𓆩✩09. Si Paling Badboy

211 29 2
                                    

Asap berwarna abu-abu mulai terlihat di lensa kaca mata Wildan. Pemuda berkacamata itu tengah duduk di depan rumahnya, sambil menunggu kedatangan Zidan dan Haikal. Niatnya adalah mengerjakam tugas kelompok. Namun, karena lama menunggu, Marvin yang berada di dekat Wildan, mengambil sebatang rokok dan mulai mencobanya di depan Wildan.

"Marvin," panggil Wildan sembari menahan napas.

Marvin melihat ke arah Wildan. Dia tersenyum, kemudian menawarkan satu buah rokok. "Lo mau juga?"

"Gue gak ngerokok," balas Wildan.

Ucapan Wildan dimengerti Marvin, hingga akhirnya Marvin berbalik membelakangi Wildan. Dia berkata, "Seperti biasa, lo selalu baik, Wil. Padahal, rumah lo sepi. Gak bakal ada yang tahu, kalo lo nyobain rokok sekali."

"Emangnya lo gak mau nyobain dikit aja?" tanya Marvin.

"Cupu banget," kata Marvin asal bicara.

Kening Wildan mengernyit. Dia kemudian tersenyum tipis, dan Marvin menduga Wildan akan memceramahinya. Namun, bukannya menceramahi, Wildan tahu jelas bagaimana pergaulan Marvin dan alasan Marvin bisa mengenal batang bernikotin itu. Dibanding menyudutkan Marvin, Wildan mengaku, "Gue punya asma."

Setelah mengetahui hal itu, Marvin langsung mematikan rokok di apitan tanganya. Tak perlu banyak waktu bagi Marvin untuk membuang roko itu ke tanah. Dia kemudian melirik kembalui ke arah Wildan, dan berkata, "Sorry, gue gak tahu."

Wildan tersenyum, kemudian berkata, "Vin, kalo gue jadi lo, mungkin gue juga pengen sesekali nakal, dan gak ngedengerin bokap atau nyokap gue."

"Tapi selama ini, ketika gue gak ngedengerin mereka, selalu ada hal jelek yang terjadi. Jadi, sebisa mungkin gue selalu ngedengerin mereka."

"Kalo bisa, jangan sering ngerokok kayak tadi. Lo tahu? Punya penyakit asma itu gak enak. Dan gue gak mau, satu-satunya temen deket gue ngerasain apa yang gue rasa. Sayangi paru-paru lo," jelas Wildan.

Ucapan Wildan dimengerti Marvin, tetapi Marvin terlalu malu untuk menjawab ucapan Wildan. Selama ini, Marvin senang bergaul dengan remaja pembuat onar, dan geng-geng motor yang terkenal di kotanya. Namun, semejak Marvin ditolong Wildan, dan keduanya menjadi teman. Marvin mulai beradaptasi dengam tingkah Wildan, yamg cenderung anak rumahan.

Marvin akhirnya mengeluarkan beberapa makanan ringan dari tasnya. Dia memberikan sebagian makanan itu kepada Wildan, kemudian berkata, "Lo gak suka rokok, tapi suka makanan kayal gini kan?"

"Lo sempet beli semua makanan ini, sebelum ke sini?" tanya Wildan heran.

Marvin tersenyum lebar, dia menjawab, "Enggak. Semua ini, gue dapetin dari pacar-pacar gue. Karena makanannya kebanyakan, dibanding kadaluwarsa mendingan gue bagiin buat lo juga."

Wildan membalas, "Marvin, cewek-cewek ngasih makanan ini khusus buat lo. Kenapa lo bagiin makanan ini ke gue?"

Marvin menjawab, "Lo kan temen gue, dan statusnya jomlo ngenes. Sesekali gue mau bagiin punya gue buat lo juga. Lo gak tertarik ngedeketin cewek? Contoh kayak gue dong, sehari bisa macarin sepuluh cewek dan mutusin lima cewek."

Wildan tertawa kecil, mendengar apa yang Marvin katakan. Dia memberitahu, "Jangankan cewek, punya temen aja susah."

"Dan gue gak tertarik jadi playboy kayak lo. Sampai kapan lo mau mainin mereka kayak gini?" tanya Wildan.

"Gue gak mainin mereka. Mereka mau jadian sama gue, ya oke aja. Mereka mau putus, boleh juga. Gue gak rugi, tuh. Lagian sebelum mereka jadian sama gue, mereka juga tahu cewek gue segunung," canda Marvin tanpa berpikir dua kali.

Wildan menarik dan mengeluarkan napas panjang. "Kayaknya lo belum ngerasain jatuh cinta beneran."

Marvin mengambil keripik, kemudian mengunyahnya. "Entah. Gue gak terlalu mikirin soal itu. Yang penting, nikmatin masa muda dulu aja, Bro!"

"Masa muda gak bisa diulang!" jelas Marvin.

Wildan tertawa kecil mendengar apa yang Marvin katakan. Keduanya menikmati makanan yang sudah Marvin bawa, sembari menunggu Zidan dan Haikal. Ketika Wildan ikut mencicipi keripik, Marvin tersenyum dan berkata, "Siapa pun cewek yang dapetin lo, pasti cewek yang beruntung. Mereka bakalan punya cowok kalem, berduit, kuat, pinter, setia, dan gak mata keranjang."

"Wildan, sampai kapan lo mau kayak gini terus? Kapan lo bilang ke semua orang, kalo rumor mereka itu salah besar? Gue yakin, kalo lo bilang yang sebenarnya, pasti banyak temen atau pun cewek yang nempel sama lo," jelas Marvin.

"Entahlah. Lagi pula, gue betah dijauhin kayak gini. Dari sini, gue tahu, siapa orang yang tulus mau temenan, tanpa ngelihat status gue," ucap Wildan.

Marvin mengangguk, setelah itu dia melihat seekor kucing hitam keluar dari rumah Wildan. Marvin menunjuk kucing itu, kemudian berkata kepada Wildan, "Wildan! Tuyul lo keluar rumah juga! Tumben dia keluar!"

Wildan tersenyum, ketika kucing hitam miliknya duduk di paha Wildan. Setelah itu Wildan mengusap lembut kucingnya dan berkata, "Kemarin-kemarin kucing ini ikut gue ngelive, pas main game. Padahal gue main cuman buat seru-seruan aja, tapi banyak orang yang ngasih hadiah buat kemunculan kucing gue ini."

"Padahal dia cuman tidur rebahan, nungguin gue kelar main game. Tapi dia bisa ngehasilin uang. Oleh karena itu, gue manggil dia tuyul."

Marvin diam-diam tertawa kecil. Dia berkata kepada Wildan, "Gue masih inget jelas, ekspresi Zidan, ketika lo bilang uang kasnya pemberian tuyul lo! Zidan langsung jadi patung!"

"Kalo gak dijelasin, mungkin Zidan bakal ngira uangnya dari tuyul beneran!" ucap Marvin.

Ketika Marvin sedang tertawa lebar, dia merasakan sebuah pukulan di pipi. Ketika melirik ke belakang, Marvin menemukan sosok Zidan dan Haikal. Keduanya menatap tajam ke arah Marvin, dengan mata menyipit.

Zidan berkata, "Puas lo, ngetawain gue?!"

𖤐𖤐𖤐

𖤐𖤐𖤐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ASH [Flash Fiction] #SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang