Part 1

13 6 2
                                    

Anak perempuan berusia tujuh tahun berlari dengan kencang membelah jalanan. Air mata terus mengalir deras. Dia terisak, dia terluka, tetapi tak ada siapa yang bisa menjadi sandaran untuk saat ini.

“Pergi kamu anak haram.”

“Kata mami aku, aku gak boleh berteman sama kamu. Kamu itu anak haram.”

“Anak haram itu pembawa sial.”

“Sana pergi, jangan dekat-dekat sama kita. Dasar anak haram!”

Cercaan dari para anak kompleks terus terngiang. Nazra sedih, kenapa dunia tak adil kepadanya. Dia hanyalah anak kecil yang menginginkan ikut bermain bersama teman sebaya, tapi mengapa malah mendapatkan kata-kata yang sangat ia benci.

Setiap mendengarnya seperti ada sebuah sayatan mengiris hati. Padahal tak paham apa yang dimaksud dengan anak haram?

“Dengarlah Nazra. Kamu bukan anak haram, kamu adalah anak istimewa. Nazra anak yang tangguh. Orang-orang tidak berhak menyebutmu anak haram. Di dunia ini tidak ada yang namanya anak haram.”

“Memangnya anak haram itu apa Nek? Aku pernah baca, haram itu artinya apabila kita mengerjakan maka akan mendapatkan dosa tetapi apabila meninggalkan akan dapat pahala. Apa itu artinya Nazra seharusnya tidak perlu ada di dunia ini agar tidak menimbulkan dosa,” jawabnya dengan polos.

Sang nenek tergugu mendengar jawaban itu. Dia berusaha untuk tidak terisak semakin dalam. Pelukan erat menandakan betapa sesak mendengar perkataan cucu semata wayangnya.

Nazra tidak bersalah. Bayi yang terlahir di dunia tidak berdosa, bayi itu suci begitupun dengan Nazra. Seperti apapun dunia mengasingkanmu, kamu harus ingat pesan nenek agar jangan pernah menganggap bahwa dirimu tak pantas lahir ke dunia ini.”

Gadis kecil itu tersengal. Nafasnya putus-putus. Lelah telah dirasa. Dengan cucuran air mata yang kini membasahi wajah. Ia terduduk di rerumputan hijau taman.

“Tuhan, apa itu anak haram?” Isaknya semakin menjadi.

Usaha telah dikerahkan demi mendapatkan jawaban itu. Nazra yang masih berusia tujuh tahun telah lancar membaca buku. Sudah banyak buku yang berhasil dibaca. Satupun tak ada yang menyatakan pengertian tentang anak haram. Hanya kata 'haram' yang mampu ia temukan dalam buku pendidikan agama islam.

Andai saja memiliki handphone mungkin akan dengan mudah mengetahui. Neneknya tidak mampu untuk membelikan benda canggih itu.

Jika meminta kepada ibunya hanya sesuatu percuma yang tak akan pernah terjadi. Mengingat tentang sosok seorang ibu, semakin menambah dukanya.

“Ibu, Nazra sekarang sedang sedih. Tolong peluk Nazra, bu,” teriaknya menatap ke atas langit sembari mendekap tubuh sendiri.

“Kamu harusnya mati saja sejak dulu. Kamu tidak perlu lahir ke dunia ini,” teriakkan seorang wanita terlukis di awan-awan.

Anak kecil malang itu harus kembali menelan pil pahit. Kalau sang ibu sangat tidak suka dengan dirinya. Dari kecil, Nazra tak pernah merasakan kasih sayang dari wanita yang ia panggil ibu itu.

“Kenapa ibu membenciku, kenapa teman-temanku membenciku dan kenapa ibu-ibu temanku juga membenciku. Aku salah apa?” Lirihnya tertunduk dalam.

Ia hanya ingin diperlakukan dengan layak. Bermain bersama teman-teman lalu ada kasih sayang dari orang tua. Hanya itu yang Nazra inginkankan.

RENGATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang