"Pecat dua manusia itu."
Titah diucapkan, dan langsung dilaksanakan hari itu juga. Tanpa rasa bersalah, atau pun penyesalan, Vano terdiam memperhatikan dua pekerja yang dipecat dibawa satpam keluar kafe. Sementara Senja sendiri memelototkan mata, dengan kening mengernyit. Pemuda itu menepuk jidatnya, baru kemudian mendorong Vano untuk keluar dari tempat kerjanya.
"Lo udah gila?! Lo bukan pegawai tapi berani masuk ke tempat gue kerja! Parahnya lagi, lo dengan mudahnya minta dua senior gue dipecat gitu aja?!" tanya Senja sembari menarik kerah baju Vano.
Orang yang ditanya malah terdiam dengan mata tak berkedip ke arah Senja. Dia dengan santainya memberi penegasan, "Iya."
Senja menepuk keningnya sendiri, kemudian melepas kerah baju Vano. Pemuda itu meremas jemarinya, sembari berjalan di depan kafe dengan mata memandangi jalanan. Senja berkata, "Gue udah salah, karena gak bisa nahan emosi. Sekarang ditambah salah, karena ngelibatin lo sama kerjaan gue."
"Kenapa lo ikut campur segala?! Gue gak pernah minta bantuan lo! Atau manfaatin kekayaan temen gue sendiri!" ungkap Senja.
Senja panik setengah mti, sementara Vano sendiri hanya menarik dan mengeluarkan napas panjang. Pemuda itu mengeluarkan sapu tangan miliknya, lalu meraih telapak tangan Senja dan menyerahkannya. Vano berkata, "Mereka yang lebih dulu manfaatin lo. Emangnya gue gak tahu, kalo mereka ngasih tugas tambahan buat lo. Sementara mereka malah lepas tugas."
"Kalo gak ngejalanin tugas, kenapa masih kerja di sana? Hama lebih baik di buang, 'kan?" tanya Vano.
Senja meremas sapu tangan yang Vano berikan. Ucapan Vano tak salah, tetapi posisi Senja saat ini yang membuatnya terasa salah. Senja menundukkan kepala, sembari berdecak kesal. Dia semakin mengepalkan tangannya lalu berkata, "Lo sama gue beda posisi Vano. Mungkin lo bisa bilang kayak gitu, karena lo punya banyak uang dan bokap lo punya kuasa. Kalo pun lo mecat seseorang, itu gak akan berdampak sama kehidupan lo."
"Sementara gue? Gue gak punya apa-apa, dan sulit dapet pekerjaan. Apalagi saat ini gue belum lulus sekolah."
"Kalo gue sering buat onar, boss gak akan segan-segan mecat gue," ungkap Senja.
Vano menarik dan mengeluarkan napas panjang. "Tapi lo punya tekad, kerja keras, semangat, dan ambisi 'kan? Gue yakin, sesulit apa pun kondisi lo, lo bakal bertahan. Lagian orang kayal lo banyak dibutuhin."
Senja mendongak, dan menarik sudut bibirnya ke atas. "Iya! Tapi tetep aja, gue harus jaga sikap! Dan lo gak perlu ikut campur masalah gue lagi!" peringat Senja.
Sudut bibir Vano melengkung ke atas, dia menjawab singkat, "Oke."
"Bagus!" jawab Senja.
"Tapi gak janji," ucap Vano.
Senja memelototkan mata, dan melingkarkan lengannya di leher Vano. Pemuda itu menarik Vano dan mengeratkan pegangannya pada leher Vano. Senja berkata, "Jangan ikut campur! Orang santuy kayak lo, gak pantes ikut ribut masalah gue."
Vano merasakan capitan lengan Senja pada lehernya. Pemuda itu hanya bisa mengangguk-angguk, dan berusaha melepaskan diri dari Senja. Keduanya saling melempar candaan, sampai Senja tertawa dibalas dengan tawaan puas Vano.
Vano bukanlah orang yang humoris. Namun, pemuda itu selalu senang, jika melihat temannya menertawakan tingkahnya yang menyebalkan. Meskipun Vano sendiri jarang tertawa, tetapi melihat Senja tertawa, dia ikut menertawakan tawaan Senja yang entah datang dari mana.
Acara kerja kelompok gagal, dan Senja pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Pemuda itu berniat berjalan kaki, meskipun Vano menawarinya untuk naik ke mobilnya. Kedua orang itu berdebat sebentar. Debatan mereka baru berhenti ketika seorang pemuda berlari dan menyeludup masuk di antara Vano dan Senja.
"Minggir kalian!" teriak orang itu.
Senja mengernyitkan kening, merasakan dorongan pada dadanya, sampai tubuhnya hampir terjatuh. Dia mengernyitkan kening, lalu melihat ke arah orang yang berlari dengan napas terengah-engah. "Loh, bukannya itu si Chandra? Ngapain dia lari-lari kayak gitu? Apa dia lagi ditagih bayar kas sama si Zidan?"
Vano menggelengkan kepala tak tahu apa pun. Pemuda itu lalu melirik ke arah yang berlawanan dengan Chandra. Tepat di sana, dia melihat Sean yang berlari ke arahnya dengan tangan mengepal kuat.
"Chandra! Serahin posisi lo sama gue! Pokoknya gue mau sekelompok sama Yohan!" teriak Sean.
𖤐𖤐𖤐
KAMU SEDANG MEMBACA
ASH [Flash Fiction] #Seventeen
Roman pour Adolescents"Jika usia kalian menginjak tujuh belas tahun, apa yang akan kalian lakukan?" Semua murid kelas 11- IPS 7 kompak menjawab, "Bersenang-senang, karena hidup cuman sekali." Namun, apakah mereka masih bisa bersenang-senang, ketika masa depan kelabu sed...