban ku.
Sekali lagi, ku pandang Raphael dari kejauhan dengan tatapan sendu dan senyuman yang tulus setelah berjam-jam bersama kertas-kertas ini. Aku berjalan ke arah kasur, memilih melupakan sesuatu itu, ku peluk dia dan ku cium puncuk kepalanya dengan mesra. Aku tertidur di sampingnya, dengan memeluk tubuhnya.
***
"Master, jadi apa yang mau kau bicarakan? Aku sibuk nih" Ku tatap dia dengan wajah malas, ku pijat pelipis ku, bingung ingin menjawab apa dan memutuskan memberitahukan nya atau tidak. "O-oh ya! Besok datang ya ke rumah ku, kita adakan acara minum teh" Dia mengangguk pelan seraya menatap ku aneh.
"Kau aneh sekarang, Master. Kau berbicara tak jelas" Ku naik kan satu alis ku, dan ku miringkan kepala ku sedikit. "Kau juga aneh, Oliver. Sok sibuk, huh" Dia membelakkan matanya pada ku dengan garang, ku angkat bahu ku, tidak terlalu peduli.
Aku melambaikan tangan ku padanya, seraya mengucapkan selamat tinggal. Oliver melambaikan tangan nya balik, kamu berdua meninggalkan tempat yang sebelumnya kamu jadikan tempat mengobrol.
Hari ini aku menjadwalkan akan pergi ke rumah ku, kastil ku yang beberapa bulan sudah ku tinggalkan. Ku ambil tali kuda ku, dan aku menaiki kuda itu, sedangkan Aalei berada di depan ku dalam wujud kecilnya sedang duduk seraya tertidur di sana.
"Aalei, kita akan segera sampai" Ku elus kepalanya, dia membuka matanya dan telinganya bergerak lucu. Astaga, Aalei mendengkur, memang singa satu ini...
Gerbang terbuka, di bagian kanan menampilkan kebun kesukaan ku serta air mancur yang indah. Di kiri terdapat pohon-pohon yang berjejer rapi. Aku turun dari kuda dan menyerahkan kuda ku pada seorang pelayan pria, ku taruh juga barang-barang ku di samping ku.
Aalei turun dari atas kuda sebelum ku berikan kuda itu pada pelayan, dia tersenyum bangga, dan dia mengubah tubuhnya menjadi bagian dari dirinya yang dewasa. "Nona!! Akhirnya anda pulang, saya kesepian Nona, huhu" Marina menyambut ku dengan pelukan nya.
"Selamat datang, Nona" Carion menaruh tangannya di dada seraya menunduk, ku anggukkan kepala ku sebagai jawaban. Aku memeluk Marina balik, dia mengoceh seraya membawa tas koper ku di tangannya.
Kami memasuki kastil, dan berakhir di kamar ku. Aalei berada di ruangan di sebelah ku, dan pintu kamarnya berhubungan dengan kamar ku, dia yang meminta. "Nona, hari ini mau minum teh apa?" Aku berpikir sejenak. "Aku ingin meminta teh bunga mawar saja, aku sedang cukup stress beberapa hari ini"
Marina mengangguk, dengan sopan dia keluar dari kamar. Aalei masuk ke dalam kamar dan dengan bentuk kecilnya, dia melompat ke pangkuan ku seraya bermanja di sana.
Ku manjakan Aalei dengan mengelus kepalanya, dia mendengkur seraya memejamkan matanya. Aku berpikir sejenak, aku sepertinya melupakan sesuatu, tapi apakah itu.
Beberapa menit setelahnya, Marina membawakan ku teh mawar. Ku minum teh itu dengan memejamkan mata dan bersandar di kursi, rasanya tubuh ku seperti di hujankan bebatuan ke punggung ku.
***
Entah mengapa rasanya seperti waktu terasa berjalan dengan cepat, aku bahkan mampu sadar akan hal itu. Hingga ini sudah tengah malam, biasanya aku akan terbangun.
Namun, karena ini adalah waktu libur, tak ku sia-sia kan untuk membangun kebiasaan buruk ku menjadi lebih buruk lagi. Akhirnya, diri ini memutuskan untuk tidur kembali, dalam keadaan sedikit terpaksa.
Aku sedikit terkejut saat merasa ada yang memeluk ku dari samping, dan... terisak kecil. Ku lihat di kiri ku, lelaki. Ah, sepertinya aku mengenal siapa ini.
"Ael, kenapa kok bisa sampai disini?" Ku elus kepalanya seraya mencium kepalanya, dan tersenyum padanya. Raphael semakin mempererat pelukannya, dia menatap mata ku, matanya berlinang air. "Kamu pulang gak ngomong ke aku, jahat banget" Aku terkekeh, lalu memeluk kepalanya, dan menyuruhnya untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
I CAN'T, CROWN PRINCE!
RomanceSeorang ksatria wanita pertama, sekaligus menjadi ksatria yang paling di cintai kaisar bukan hal yang mudah. Aku bahkan terjerat cinta dari si Putra Mahkota yang selalu menjahili ku, tetapi dia bisa menjadi orang bermuka dua saat di depan orang lain...