Bab 5

414 23 2
                                    

Kini, aku sedang berjalan dengan seragam pasukan ksatria keluarga kekaisaran dengan sedikit noda di beberapa sisinya. Pintu di depan ku adalah pintu ruangan rapat para petinggi, anggotanya akan segera aku jelaskan nanti. Pintu terbuka, menampilkan kursi meja panjang dengan kursi-kursi yang cukup banyak, serta banyak orang yang menatap ku tajam.

"Grand Duchess Mortanz, memasuki ruangan rapat" Beberapa petinggi dengan status dari Viscount dan Archduke dan seorang pemimpin ksatria penjaga gerbang.

Aku duduk di kursi di samping Kaisar, di depan ku ada Pangeran Mahkota, dia tersenyum menatap ku. Banyak pasang mata yang menatap ku tak suka, sebenarnya sejak pintu di buka.

"Baiklah, karena anggota rapat sudah lengkap, mari kita mulai rapat ini" Kaisar menjelaskan beberapa masalah yang akan di diskusikan bersama, tentunya dalam rapat akan terjadi sedikitnya perdebatan perbedaan pendapat, itu adalah hal yang umum.

Beberapa orang mengangkat tangan mereka, menyampaikan pendapat mereka masing-masing, aku pun ikut mengangkat tangan ku, ingin menyampaikan pendapat ku.

"Izin berbicara, Yang Mulia. Kejadian seperti ini seharusnya tidak akan terjadi lagi, cukup sekali ini saja. Saran saya, kita harus mengirimkan bebera-" Ucapakan ku terpotong, seorang Count lah yang memotong ucapan ku.

"Saya menolak dengan keras, Yang  Mulia. Bagi saya, itu tidak terlalu bijak dan harus ditangani oleh Pendeta Agung saja, Yang Mulia" Aku menahan amarah ku, ku tutup mulut ku rapat-rapat agar aku benar-benar tidak marah besar di depan Kaisar.

"Count Eyre, harap jaga sikap mu. Master Luella belum menyelesaikan ucapannya, apa yang kau lakukan" Oliver angkat suara, benar dia ada di sana sebagai master dari ksatria penjaga gerbang.

Kaisar menatap ku, kemudian ia mengangguk, bermaksud meneruskan pembicaraan ku. "Izin berbicara kembali, Yang Mulia. Saran saya, kita harus mengirimkan beberapa pasukan lagi, karena dari yang saya perhatikan jumlah monster dan pengendali nya sangat banyak" Setelah nya, aku langsung duduk, keadaan di ruang rapat sangat hening.

Semua orang sedang berpikir keras, begitu juga dengan aku. "Baiklah kalau begitu. Master Luella lah yang akan memimpin perang ini, dan Pendeta Agung Aeneas, dan sebagai pendamping Luella adalah Raphael. Aku menyuruh Raphael agar dia bisa belajar banyak dari mu" Aku mengangguk, lalu tersenyum percaya diri.

"Pemberontakan akan dimulai dia hari lagi, jadi mohon bersiap-siap" Setelah Kaisar mengucapkannya, ia keluar dari ruangan dan disusul dengan Raphael dan aku.

***

Memakai gaun bukanlah tipe ku, jadi aku memilih menggunakan seragam ksatria dengan model elegan dan indah. Menggabungkan warna putih, merah tua dan emas. Serta pedang di pinggang kiri ku, menambah kesan ksatria yang selalu siap siaga.

Ku ketuk pintu kamarnya."Sudah, Raphael?" Dia berteriak berkata bahwa dia masih belum siap. Akhirnya aku memilih duduk di sofa seraya tidur, waktu istirahat ksatria itu sangat mahal rasanya, jadi aku memutuskan sebuah ide yang bagus untuk beristirahat sejenak. Hingga suara pintu terbuka membangunkan ku.

Seorang pria dengan baju berwarna biru tua dan putih tepat berada di hadapan ku saat aku membuka pintu itu, pipi ku bersemu merah, dia sangat tampan. Tentu saja pria itu adalah kekasih ku, Raphael.

Dengan senyuman yang lebar, ku angkat dan ku bawa dia ke dalam pelukan ku. Dia tertawa hingga gigi bagian belakangnya terlihat, membuatnya terkesan sangat manis. "Turunkan aku dong, Lla" Aku menurunkan tubuhnya, dan menatap wajahnya penuh dambaan.

"Kamu manis banget hari ini, Ael" Ku peluk dia lagi, tapi kali ini ku rasa dia murung, dia tak menjawab apapun. Ku lepas pelukan ku, lalu menatapnya, benar saja dia sedang sedih. Aku memiringkan kepala ku, bingung.

"Jadi, hari-hari lain aku tidak manis?" Dia menatap ku tepat di mata, aku membelakkan mata dan menaikkan alis ku karena terlalu terkejut. Kekehan keluar dari bibir ku, ku cubit pipinya yang lembut.

Ku gelengkan kepala ku. "Tidak, kapan pun dan dimana pun kamu akan tetap manis" Senyuman ku lepaskan kembali, dia memeluk ku. Sebelum memeluk ku, dia mencubit lengan ku, dan sekali lagi, aku terkekeh melihat tingkah imutnya.

Tok
Tok
"Putra Mahkota, Master Luella, acara akan segera di mulai" Seorang kepala pelayan dari luar pintu berucap datar. Aku menatap Raphael, kemudian mengangguk dan segera bertingkah normal, selayaknya seorang penjaga dan tuannya.

Raphael membuka pintu kamar dan di ikuti aku di belakangnya, seraya berjalan, Raphael memperbaiki baju yang ia kenakan. Baju tadi sedikit tidak rapi akibat pelukan kami, jadi dia memperbaikinya sekarang.

Gagang pintu di pegang dua orang ksatria penjaga pintu aula besar di depan kami, mereka memegang gagang pintu sebelum sebelum menarik nafas. "Putra Mahkota Raphael De Lavoum dan Grand Duchess Luella Kent Mortanz memasuki aula"

Semua atensi beralih kepada kami, aku dan Raphael bagaikan dua orang pemeran utama di acara ini. Saat memasuki aula, kami berjalan menuju adik Raphael yang sedang berbicara dengan ayahnya. Saat menyadari keberadaan kami, Seraphine berbalik badan ke arah kami, dan tersenyum.

"Salam untuk Yang Mulia Putri Seraphine dan Yang Mulia Kaisar Lavoum" Aku menaruh tangan ku di dada bagian kanan ku, lalu menunduk sebagai tanda hormat. Mereka tersenyum, lalu kamu mulai berbincang-bincang.

Beberapa menit terlewati, dan aku sedang bersandar di sebuah dinding yang tidak ramai orang lewati. Aku sedang bersandar seraya meminum minuman di sebuah gelas kaca di tangan ku, ku pejamkan mata ku sejenak, menikmati alunan musik di sekitar.

Saat membuka mata ku, sebuah telapak tangan berada di hadapan ku. "Lla, mau berdansa?" Aku tersenyum, dan menerima uluran tangannya, Raphael dengan santai dan berirama menarik ku ke lantai dansa.

Di saat itulah kami mulai berdansa, Raphael sangat ahli dalam hal berdansa, dia sudah di ajari ketika masih remaja. Sedangkan aku tak terlalu mahir karena dulu aku memang benar-benar ingin menjadi seorang ksatria. Beberapa kali sudah aku menginjak kaki Raphael, untuk saja dia hanya mencengkram tangan ku dengan sedikit erat sebagai penyaluran rasa sakit yang dia terima.

"Maafkan aku, Ael. Aku tak pandai berdansa" Ku tatap langit. Udara malam dari arah luar membuatku sedikit tenang, pagar balkon terasa dingin saat menyentuh kulit ku.

Raphael menepuk pundak ku, seraya tersenyum tulus pada ku. "Tak apa jika kamu tidak pandai berdansa, Lla. Yang penting kamu pandai memikat hati ku, hehe" Ku tepuk dahi ku, sebuah tawa lepas dari mulut ku. Aku mengangguk seraya tertawa geli.

"Ohh, apa ini Yang Mulia Putra Mahkota?" Ku goda dia sedikit, dia itu tertawa geli. Angin menerpa kulit kami, dingin. Akhirnya kami memilih untuk masuk kedalam istana.

I CAN'T, CROWN PRINCE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang