Bab 4

5 4 0
                                    

“Jangan duduk di kursi itu kalau tidak ingin terkena lem.”

Ucapan seseorang menghentikan aktivitas Nazra yang ingin duduk. Ia menoleh ke belakang. Hanya ada satu orang di dalam kelas saat ini karena masih sangat pagi. Bisa dibilang lelaki itu disiplin dan ambisius. Di pagi seperti ini ia sudah asyik dengan membaca buku.

“Maksudnya apa?” tanya Nazra yang memang agak ngelag.

Lelaki itu menghela nafas dan tetap memandang buku tanpa sedikit pun menoleh. “Kursi kamu dikasih lem, jika kamu duduk, maka bisa dipastikan akan kesulitan lepas dari sana.”

Nazra mengernyit. Ia mengarahkan pandangan kepada kursinya dan setelah diperhatikan dengan cermat, ternyata benar ada lem di sana.

“Kurang ajar! Siapa yang berani ngelakuin ini sama gue,” sarkasnya dengan amarah meledak. Tidak terima jika ada orang usil berani mengerjainya.

Tanpa pikir panjang Nazra menghampiri Yusuf, entah kenapa ia merasa semua hanyalah akalan dari pria yang fokus pada buku. Inilah salah satu sifat buruknya yang langsung mengklaim sesuatu tanpa mencari bukti.

“Oh, jangan-jangan lo yang menuangkan lem di sana, lalu kemudian seolah menjadi penolong dengan begitu gue bakalan mengucapkan terimakasih sama lo. Wow, hebat! Kalau mau ngajak kenalan dengan cara yang elegan dong,” ujar Nazra. Saat ini moodnya sedang tidak bagus.

Yusuf menutup buku. Meski Nazra menggunakan nada tinggi, tetapi lelaki itu tetap terlihat tenang.

“Jangan berprasangka buruk, bukan aku yang melakukannya. Aku hanya ingin mengingatkanmu, tidak lebih.”

“Lalu kalau bukan lo, siapa hah. Di sini cuman ada lo. ”

“Ya, di kelas ini memang hanya ada aku, tapi di kelas lain bagaimana? Yang datang pagi bukan hanya aku, tapi ada siswa yang lainnya juga kan?”

Skakmat!

Nazra terdiam, benar juga apa yang dikatakan Yusuf, tapi egonya begitu tinggi hingga tak mudah untuk percaya kepada orang yang terlihat baik.

“Kalau begitu lo pasti tahu siapa yang melalukannya. Sekarang kasih tahu gue siapa orangnya jika bukan lo,” tekan Nazra terus menatap Yusuf dengan tajam, sedangkan yang ditatap sama sekali tak balik menatap. Sangat tidak sopan.

“Sebaiknya kamu tidak perlu tahu, maafkan saja orang itu,” ujarnya dengan lembut.

“Gak, gue mau tahu orangnya, cepat katakan!”

Yusuf masih ingat kala Nazra memukuli dua orang saat ia pertama kali menginjakkan kaki di sana. Gadis itu pasti akan balik membalas kalau tahu bahwa dua lelaki yang kena pukulannya lah dalang yang ingin membuat Nazra merasa kalah.

Tadi, sewaktu akan masuk ke dalam kelas. Tak sengaja memergoki dua orang kembar tengah melakukan aksi untuk balas dendam kepada Nazra.

“Rasain! Rok lo bakalan susah dilepas dari ni kursi,” tawa keduanya, merasa sangat senang sambil bertos ria.

“Makanya, jangan cari masalah sama kita.”

“Yaudah yuk, lebih baik kita pergi sekarang, sebelum ada yang datang,” ujar Farras yang merupakan kakak dari Faris.

Saat itulah Yusuf bersembunyi ketika dua orang keluar dari ruangan. Ia hanya geleng-geleng kepala akan kelakuan orang yang menyimpan dendam di hati hingga tak akan merasa puas sebelum membalas.

“Woy, kenapa malah bengong?” Teriak Nazra ketika melihat wajah Yusuf yang terlihat tak mendengarkan ucapannya, padahal ia telah mengeluarkan banyak makian, tetapi lelaki itu malah sibuk dengan pikirannya.

RENGATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang