-1-

41 6 0
                                    

"Gue kira lo bakal lama di States"

Di sinilah mereka bertiga sekarang. Duduk di kamar Ray sembari menonton series Criminal Minds dengan ayam dan kentang goreng di hadapan mereka.

"Kagak, kita kan lusa udah pindahan ke asrama" Ucap Ray menanggapi perkataan Kavin.

Shaka yang sedang sibuk mengunyah ayam gorengnya hanya mengangguk-angguk.

"By the way, lo pada udah ada rencana mau ngapain aja selama di SMA?" Tanya Shaka tiba-tiba.

"Kagak haha, tapi gue tertarik buat ikut OSN sih" Jawab Kavin sekenanya. Yah, sejak SMP pun sebenarnya Kavin cukup unggul di bidang akademis, meskipun sebenarnya lelaki tersebut bukanlah seseorang dengan ambisi yang mengebu-gebu. Ia menjalani kegiatan belajar-mengajar dengan santai tapi serius sekaligus menekuni hobi bermain skateboard-nya di kala senggang. Selama nilai akademiknya baik-baik saja, dalam artian ini Kavin menduduki peringkat 3 besar, ia sudah merasa cukup. Berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan, membuat Kavin bisa hidup jauh lebih santai dari ini, sebenarnya. Namun memang sepertinya keberadaan otaknya yang cemerlang mampu memberi andil secara pesat dalam kemampuan belajarnya.

Di sisi lain, Ray merenung.

Kehidupannya dengan Kavin sebenarnya tidak berbeda jauh. Sejak kecil, berpergian ke Seattle untuk pulang kampung secara berkala bukanlah hal yang besar bagi keluarganya. Pun, segala fasilitas yang diberikan kepada Ray lebih dari cukup. Bisnis properti yang dikembangkan papanya di Indonesia membuat Ray dan keluarga dapat hidup dengan nyaman. Begitu juga dengan mamanya yang tak betah apabila ia hanya berdiam diri di rumah. Ibu dua anak tersebut kemudian memustukan untuk menekuni hobi rancang busananya yang pada akhirnya ia jadikan profesi kedua setelah menjadi ibu bagi kedua putranya.

Tak seperti papa, mama Ray memutuskan untuk merintis bisnis di kampung halaman tempat keluarga besarnya tinggal, Seattle. Ini juga menjadi alasan mengapa Rayden bisa memiliki dua kewarganegaraan sebab ia dilahirkan tak lama ketika store mamanya melakukan grand opening.

Hidup Ray bisa dibilang sempurna, setidaknya hingga 10 tahun yang lalu.

Ray berdeham. Lamunannya buyar.

"I actually have a plan, but i don't know. Lo gimana Shak? Masih mau ikut ekskul jurnalistik? Eh ada kagak sih di Dece?" Tanya Ray pada Shaka. Omong-omong, Dece merupakan panggilan akrab bagi sivitas untuk Decelis Academy.

"Ada anjir, lo kemana aja. And yap, i've decided to make this jurnalist thingy as my future career" Jawab Shaka mantap. Bertolak belakang dengan Kavin yang prinsip hidupnya menjalani hidup dengan santai, Shaka  merupakan pribadi yang cukup terstruktur dan terencana. Ia tahu hidupnya akan diarahkan kemana dan dia yakin akan potensi yang ia miliki.

"Wow, good luck for that then" Ray tersenyum kemudian meneguk colanya hingga tetes terakhir.

"That's very ISTJ of you" Celetuk Kavin yang terkekeh kecil.

"You know what? You need to stop relating people's behavior with their MBTI ya anjir. Gak masuk akal. MBTI itu pseudoscience."

"But it's better than zodiac sign, i guess?" Ray tertawa di akhir kalimatnya kemudian melakukan fist bump dengan Kavin. Dua pemuda ini memang memiliki obsesi dengan konsep MBTI atau 16 personalities dan kerap kali menghubungkan hal tersebut dengan tingkah laku setiap orang yang mereka temui. Membuat Shaka jengah melihatnya.

Checkmate - ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang