SATU tahun kemudian...
Kanaya melepaskan jas putihnya dan menggantungkannya kembali ke hanger yang ada di dalam lemari. Seharusnya hari ini ia merasa senang karena bisa pulang lebih awal, tetapi ia tidak bisa begitu karena Herzkiel telah merusak suasana hatinya.
Hari ini merupakan hari ulang tahun pernikahan mereka yang pertama, tetapi perayaannya tiba-tiba harus dibatalkan karena suaminya yang belum juga pulang dari perjalanan bisnis di Singapur.
Kanaya sudah berusaha untuk memahami kesibukan Herzkiel dalam mencari nafkah untuk keluarga kecil mereka, tetapi tetap saja rasanya sulit apalagi suaminya itu sama sekali tidak terlihat merasa bersalah.
Wanita itu memeriksa ponselnya untuk yang ke sekian kali sejak tadi pagi dan tidak juga menemukan panggilan yang terabaikan atau sekadar pesan yang Herzkiel kirim untuk menyelamatinya.
Tok, tok, tok!
"Masuk," sahut Kanaya.
Cklek!
"Mohon maaf menggangu, Dok, tapi ada yang mau ketemu sama Dokter, katanya temen SMA."
Kanaya menautkan alisnya bingung, tetapi tetap saja menganggukkan kepalanya untuk menyahuti informasi yang telah diberikan oleh Tari, asisten sekaligus perawat gigi di kliniknya.
Tak lama kemudian, wanita itupun memutuskan untuk keluar dan langsung mendapati seorang pria tampan dengan tuksedo berwarna cokelat gelap sedang duduk bersandar di sofa ruang tunggu.
"Hai, Sayang..."
Herzkiel menyapanya dengan senyuman lebar tanpa dosa. Hal itu lantas membuat Kanaya semakin merasa kesal dan memutuskan untuk mengabaikannya.
Herzkiel yang tak mengira akan diperlakukan seperti itupun mengernyit heran dan buru-buru mengekori istrinya yang sudah lebih dulu berjalan keluar dari gedung klinik pribadinya.
"Na, mobilku ada di sana."
Kanaya masih bersikap tak acuh dan terus melangkah tanpa tahu tujuan.
Rasa kesal wanita itu terlihat semakin menjadi-jadi saat Herzkiel berhasil mencegat langkahnya dengan mudah meski ia sendiri sudah berusaha untuk berjalan secepat yang ia bisa.
Pria itu kemudian mengeluarkan dompetnya dari dalam kantung celana lalu menyodorkan sebuah kartu kredit berwarna hitam pada istrinya.
"Ambil kartu kreditku, ini nggak ada batasnya. Aku minta maaf, ya?"
Kanaya memutar bola matanya jengah sebelum bergeser arah untuk kembali berjalan melewati suaminya. Namun, Herzkiel lagi-lagi berhasil menahannya, kali ini dengan cara mencekal lengannya lembut.
"Aku nggak punya apa-apa selain ini, jadi seenggaknya tolong biarin aku kasih satu-satunya hal yang bisa aku kasih ke kamu."
Kanaya menghela napasnya lelah yang membuat Herzkiel semakin menggebu-gebu ingin menjelaskan apa yang sebenarnya telah ia rasakan.
"Aku mau kita berantem karena tas atau baju yang kamu beli dari desainer A, B, atau C, bukan dari toko online..."
"Selain itu, ada banyak makanan enak di Jakarta selain piza Domino's dan kamu bisa makan semuanya, tapi kenapa kamu—"
"Singkirin atau aku buang kartu itu?!" ancam Kanaya kesal.
Mendengarnya membuat Herzkiel refleks terdiam dan menyimpan kembali benda tipis nan berarti itu ke dalam dompetnya.
Tak lama dari itu, sebuah mobil sedan berwarna hitam tampak berhenti di dekat keduanya. Supir yang mengendarai mobil itu keluar kemudian menyerahkan kuncinya kembali pada Herzkiel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Herzkiel [TAMAT]
Teen Fiction"Dia emang cewek gue. Masalah?" Demi menyelamatkan harga diri di depan Abhim, orang yang disukainya, Kanaya membuat kesalahan besar. Ia asal menyebut nama Herzkiel sebagai kekasihnya di depan banyak orang. Anehnya, Herzkiel sama sekali tidak menyang...