:: Bab IV ::

306 50 19
                                    

"Kamu baru pulang kerja?"

Tepat di perempatan jalan, saat lampu lalu lintas berubah merah, Chandra menarik rem. Kesempatan itu digunakan Rakhel untuk bertanya. Mengingat mereka belum pernah mengobrol sama sekali.

"Gak. Saya dari rumah. Ini baru mau berangkat."

"Kalau boleh tahu, emang kamu kerja apa?"

Lama Chandra tak menjawab. Rakhel berusaha menilik ekspresi wajah pria itu melalui spion, ingin tahu kenapa dia jadi diam.

Namun, lampu lalu lintas keburu berubah warna menjadi hijau. Chandra langsung menutup kaca helm, lantas tancap gas melanjutkan perjalanan.

"Ehm... saya tahu dari Bunda saya, katanya kamu sering dinas ke luar kota. Pasti sibuk, ya."

"Iya." Akhirnya Chandra menjawab, walau sangat singkat.

Berpikir bahwa pria itu tak suka diungkit tentang pekerjaan, Rakhel pun mengalihkan topik pembicaraan.

"Saya baru tahu kalau Tante Sri anaknya ada dua." Rakhel berbasa-basi. Sembari tetap memperhatikan jalan, ia hendak menyuruh Chandra belok kiri. Tapi, pria itu sudah melakukannya sebelum ia memberi arahan.

"Ibu cerita kalau kamu pernah dijodohin juga sama adik saya. Tapi, adik saya lebih milih pacarnya."

Rakhel mendengus kecil saat ingat momen itu, "Saya jadi gak enak sama Tante Sri karena udah ngerepotin."

"Ngerepotin apa emangnya?" Chandra balik bertanya.

"Nurutin kemauan Bunda saya. Setelah adik kamu, sekarang kamu yang dijodohin sama saya," jelas Rakhel, membubuhkan tawa kecil di akhir. Ia tak mendengar jawaban apa pun dari Chandra. Pria itu sekedar mengangguk sebagai reaksi.

"By the way, kenapa kamu bersedia dijodohin sama saya?" Rakhel pun kembali bertanya. Rasa penasaran mendorong pertanyaan itu keluar. Ia tak biasa menanyakan hal semacam ini pada pria-pria yang dijodohkan dengannya. Chandra adalah yang pertama.

"Karena permintaan Ibu. Gak mungkin saya nolak."

Sempat menunggu lanjutan, nyatanya Chandra kembali menutup mulut. Rakhel pun mengernyit, "Sesederhana itu?"

"Iya. Emang harus ada alasan lain lagi?"

"Ya... gak harus, sih."

Menggaruk tengkuk leher yang tak benar-benar gatal, Rakhel baru sadar kalau ia memiliki alasan serupa mengapa senantiasa bersedia dijodohkan dengan macam-macam pria. Jadi, untuk apa ia membutuhkan alasan lain dari Chandra?

"Eh, iya, belok kan—" Ucapan Rakhel terhenti karena Chandra sudah lebih dulu membelokkan motornya ke arah kanan. Lagi-lagi mendahuluinya seolah pria itu sudah hafal jalan ke rumahnya di luar kepala.

Sementara itu, Chandra akhirnya mengajukan pertanyaan setelah beberapa saat hanya berperan sebagai informan.

"Kemarin kamu sempat nanya saya punya pacar atau gak. Ada apa emangnya?"

"Oh, itu." Bimbang seketika melanda Rakhel. Ia ingin membahas kejadian Chandra disiram coca-cola, tapi tak mau membuat pria itu tersinggung. Di satu sisi, ia ingin menuntaskan rasa penasarannya.

Romance is Not EasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang