𓆩✩06. Si Paling Tenang

292 35 15
                                    

Pemuda berkacamata mulai menurunkan buku yang menghalangi wajahnya. Perlahan tapi pasti, Haikal bisa melihat dengan jelas raut wajah tak bersahabat, milik pemuda dengan papan nama Wildan. Haikal meneguk ludahnya sendiri. Dia selama ini jarang berinteraksi dengan Wildan. Karena rumor yang disebabkan oleh siswa kelas sebelah, yang merupakan tetangga Wildan.

Orang itu bergosip, "Jangan ketipu sama kacamata, dan gerak-geriknya di sekolah! Dia mungkin kayak cowok baik-baik yang rajin belajar! Padahal seluruh keluarganya gak punya asal usul yang jelas!"

"Ada yang bilang, kalo mereka itu penganut ajaran sesat!"

"Lo tau? Kenapa dia jarang ngomong, dan lebih suka baca buku? Karena sebenarnya, suaranya cuman didedikasiin buat arwah! Dan parahnya lagi, dia sebenarnya lagi baca buku mantra!"

"Serem banget kan?"

"Mendingan gak usah dideketin."

Semua gosipan dipercaya Haikal, karena Wildan tak pernah mengelak gosipan tentangnya. Di saat semua orang sibuk menjadikannya bahan gosipan, Wildan hanya diam dan membaca bukunya tanpa gangguan.

Lalu sekarang? Karena salah lempar, Haikal berhasil mengganggu fokus Wildan dalam membaca buku. Dia bahkan membuat Wildan, menaruh bukunya di atas meja. Kemudian menatap tajam ke arah Haikal, tanpa berkedip. "Lo---"

Belum sempat Wildan menyelesaikan ucapannya, Haikal sudah lebih dulu berlutut jauh di hadapan Wildan. Pemuda bemata sipit itu tak ingin memperkeruh suasana, dan memancing kemarahan Wildan. Haikal dengan tulus menyatukan kedua tangannya di depan dada. Dia meminta, "Maafin gue. Gue gak sengaja. Target sasaran gue si Zidan. Tapi malah salah sasaran, sampe gak sengaja gangguin lo."

"Tolong, maafin gue. Gue ngaku salah."

"Jangan kutuk gue jadi batu atau jadiin gue tumbal."

"Tapi kalo dikutuk jadi maung sih, masih bisa diteri--- eh gak jadi. Pokoknya gue masih mau hidup di dunia ini. Ada banyak kebahagiaan yang belum gue rasain!" pinta Haikal dengan mata berkaca-kaca.

Padahal Haikal adalah tipe orang yang tak mau kalah dengan orang lain. Dia biasa mengajak Dika bertengkar, tetapi untuk menyelesaikan masalahnya dengan Wildan, Haikal memutuskan untuk berdamai.

Perkataan Haikal membuat Wildan mengernyitkan kening. Pemuda yang jarang mengeluarkan suaranya itu, kemudian menjawab, "Lo gak perlu minta maaf. "

Haikal terdiam mencerna ucapan Wildan baik-baik. Setelah itu, dia mendongak dan melihat Wildan dari bawah hingga ke atas. Wildan tampak tenang, tanpa mengeluh sedikit pun. Pemuda itu bahkan menatap Haikal dengan tatapan heran. Dia sama sekali tak bermasalah, dengan lemparan Haikal.

"Syukur... kalo lo gak marah," gumam Haikal. Haikal kemudian tersenyum lebar, dan berniat pergi dari hadapan Wildan. Namun, sebelum Haikal menyusul Zidan, Wildan tiba-tiba buka suara lagi, "Lo satu kelompok sama gue, di pelajaran prakarya kan?"

Pertanyaan Wildan membuat Haikal memelototkan mata. Dia belum sempat memeriksa nama daftar kelompok. Namun, sebelum Wildan mengucapkan kalimat sebelumnya, Haikal sudah lebih dulu berkata, "Enggak."

"Gue gak mau," jawab Haikal dengan jujur.

"Kalo gue sama lo sekelompok, gue lebih memilih pindah ke kelompok lain aja," lirih Haikal takut didengar Wildan.

Wildan menurunkan sudut bibirnya. Dia menarik dan mengeluarkan napas panjang. "Oke."

Lagi-lagi tak ada yang mau berteman, atau membentuk kelompok dengan Wildan. Kecuali...

"Gak Papa. Kalo si Haikal gak mau sekelompok sama lo, kita berdua ngerjain tugasnya bareng-bareng aja," ungkap Marvin, pemuda bertubuh tinggi yang saat ini mendudukkan dirinya di samping kursi Wildan.

"Si Haikal gak usah diaku umat! Biarin dia nyari kelompok lain aja. Sana! Hush! Hush! Hush!" ungkap Marvin. Pemuda itu merangkul Wildan, dan menggerakkan tangannya untuk mengusir Haikal.

Haikal tersenyum kecut, melihat Marvin mengusirnya dengan senyuman lebar. Apalagi ketika gigi taring pemuda itu sedikit demi sedikit mulai terlihat. Haikal berkata, "Mereka emang sama-sama aneh. Mana mau gue satu kelompok sama mereka. Mendingan gue sekelompok sama Zidan aja."

Baru saja Haikal memutuskan untuk membuat kelompok baru bersama Zidan. Zidan tiba-tiba datang, dan memberikan kertas pembagian kelompok. Pemuda yang jarang mengajak orang untuk berkomunikasi itu, tiba-tiba tersenyum tipis. Dia mengajak, "Kita satu kelompok kan? Biar tugas kita cepet selesai, gue mau kita adain rapat setelah pulang sekolah nanti."

"Lah?! Zidan? Kok lo mau sekelompok sama mereka?" tanya Haikal heran.

𖤐𖤐𖤐

ASH [Flash Fiction] #SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang