"Alika."
Aku tersadar dari lamunanku ketika mendengar panggilan Aries yang entah keberapa.
"Ya? Kamu tadi tanya apa?"
Aries menghela napas sesaat. Ekspresi wajahnya tampak tenang dengan seluas senyum di bibirnya. Dia memang lelaki penyabar. Sama sekali tidak berubah sejak aku mengenalnya di bangku SMA.
"Kamu mau makan apa?"
"Apa aja," jawabku sambil tersenyum. Sempat merasa bersalah karena mengabaikannya beberapa kali.
Aku merasa menjadi wanita yang sangat kejam. Aku tidak mau menjadikan Aries sebagai pelarian perasaanku dari Gavin. Dia terlalu baik untuk itu. Mungkin sudah saatnya untukku benar-benar membuka hati untuknya.
"Kita masuk ke resto itu, yuk!" Aries menunjuk salah satu resto di sudut jalan yang berada tak jauh dari pandangan kami.
Aku mengangguk menanggapi ajakannya. Kami beriringan masuk ke resto bertema tradisional. Kemudian, diarahkan oleh salah seorang waiter untuk duduk di sudut resto berkursi empat.
Aries memperlakukanku dengan sangat perhatian. Dia duduk di sampingku, memastikanku duduk dengan nyaman serta membukakan buku menu untukku.
Pada saat kami sedang disibukkan memilih menu makanan, seseorang bersuara akrab muncul dan langsung duduk tepat di hadapanku, bergabung dengan kami di meja yang sama.
"Kebetulan kalian di sini. Gue boleh gabung, ya?!" Pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan. "Udah nggak ada meja kosong lagi soalnya."
Aku dan Aries saling pandang sekilas, kemudian mengedarkan pandangan ke meja-meja lain yang memang sudah terisi semua.
"Boleh. Gabung aja!" Aries yang ramah menjawab sesuai prediksiku.
Terlebih, permintaan itu datang dari teman baik kami, Gavin.
"Beneran nggak keberatan, kan?" tanya Gavin sambil melirikku dengan gaya menyindirnya.
Mengapa dia selalu muncul pada saat aku ingin sekali menghindarinya? Apa dia berniat menggagalkan usahaku melupakannya untuk yang kali kesekian?
Aku sempat berpikir, apa sebenarnya Gavin juga menyukaiku dan sengaja mengacaukan kedekatanku dengan Aries? Mengingat ini bukan kali pertama dia tak membiarkanku hanya berdua dengan Aries. Bisa jadi Gavin mengikutiku sejak Aries menjemputku di rumah tadi.
"Santai aja," sahut Aries lagi. "Ngomong-ngomong, lo ke sini sama siapa?"
"Sama Mya. Dia lagi ke toilet. Bentar lagi juga ikut gabung."
Deg! Semua pemikiranku tadi mendadak sirna ketika mendengar Gavin menyebut nama itu, nama wanita yang berhasil membuatku cemburu.
Beberapa saat kemudian, yang dibicarakan akhirnya datang. Mya bergabung bersama kami setelah menyapa ramah.
Makan malam ini entah mengapa terasa sangat canggung. Tidak banyak yang kami obrolkan, bahkan hingga makanan yang kami pesan hampir habis kami lahap.
"Tumben lo dandan."
Perkataan Gavin barusan membuatku mengangkat kepala dengan gugup. Aku tahu pasti kalimat itu dia tujukan untukku walau aku tidak melihat matanya. Dan, ketika pandangan kami bertemu, mendadak membuatku gugup dan salah tingkah. Sudah berapa lama dia menatapku seperti itu? Sangat lekat dan seolah meneliti.
Aries dan Mya ikut memperhatikanku, membuatku mendadak malu dan mengusap pipiku sendiri. Aku hanya memoleskan bedak tipis. Apa terlihat sangat berlebihan?
"Cantik, kok!"
Sahutan Aries barusan membuatku menoleh, begitu pula yang lain. "Apaan sih, biasa aja!" tukasku semakin tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-Diam Suka Kamu (Audiobook)
Teen Fiction"Untuk kamu yang hanya bisa mengagumi sahabatmu dalam diam. Percayalah, kamu nggak sendiri." ___ Alika ditembak Gavin! Cowok itu menyanyikan lagu romantis untuk Alika pada hari ulang tahunnya. Saat hati Alika mulai melambung, ternyata adegan itu han...