"Untuk kamu yang hanya bisa mengagumi sahabatmu dalam diam. Percayalah, kamu nggak sendiri."
_______________________________________"Bener-bener kelewatan! Tadi minta ditungguin di bawah, sekarang malah suruh samperin ke ruang latihan!" Aku menggerutu selama dalam perjalanan menuju lantai 3 gedung fakultas seni di kampusku.
Suasana sudah sangat gelap di sekitar. Kampus sudah tidak ada lagi kegiatan, kecuali Gavin dan kawan-kawan yang sebelumnya sudah meminta ijin pada kampus untuk menggunakan ruang kelas musik untuk berlatih.Langkah kakiku perlahan melemah. Kuedarkan pandanganku begitu sudah sampai di lantai tiga. Sepi. Sunyi. Bahkan terlalu sunyi. Tidak ada suara alat musik sama sekali yang terdengar ketika aku hampir sampai di ruang kelas musik.
Apa mereka sedang istirahat? tanyaku dalam hati, mencoba berpikir positif. Atau mungkin mereka sedang bersiap-siap untuk pulang, jadi pantas saja kalau sepi. Aku terus mencoba menanamkan pikiran-pikiran positif di kepalaku. Suasana dinginnya malam yang mencekam berhasil membuatku merinding selama perjalanan.
Akhirnya aku tiba di depan ruang kelas musik, tempat Gavin dan kawan-kawannya berlatih. Gelap. Ruangan itu terlihat sangat gelap dari luar, seperti tidak berpenghuni.
Kubaca dengan seksama papan nama di pintu itu. Ruang Kelas Seni. Lalu kuraih ponselku dan kubaca sekali lagi isi pesan Gavin beberapa menit yang lalu.Naik sini ke ruang musik. Gue bentar lagi kelar kok.
Kuangkat kepalaku sekedar memastikan bahwa aku tidak salah tempat. Dengan sedikit ragu, kuputar kenop pintu itu. Tidak terkunci. Kubuka semakin lebar namun hanya gelap yang bisa kutangkap. Ruangan itu seperti memang tidak berpenghuni. Namun kucoba memanggil Gavin, untuk sekedar memastikan.
"Gavin!" nada suaraku pelan. Perasaan takut mulai menjalar semakin hebat ke seluruh tubuhku setelah beberapa saat hanya tiupan angin yang menyahut.
Aku segera berbalik, hendak berlari sekuat-kuatnya kembali ke lantai dasar. Paling tidak di sana ada pak sekuriti yang sedang tugas malam.
Namun langkahku terhenti tepat ketika aku baru saja berbalik. Suara seseorang yang kukenal mulai terdengar dari dalam. Melontarkan kata demi kata yang berirama, menyanyikan lagu yang sangat kuhafal. Bisa kurasakan juga ada sedikit cahaya yang baru saja menyala dari dalam, bersamaan dengan suara merdu itu.Dengan nafasmu aku hidup
Karena tawamu aku bahagia
Hidup di dunia
Tubuhku kaku, namun kupaksakan untuk menoleh ketika meyakini suara itu benar milik Gavin. Bersamaan dengan itu dapat kulihat Gavin yang duduk di tengah-tengah ruangan mulai memetik gitar di pangkuannya sambil terus melantunkan lagu dengan mata yang menatapku tajam.
Bersama dirimu aku tegar
Karena hatimu adalah yang terbaik
Untuk dimiliki
Gavin tampak bersinar dengan lampu sorot yang fokus menyoroti dirinya di tengah-tengah kegelapan. Ia masih menatapku lekat, sambil sesekali melemparkan senyum menawannya yang selalu sukses membuatku terpana. Terlebih ketika menyanyikan lagu ini.
Ingatanku seolah terputar ke beberapa tahun silam ketika aku dan Gavin masih duduk di bangku SMA.
Dan biarkan aku mencintaimu
Karena dirimu yang berarti
"Bagus ya lagunya!" kataku saat itu, saat sedang mendengar lagu yang diputar di radio bersama Gavin. Dengan Nafasmu dari Samsons.
Kami berbagi headset sambil berjalan santai sepulang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam-Diam Suka Kamu (Audiobook)
Teen Fiction"Untuk kamu yang hanya bisa mengagumi sahabatmu dalam diam. Percayalah, kamu nggak sendiri." ___ Alika ditembak Gavin! Cowok itu menyanyikan lagu romantis untuk Alika pada hari ulang tahunnya. Saat hati Alika mulai melambung, ternyata adegan itu han...