Chapter 24 : Corgi dan Mooney

45 5 1
                                    


Lukisan Kedua : Iman
.
.
.

Ke Xun menjauhkan ponselnya dari telinganya dan kemudian tertawa ke arah mikrofon: "Kalau begitu, sampai jumpa di lukisan berikutnya."

Dengan cara ini, ia tidak perlu mendengar orang lain mengucapkan selamat tinggal kepadanya.

Setelah menutup telepon, Mu Yiran menerima sebuah pesan singkat. Itu adalah ID Vchat Ke Xun. Namun, dia tidak mengirimkan alamatnya.

Jelas sekali bahwa dia sedang menunggu Mu Yiran untuk menambahkannya di Vchat.

Mu Yiran menatap deretan angka tersebut untuk waktu yang lama dengan ekspresi gelap. Namun pada akhirnya, dia tetap enggan menambahkan yang lain.

Foto profil orang ini adalah satu mata, yaitu mata Ke Xun sendiri. Kontras antara bagian hitam dan putih matanya sangat berbeda. Mata itu juga tampak melengkung membentuk senyuman, dengan sudut luar yang terangkat dalam lengkungan yang jelas. Setelah dengan cermat memeriksa mata orang lain, dia menyadari bahwa sepertinya ada sesuatu di dalam pupil mata orang lain. Oleh karena itu, Mu Yiran mengklik foto tersebut dan memperbesarnya. Hasilnya, ia mendapatkan sebuah kalimat: Untuk apa kau menatapku?

Mu Yiran: "...."

Nama orang ini juga 'Corgi'.

Mu Yiran: "...."

Pesan "Corgi" datang dengan sangat cepat: Dewa jantanku, Mooney! Muah muah!

Mooney: Alamat.

Corgi:)))) 8 "

Mooney:)))) 1"

Corgi:)))) 10 "

Mooney :)))) 4 "

(kayy: ini tuh vn ya)

Corgi: Oke, Aku akan mengirimkan makanan khas setempat nanti.

Mooney: Tidak, terima kasih.

Semoga perjalananmu aman, Pak. Sering-seringlah mengunjungiku.

Sesaat sebelum Mu Yiran keluar dari obrolan, dia melihat bahwa gambar tampilan Corgi telah berubah. Sekarang gambarnya menjadi gambar orang yang sederhana.

Keesokan paginya, Wei Dong mengunjungi Ke Xun.

"Yi? Aku pikir aku akan menangkap kalian berdua di tempat tidur bersama. Kenapa kau sendirian?" Wei Dong menarik seprai dari Ke Xun, memperlihatkan seekor anjing yang setengah telanjang.

Ke Xun menarik selimutnya kembali dan membungkus dirinya. Dia memejamkan mata dan berkata, "Enyahlah."

"Untuk apa kau merajuk? Bangunlah." Wei Dong menendangnya.

Ke Xun duduk dan mengacak-acak rambutnya. "Apa yang kau inginkan?"

Wei Dong tampak sedikit gelisah. "Bagaimana menurutmu? Cepatlah bangun agar kita bisa membuat rencana. Hanya ada dua belas hari tersisa. Kita tidak perlu membuat lukisan lagi, kan?"

Ke Xun menguap. "Kau mengatakannya seolah-olah kau punya cara untuk menghindari melakukannya."

Wei Dong terdiam sejenak lalu menghela napas. "Dengan usaha, seseorang dapat mencapai apa pun. Bagaimana jika ada caranya?"

Ke Xun mendongak ke arahnya. "Bahkan Bos Mu atau Dr. Qin tidak bisa menemukan cara untuk menghindari masuk ke dalam lukisan. Apa kau benar-benar berpikir bahwa murid-murid payah seperti kita akan mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan?"

Wei Dong menarik-narik rambutnya. "Aku tidak ingin menyerah! Ketika aku pulang ke rumah dan melihat ibuku tadi malam, aku langsung memeluknya. Aku tidak tega meninggalkan ibuku, bahkan jika dia menamparku dengan sangat keras sampai rasanya gigiku rontok." .... Aku tidak berani berbicara dengan mereka tentang lukisan itu. Aku takut mereka akan berpikir bahwa putra mereka telah menjadi gila. Butuh waktu lama bagiku untuk tertidur. Aku mulai menangis saat menulis surat pada mereka. Aku tidak ingin mati, Ke er! Aku masih belum menikmati hidup sepenuhnya! Aku bahkan belum pernah punya pacar sebelumnya!"

[BL] Paintings of TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang